Tahura Raden Soerjo: Hutan Konservasi yang Dijamah Negara melalui Geo Dipa


Kebijakan.co.idLiputan Advokatif

Adi Fauzanto-2 Mar 2023 (12.00 WIB)-#54 Paragraf
Halaman Depan Tahura Raden Soerjo

Ambisi transisi energi pemerintah melalui BUMN-nya, PT Geo Dipa Energi, menyisakan ancaman kerusakan lingkungan, karena dibangun di atas hutan konservasi, mengancam habitat satwa dilindungi, mata air, wisata alam, dan masyarakat 3 kabupaten/kota.

Ambisi PLTP bertenaga 200 Mega Watt tersebut hadir dalam bentuk rencana proyek melalui Peraturan Presiden, Pengamanan Pendanaan oleh Kementerian Keuangan, dan Kelanjutan rencana pembangunan PLTP Arjuno-Welirang oleh Kementerian ESDM beserta BUMN yang ditugasi secara khusus, PT Geo Dipa Energi.

Kebijakan.co.id telah mengujungi beberapa narasumber untuk membuktikan juga mengkonfirmasi terkait hal ini. Di antaranya, UPT Taman Hutan Raya Raden Soerjo, Jaringan Kolektif Energi Berkeadilan di Malang Raya, WALHI Jawa Timur, Kantor Desa Claket Mojokerto, Ahli Energi Baru Terbarukan, KHM Malang Raya, Perwakilan PT Geo Dipa di Mojokerto, Masyarakat Desa Claket, dan Masyarakat Kota Batu. Mengikuti diskusi Greenpeace yang dihadiri, ICEL, IESR, dan Trend Asia. Serta menyurati beberapa instansi terkait, PT Geo Dipa Energi, Dinas Kehutanan Jawa Timur, Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi KLHK RI, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementeri ESDM RI.

***

Mojokerto, Kebijakan.co.id – Cerita selanjutnya datang dari selatan Desa Claket, Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo. Cerita yang tidak kalah menarik dari sebelumnya, ialah rencana pembangunan PLTP Arjuno-Welirang (Wilayah Kerja Panas Bumi/WKP Gunung Arjuno Welirang) merupakan PLTP yang akan dibangun pertama kalinya di atas hutan konservasi.

Gambaran tentang indahnya dan ‘angker’ khas hutan ini bisa dirasakan oleh setiap pengendara jika melewati jalan yang membelah kaki gunung tersebut dari Desa Pacet menuju Kota Batu, atau sebaliknya.

Monyet-monyet di pinggir jalan yang ketagihan diberikan makan oleh manusia, suara khas hutan dengan flora-faunanya, banyaknya warung-warung makan dan kopi di pinggir hutan terbuka, bahkan ada Kopi Dari Hati, tak jarang juga pelintas yang foto-foto di jembatan kembar penyebarangan karena latar belakang bentang alam Hutan Raden Soerjo.

“Nah ini, pertama kali panas bumi (dibangun) di kawasan konservasi yang memang kawasannya sudah ditetapkan, itu baru di sini (Taman Hutan Raya atau Tahura Raden Soerjo),” menurut Sumantri Radiansyah, Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPT Tahura yang diwawancarai oleh Kebijakan.co.id di Malang (08/02/2023).

“Kalau yang lain (ada), (akan tetapi) dia sudah melakukan eksplorasi panas bumi (dahulu), ternyata (setelahnya) kawasannya baru ditetapkan kawasan konservasi, di halimun (bogor) salah satunya (WKP Cibeureum-Parabakti),” tambah Sumantri meyakinkan kalau rencana PLTP ini akan menjadi yang pertama di kawasan konservasi.

Kabar ini tentu menjadi kabar baik dan kabar buruk. Kabar baiknya, “Mungkin kalau ini goal (disetujui) Geo Dipa, akan jadi percontohan,” kata Sumantri Radiansyah saat di temui Kebijakan.co.id (08/02/2023) atau setidak-tidaknya untuk mereka yang mendukung energi terbarukan dengan tanda kutip merusak hutan konservasi.

Kabar buruknya, ketakutan akan dampak-dampak yang terjadi saat mengeksplorasi dan terdapat potensi gagal seperti PLTP Baturaden Gunung Slamet, merupakan sebuah tanda terancamnya hutan konservasi. Dan yang pasti ialah pembukaan hutan tersebut untuk alat berat eksplorasi.

Selamat Datang di Taman Hutan Raya Raden Soerjo (Adi/Kebijakan.co.id)

Status Hutan Konservasi yang Dijamah

Bicara tentang status Tahura Raden Soerjo, didapatkan dari Soeharto, Presiden ke-2 Republik Indonesia, pada tahun 1992. Tahura sendiri dalam Undang-Undang (UU) No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan –yang kemudian banyak mengalami perubahan dan beberapa judicial review oleh Mahkamah Konstitusi– termasuk dalam Kawasan Hutan Pelestarian Alam (KPA) yang di dalamnya terdapat 2 jenis hutan lainnya, yaitu Taman Nasional dan Taman Wisata Alam.

KPA sendiri merupakan salah satu jenis Hutan Konservasi, lainnya terdapat Kawasan Hutan Suaka Alam (KSA) yang di dalamnya terdapat Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, serta Taman Buru.

Hutan konservasi secara normatif (aturan yang tertulis) dalam UU tentang Kehutanan memiliki fungsi pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Sedangkan Menurut LindungiHutan.com fungsi hutan konservasi:

Pertama, perlindungan, sebagai tempat perlindungan keanekaragaman hayati dan sistem penyangga kehidupan di dalamnya;

Kedua, pelestarian, sebagai tempat pelesetarian keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam hutan dan tetap lestari terhindar dari kepunahan;

Ketiga, pemanfaatan, sebagai tempat pemanfaatan kekayaan hutan berupa flora dan fauna yang dapat dimanfaatkan dengan bijak dan tentunya penuh tanggung jawab;

***

Dari pengertian tersebut, tentu mendapatkan gambaran sederhana tentang apa itu Hutan Konservasi. Permasalahan lainnya datang juga secara normatif, Kebijakan.co.id telah melakukan riset terhadap produk peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait Panas Bumi dan Hutan Konservasi:

Pertama, dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, hutan konservasi diperbolehkan untuk dimanfaatkan baik secara langsung (bukan untuk keperluan energi) dan dimanfaatkan secara tidak langsung (untuk mengeksplorasi air dan memisahkannya dengan uap panasnya) untuk dimanfaatkan menggerakkan turbin menjadi energi listrik.

Artinya, dalam Undang-Undang ini memang diperbolehkan hutan konservasi dijamah. Persetan dengan status hutan konservasi, persetan dengan praktik di lapangan yang mengharuskan panas bumi membuka lahan cukup luas, mengebor berkali-kali dan berpotensi gagal.

Kedua, dalam peraturan yang lebih khusus, baik dalam Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan, juga dalam aturan yang lebih kecil lagi yaitu Peraturan Daerah Jawa Timur No. 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya R. Soerjo, memperbolehkan jasa lingkungan.

Akan tetapi, pemanfaatan jasa lingkungan tersebut dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Secara definisi arti kata kerusakan (atau merusak) dalam Pasal 1 angka 17 UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH (Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) ialah perubahan langsung lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Yang jelas, pembukaan lahan, eksplorasi, dan eksploitasi air –walau dikembalikan lagi— itu merupakan kerusakan lingkungan hidup, yang dapat dilihat secara kasat mata, bukan pencemaran yang berangsur-angsur, walau harus ditentukan baku mutu kerusakannya. Artinya, kedua hal ini antara Panas Bumi dan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi paradoks sejak dalam arti normatif.

***

Baru secara normatif. Secara praktik, dalam pers rilisnya, menurut Direktur PT Geo Dipa Energi yang lama mengatakan, “Ke depan Geo Dipa akan mengembangkan Arjuno Welirang di Jawa Timur. Untuk pengembangan Arjuno Welirang akan ngebor di tahun 2023. Saat ini sedang melakukan sosialisasi dan perubahan Tahura (taman hutan raya) untuk Hutan pakai sesuai Proyek Strategi Nasional (PSN),” ungkap Riki Firmandha Ibrahim, Direktur Utama Geo Dipa Energi (21/10/2021).

Sedangkan setelah dikonfirmasi terkait perkataan perubahan status Tahura menjadi hutan pakai, menurut Radiansyah Sumantri saat ditemui Kebijakan.co.id (08/02/2023), Kasubag UPT Tahura Raden Soerjo mengatakan itu tidak tepat, “Itu yang perlu diluruskan, status (kehutanan) bagi orang (yang mempelejarai) kehutanan, tahapnya itu udah tinggi.” Tambahnya, “Jadi sebenarnya bukan berubah status, tapi berubah pemanfaatannya penggunaannya, statusnya (konservasi) tetap kawasan konservasi.”

Sumantri juga menjelaskan sesuai dengan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2013, “Di kita (Tahura) mekanisme pengelolaannya ada blok, di (blok) sini untuk dimanfaatkan, (sedangkan) di (blok) sini khusus tidak boleh dimasukin orang, (blok) sini khusus wisata, (blok) sini khusus koleksi jenis, nah itu ada.”

Cerita Sumantri tentang Geo Dipa, “Nah yang geodipa awalnya di (blok) koleksi, automatis harus dirubah dulu nih dokumennya karena mau dimanfaatin (hutannya), syaratnya apa? kajian tadi. Di situ dilewatin macan gak? nah gitu-gitu. Kajian kehati (keragaman hayati). Nah yang mengkaji juga yang ahli di bidangnya.” Jadi bukan merubah status hutan konservasi menjadi hutan pakai.

“Awal untuk konservasi, ganti status menjadi lindung, lindung yang taraf turun satu tingkat aja udah beda, dia bisa diakses orang, orang bisa memanfaatkan hasil hutan selain kayu, apalagi status diganti jadi produksi, dia (hutannya) bisa dipanen.”

***

Selain hutan konservasi yang merupakan salah satu jenis fungsi hutan, dua lainnya yang juga sudah disinggung, yaitu hutan lindung dan hutan produksi.

PLTP lainnya rata-rata dibangun di atas hutan lindung, “Di Dieng (WKP Dataran Tinggi Dieng) itu dia HPL (Hak Penggunaan Lain),” tambah Radhar Sevi, Kepala Seksi Perencanaan, Pengembangan dan Pemanfaatan Tahura R. Soerjo.

Sedangkan, menurut Wahyu Eka Setyawan, Direktur Walhi Jawa Timur saat ditemui Kebijakan.co.id di Surabaya (13/02/2023), memberikan contoh lainnya PLTP dibangun di atas hutan lindung, “seperti di PLTP Baturaden (WKP Baturaden) yang gagal (eksplorasi) itu.” PLTP Baturaden dibangun di atas hutan lindung Gunung Slamet.

Selain itu, Wahyu juga menunjukan kepada Kebijakan.co.id terdapat halaman resmi ESDM untuk melihat peta bauran (jenis) energi baru dan energi terbarukan di Indonesia.

Kemudian, dari informasi tersebut Kebijakan.co.id melakukan verifikasi halaman resmi geoportal milik Kementerian ESDM untuk melihat PLTP yang akan dibangun dan sudah dibangun di pulau Jawa. Lalu mencocokan ke dalam Peta Kawasan Konservasi dan Peta Kawasan Hutan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kebijakan.co.id menemukan dari 29 WKP & WPSP (Wilayah Penugasan Survei Pendahuluan) bahwa PLTP yang akan (22 lokasi) dan sudah diberoperasi (7 lokasi) di pulau Jawa bersentuhan dengan kawasan konservasi di antaranya 2 Suaka Margasatwa, 5 Taman Nasional, 3 Taman Hutan Raya, 15 Cagar Alam, 8 Taman Wisata Alam yang keseluruhannya merupakan kawasan konservasi, jika di total sebanyak 31 kawasan konservasi.

Sedangkan kawasan non-konservasi di antaranya 7 hutan lindung, 1 hutan produksi tetap, dan sisanya 4 tanpa keterangan –yang pasti bukan kawasan konservasi.

Namun, dari data WKP tersebut ada yang tidak tercatat dalam geoportal Kementerian ESDM tersebut. Seperti, WKP Patuha, WKP Candradimuka, yang keduanya tercatat dikelola oleh PT Geo Dipa Energi. Kemungkinan, ada beberapa WKP yang tidak tercatat secara baik oleh geoportal Kementerian ESDM.

Garis Merah untuk Geo Dipa

Hal yang menarik pembahasan sebelumnya, ketika negara melegitimasi (memperbolehkan melalui undang-undang) Hutan Konservasi dijamah, dan aktornya ialah PT Geo Dipa Energi, yang merupakan perusahaan plat merah, BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Geo Dipa juga memiliki tugas khusus (Special Mission Vehicle) di bawah Kementerian Keuangan untuk pemanfaatan Panas Bumi. Artinya, sudah dilegitimasi oleh negara, dilakukan oleh negara, kepada hutan konservasi yang ditetapkan oleh negara.

Akan tetapi menurut Sadrah Devi, UPT Tahura Raden Soerjo kepada Kebijakan.co.id, mewanti-wanti kepada PT Geo Dipa Energi, “Yang jelas juga kita sebagai pihak pengelola Raden Soerjo perlu dan memastikan bahwa nanti itu step-step (langkah-langkah) yang dilewati itu terpenuhi semua, bukan yang semerta-merta karena BUMN bisa langsung aja, nggak bisa juga,” tegas Sadrah dengan sedikit gusar.

Ketika diceritakan oleh Kebijakan.co.id terkait kegagalan dalam eksplorasi di salah satu PLTP, Sadrah Devi merespon, “Yang jelas begini, itu kan secara tekniknya lah ya, ‘di sini ngebor gadapet, ngebor sini gadapet’, kalau kami dari sisi kehutanan, nah dia ngebornya di mana itu yang kita mitigasi, jangan sampai rencana di sini, eh dia mencelat (pindah) ke sana, nggak boleh keluar dari area yang sudah direncanakan masak-masak.” terang Sadrah Devi.

Di akhir Sadrah Devi menekankan, “udah kita batasi. kalau nggak ketemu yaudah nggak ketemu. Nggak bisa lagi semaunya.” Wanti-wanti lainnya datang Sumantri Radiansyah, UPT Tahura Raden Soerjo kepada Kebijakan.co.id, “Kalau mau pindah, dia (PT Geo Dipa) harus ngurus lagi. Kajian lagi (dari awal). Nggak (bisa) sembarangan (eksplorasi).”

***

Terkait batasan-batasan dalam hutan konservasi yang dijalankan oleh PT Geo Dipa Energi, Kebijakan.co.id sudah berusaha mengkonfirmasi informasi tersebut kepada PT Geo Dipa Energi, selaku penentu jalannya proyek di lapangan, melalui surat permohonan wawancara (16/02/23) dan surat elektronik, namun sampai tulisan ini terbit belum ada respons dari PT Geo Dipa Energi.

Kebijakan.co.id juga meminta bantuan secara langsung kepada perwakilan PT Geo Dipa Energi di Mojokerto, Zulpriadi, yang khusus ditugaskan dalam proyek PLTP Arjuno-Welirang, untuk meneruskan surat kepada bagian sekretaris umum PT Geo Dipa Energi, “saya tidak memiliki kewenangan untuk memberikan statetment, biar atasan saja, tapi nanti biar saya bantu untuk meneruskan (pertanyaannya),” katanya (25/02/23).

Yang perlu diketahui PT Geo Dipa juga terus mendukung Tahura Raden Soerjo untuk melakukan kajian, “Supporting kajian kita juga,” menurut Sumantri Radiansyah. Seperti, “Kita perlu mendalami area situ, nah dia support juga, (untuk) inventarisasi keanekaragaman hayati.” Simpulnya, “Jadi sudah banyak sinerginya, untuk penguatan fungsi Tahura.”

Pekerja Geo Dipa (Halaman Resmi Geo Dipa)

Luas dan Lokasi Rencana PLTP Arjuno-Welirang di Hutan Konservasi

Dari status konservasi, bicara hal yang lebih teknis yaitu luasan dan rencana lokasi eksplorasi. Dalam situs resminya, Taman Hutan Raya ini memiliki luas 27.868,30 Hektare atau 2x luas kota Malang ditambah kecamatan DAU, Kabupaten Malang. Di mana luasan tersebut dibagi menjadi Kawasan Hutan Lindung 22.908,3 Hektare, dan Kawasan Cagar Alam Arjuno-Lalijiwo (PHPA/Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam) 4.960 Hektare.

Jika benar akan dibangun WKP (Wilayah Kerja Pertambangan) PLTP Arjuno-Welirang yang menurut dokumen rencana awal Kementerian ESDM di tahun 2017 memiliki luasan 21.280 Hektare untuk 4 titik, maka praktis secara matematis tersisa hanya 6.588 Hektare. Sugeng, inisiator gerakan Energi Berkeadilan di Malang Raya, saat ditemui Kebijakan.co.id di Malang  (09/02/23) juga pernah melakukan perhitungan seperti ini, menurutnya, “luasnya berkurang banyak ya.”.

Akan tetapi menurut informasi terbaru yang diperoleh dari UPT Tahura Raden Soerjo, titik lokasi tersebut berada di bagian utara Tahura yang berdekatan dengan Desa Claket, Kabupaten Pacet. Menurut Sadrah Devi saat ditemui Kebijakan.co.id (08/02/2023), “untuk lokasi titik koordinatnya hanya PT Geo Dipa yang mengetahui,” akan tetapi Sadrah memberikan informasi titik yang sekiranya akan dieksplorasi di tiga zona ini.

Titik Pengeboran PLTP Arjuno-Welirang
Tiga titik eksplorasi yang ditunjukan perwakilan UPT Tahura Raden Soerjo (Google Earth)

Titik lokasinya 6km dari ujung kawasan yang berdekatan dengan Desa Claket, hingga. “yang terjauh sekitar 16 km (dari ujung kawasan),” menurut Sadrah Devi.

Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh Sekretaris Desa Claket, Muchlis saat ditemui Kebijakan.co.id di Kantor Desa Claket, Mojokerto (15/02/23), bahwa titik pengeboran yang dilakukan berjarak 6 sampai 7 kilometer, “itu sekitar 6-7 kilo meter (dari desa masyarakat).”

Ancaman Kegagalan Eksplorasi

Rencana eksplorasi tersebut, tidak jarang menimbulkan ancaman. Salah satunya ialah kegagalan dalam eksplorasi. Menurut Machmud Effendy, salah satu dosen Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Malang, yang juga merupakan ahli Energi Baru Terbarukan di bidang Air saat ditemui oleh Kebijakan.co.id (15/02/23), “Kalau melihat dari pengeboran sebelumnya yang pernah gagal di Gunung Salak, adanya kerusakan lingkungan, sehingga Amdal-nya belum di laksanakan secara maksimal.”

Menurut Wahyu Eka Setyawan, Direktur WALHI Jawa Timur saat ditemui Kebijakan.co.id (13/02/2023), memberikan penjelasan bahwasannya pembangunan PLTP merupakan sumber energi terbarukan yang beresiko tinggi. Selain dampaknya yang berbahaya bagi lingkungan, biaya pembangunan pembangkit ini juga tidak sedikit, dan sangat berpotensi gagal dalam pengeboran air panas terbarukan, sehingga melakukan pengeboran ulang di tempat lainnya.

Melihat gagalnya eksplorasi PLTP Baturaden hingga lebih dari satu kali oleh PT Sejahtera Alam Energi menyebabkan harus berpindahnya titik eksplorasi hingga yang keempat.

“Rencana kita berikutnya itu kan sumur keempat. Kan sudah tiga, yang sukses baru satu. Yang sukses itu baru satu yang H. Yang F, kita tidak sampai Pak. Karena situasi kultur tanah yang ada di F kan,” ucap Kepala Teknis Panas Bumi PT SAE, Albaren Simbolon kepada Gatra.com (15/02/2021). Untuk diketahui bahwa wellpad (zona) H masih dievaluasi untuk dimanfaatkan karena panas bumi yang dikeluarkan tidak sesuai rencana.

Selain itu, menurut Hadi Priyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, saat ditanya Kebijakan.co.id pada Konfrensi Pers: Salah Arah RUU EBET (6/2/2023), “di (PLTP) Dieng itu, setiap 5 tahun sekali ternyata dia ngebor sumur baru, kenapa? karena dalam 5 tahun itu dia akan berpotensi untuk tidak produktif lagi, jadi dia harus menemukan sumur baru dan ketika dia ngebor sumur baru dia akan mennyediakan fasilitas pendukung seperti waduk buat dia masukin airnya.”

Tentu hal tersebut harus dipersiapkan secara masak, sebab di dua PLTP sebelumnya bukan berdiri di atas Hutan Konservasi. Akan fatal jika kesalahan ada pada eksplorasi PLTP Arjuno-Welirang yang berada di kawasan konservasi. Atau pilihan lainnya ‘tidak bermain api di pabrik petasan’ artinya tidak perlu dibangun PLTP di kawasan konservasi.

Hewan yang Terancam Habitatnya

Di balik ancaman kegagalan eksplorasi tersebut, atau setidaknya jika jadi dieksplorasi PLTP Arjuno-Welirang ini, maka yang terancam ialah keanekaragaman hayatinya, mulai dari hewan dan tumbuhan di dalam Hutan Raden Soerjo.

Menurut Sumantri Radiansyah, UPT Tahura Raden Soerjo, bercerita kepada Kebijakan.co.id dalam hal mencegah jika eksplorasi dilakukan khususnya kepada hewan dan tumbuhan, “Terkait flora fauna, (selama) 2018-2022, itu salah satunya mengkaji flora fauna, mitigasi nya seperti apa? misalnya bangun jalan nih (untuk akses eksplorasi) nyebrang jalan atau gimana? dia harus buatin kanopinya.”

Tegas Sumantri Radiansyah dalam bercerita terkait kajian tersebut, “Yang jelas kajiannya sudah meliputi mitigasinya nanti saat dia melakukan pembangunan.” Menurut Sadrah Devi, “Yang jelas pembangunan ini pasti ada pengorbanan, pengorbanan ini nya ini kita minimalisir, mitigasi, monitoring pembangunan.”

Bicara apa saja yang terancam akibat adanya eksplorasi tersebut mulai dari hewan hingga tumbuh-tumbuhan. “Yang jelas keragaman flora faunanya kita itu burung ada 100 lebih spesies”, terang Radiansyah Sumantri.

“Nah kalau satwa prioritas atau penciri (satwa kunci) kita itu yang jelas Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi) 7 individu,” terangnya lagi. Mengutip dokumen Kementerian Kehutanan tahun 2013 berjudul Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Elang Jawa (2013-2022), populasi ‘Sang Garuda’ dalam beberapa penelitian tercatat paling terbaru diperkirakan sebanyak 325 pasang.

Terbaru, menurut Indra Exploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK dalam pers rilisnya, diperkirakan terdapat, “ada 300 pasang (Burung Elang Jawa), jadi setidaknya ada 600 ekor di alam bebas.”

Selain itu ada, “Lutung (Lutung Jawa/Trachypithecus Auratus),” “Rusa (Rusa timorensis),” “Macan Tutul (Panthera Pardus Melas).” Akan tetapi macan tutul dia tentatif (masih bingung) akan ada macan tutul tersebut, sebab menurutnya, “saya belum pernah melihatnya secara langsung.”

Saat diminta hewan-hewan yang ada di sana secara detail dengan tujuan ingin menunjukan bahwa hewan di sana akan terancam habitatnya, namun ditolak oleh Sadrah Devi, “Tapi itu ada bahaya loh Mas.” Menurutnya, “orang yang berniat buruk pun, emang dikira kita nggak terancam nih kawasan konservasi, banyak perburuan, bahkan dia terima pesanan dari luar negeri, yang bacanya dari mana? internet,” ungkap Ibu itu dengan gusar.  

Elang Jawa di Tahura Raden Soerjo
Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi) sedang bertengger di salah satu pohon Hutan Raden Soerjo (Halaman Resmi Tahura Raden Soerjo)

***

Kebijakan.co.id memanfaatkan data terbuka dari internet untuk mencari satwa yang ada di Hutan Raden Soerjo –tetapi bukan tujuan untuk memburunya secara liar–, menurut halaman resmi Tahura Raden Soerjo dan instagram resmi Tahura Raden Soerjo, terdapat Musang Leher Kuning (Martes flavigula).

Selain itu jenis spesies burung di antaranya, Burung Pelanduk Bukit (Trichastoma pyrrogenys), Burung Puyuh Gonggong (Arborophila Javanica), Anis Siberia (Zoothera Sibirica), Burung Paok Pancawarna (Pitta Guajana), Burung Cucak Gunung (Pycnonotus Bimaculatus), Burung Luntur Harimau (Harpactes Oreskios). Sedangkan dari tumbuh-tumbuhannya, salah satunya yaitu Anggrek Hantu (Gastrodia bambu).

Menurut Winda Afafa, dalam penelitiannya berjudul Kajian Keragaman Spesies Burung di Taman Hutan Raya Raden Soerjo Propinsi Jawa Timur (2013), yang melakukan pengamatan pada burung-burung di Hutan Raden Soerjo, menyimpulkan terdapat 14 spesies burung dengan status dilindungi Undang-Undang –termasuk Burung Elang Jawa.

Spesies yang dilindungi tersebut, ialah Burung Sikep Madu Asia (Pernis Ptilorhynchus), Burung Elang Bido (Spilornis Cheela), Elang Alap Cina (Accipiter Soloensis), Burung Elang Hitam (Ictinaetus Malayensis), Alap Alap Macan (Falco severus), Cekakak Jawa (Halcyon Cyanoventris), Burung Cekakak Sungai (Todirhamphus Chloris).

Selain itu, Burung Julang Emas (Rhyticeros Undulatus), Burung Madu Gunung (Aethopyga eximia), Burung Madu Jawa (Aethopyga Mystacalis), Burung Takur Tulung Tumpuk (Megalaima Javensis), Burung Tepus Pipi Perak (Stachyris Melanothorax), Burung Kipasan Bukit (Rhipidura Euryura). Sedangkan burung yang dengan tingkat kelimpahan tertinggi adalah Burung Walet Linci (Collocalia Linchi).

Penelitian lainnya ditulis oleh Fadilah (dkk.) berjudul Kelimpahan dan Kesamaan Jenis Aves Serta Status Konservasi di Taman Hutan Raya Raden Soerjo, Jawa Timur (2019). Dari hasil penelitian di 2 lokasi di bagian hutan tersebut, mereka mengatakan terdapat 2 spesies burung yang dilindungi, di antaranya yang sudah disebutkan sebelumnya Burung Luntur Harimau dan Burung Ciung Mungkal Jawa (Chocoa Azurea) serta burung yang kelimpahannya tinggi yaitu Burung Cucak Kutilang (Pycnonotus Aurigaster).

Selain melalui penelitian, berdasarkan pemantauan yang dilakukan Yayasan Konservasi Elang Indonesia, UPT Tahura Raden Soerjo, dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur pada awal November 2022, menemukan 5 jenis spesies burung predator, 4 di antaranya sudah disebutkan sebelumnya, hanya Burung Alap Alap Sapi (Falco Moluccensis) yang belum disebutkan.

Jejak Macan Tutul Jawa di Tahura Raden Soerjo
Jejak Macan Tutul Jawa di Hutan Raden Soerjo (Halaman Resmi Tahura Raden Soerjo)

Paradoks Energi Terbarukan yang Seharusnya Sebagai Anti-Tesa dari Batu Bara yang Merusak Alam, Justru Hadir dengan Gaya yang Sama, Akan Tetapi Perbedaannya Ada Pada Energi yang Tidak Bisa Habis, Namun Itu Harus Diuji Kembali.

Redaksi Kebijakan.co.id

Baca Serial Liputan Advokatif "PLTP Arjuno-Welirang: Ambisi Transisi Energi Panas Bumi di Hutan Konservasi" Lainnya:
•	Desa Claket: Kaki Gunung Arjuno yang Dilintasi Alat Berat Eksplorasi Panas BumiTahura Raden Soerjo: Hutan Konservasi yang Dijamah Negara melalui Geo Dipa PLTP Arjuno-Welirang: Mengurai Perjalanan, Pembiayaan, Pelaksanaan, dan Persekutuan

Serial Liputan Advokatif ini merupakan Program Pelatihan dan Fellowship Jurnalistik "Membangun Narasi Transisi Energi" yang diselenggerakan oleh CASE bekerjasama dengan IESR, SIEJ, Bapennas, IDComm
Adi Fauzanto
Diterbitkan: Kamis, 2 Februari 2023
Pukul: 12.00 WIB
Jurnalis: Adi Fauzanto
Editor: Fayza Rasya
Daftar Bacaan:
• Ridha Rizkiana. 2022. Hutan Konservasi: Pengertian, Jenis dan Fungsinya Lengkap. Lindungihutan.com, 11 FebruariYurika. 2021. Geo Dipa Bor Arjuno Welirang pada 2023. Berita Dunia-Energi.com, 21 OktoberMohamad Sidik dan dan Udi Harmoko. 2022. Potensi Energi Panas Bumi di Jawa Timur Sebagai Energi Alternatif Pengganti Energi Fossil. Jurnal Energi Baru dan Terbarukan, Vol. 3 No. 1Ridlo. 2021. Eksplorasi Geothermal Bergeser ke Utara Gunung Slamet. Gatra.com, 15 FebruariDiskusi Greenpeace. 2023. Konferensi Pers Salah Arah RUU EBET. 6 FebruariWinda Afafa. 2013. Kajian Keragaman Spesies Burung di Taman Hutan Raya Raden Soerjo Propinsi Jawa Timur. Skripsi Universitas Negeri MalangPeraturan Menteri Perhutanan Tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Elang Jawa (spizaetus Bartelsi) Tahun 2013-2022Malik Ibrahim. 2022. KLHK: Tren populasi Elang Jawa meningkat. Antara News, 28 MeiYayasan Konservasi Elang Indonesia. 2022. Survey Elang Indonesia, Jumpai Berbagai Jenis Elang Di Tahura. 14 November
Liputan Mendalam
Berlangganan
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
Lihat Semua Komentar