Cerita Merintis Usaha


Kebijakan.co.idLiputan Konstruktif

Adi Fauzanto-20 Juni 2022 (16.37 WIB)-#2 Artikel
Cerita Merintis Usaha

***

Bekasi, Kebijakan.co.id — Cerita tentang mula-mula sebuah usaha diciptakan, membangun ide, menentukan target pasar, hingga menemukan kepercayaan baik sebagai brand atau merek juga kepercayaan terhadap konsumen. Dengan cerita-cerita yang tersedia, para perintis usaha baik yang sedang atau ingin membangun bisa belajar dari kisah tersebut.

***

Baca Liputannya Di Sini

Belajar Merintis Bisnis dari Saudagar Padang: Mulai dari Keresahan, Membangun Kepercayaan, hingga Personal Branding


Kebijakan.co.idCerita di Balik Liputan

Adi Fauzanto-1 April 2022 (13.41 WIB)-#24 Paragraf
Belajar Merintis Bisnis dari Saudagar Padang

***

Jakarta, Kebijakan.co.id — Menjelang setengah malam, tepatnya pukul sembilan malam hingga pukul sebelas. Ditemani semangkuk mie ayam dan es teh, saya bertemu dengan teman lama. Sederhana, sebuah janji saya untuk belajar dari seseorang yang memang sudah lama sekali menekuni bisnis, Cato namanya.

Dia membrand dirinya sendiri sedari dulu, sebagai Padang. Bukan bermaksud rasis menyinggung asal mula kampung halaman, tetapi dari situlah dia bangga atas kampung halaman. Bukan karena ingin merendahkan kampung halaman lain, tetapi ada karakteristik yang dibawanya, yaitu seorang pedagang atau businessman.

Tanda itu muncul ketika sering menawarkan sesuatu untuk dijual, ‘pelit’ untuk mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak berguna, hingga karakter pedagang lainnya, mudah bergaul misalnya. Tanda itu disadari oleh Cato, dan dijadikan sebagai trademark atau tanda resmi atas dirinya.

Meneruskan brandnya sebagai saudagar (dibaca: pedagang) Padang. Cato meneruskan bisnis Ayah nya yaitu menjual Batu Alam. Jika kita melintasi Jalan Pulomas menuju Cawang di Jakarta, maka akan berjejer di pinggir jalan toko batu alam, salah satunya Si Kumbang Batu Alam. Selain itu, beberapa bisnis kecil lainnya seperti jasa pencucian sepatu.

Malam itu, dimulai ketika saya ingin bertanya kepada Cato mengenai branding dan seluk-beluknya. Kebetulan saya yang sedang merintis satu usaha media –juga think tank atau lembaga pemikir nantinya. Berteman dengan perintis usaha, seperti Cato misalnya, atau Rizky Sultan -yang sudah diceritakan melalui artikel Bertemu dengan Agensi Perusahaan (2021)– dapat dijadikan sebagai sahabat sekaligus mentor.    

Sederhananya percakapan panjang malam itu, berkaitan dengan merintis bisnis, sekaligus juga belajar menemukan diri kita sendiri. Pertama, mencari keresahan diri kita sendiri atau orang lain, untuk nantinya dijadikan model bisnis. Kedua, belajar membangun kepercayaan terhadap diri kita atas orang lain. Ketiga, menemukan brand atau tanda tersendiri atas diri kita sendiri.

Infografis Belajar Merintis Bisnis dari Saudagar Padang
Infografis/Belajar Merintis Bisnis dari Saudagar Padang

Menemukan Keresahan

Mula-mula Cato dengan sifat lucu dan jengkelinnya, membawa arah pembicaraan mulai dari politik, hingga kepada peristiwa-peristiwa terbaru.

Di tengah pembicaraan saya pun bertanya, “Gimana Cat? Untuk membangun sebuah branding.” Memang tujuan saya di malam itu, ingin belajar banyak dengan Cato yang sudah berbisnis sedari bangku SMP.

Tunggu Di. Sebelum memulai bisnis, lu udah tau belum keresahan lu?” Cato memulainya dengan berkata seperti itu. “Misal nih, waktu buka bisnis cuci sepatu, gua ngeliat orang lain termasuk gua sendiri males nyuci sepatu kalo lagi kotor.” –kebetulan Cato hobi dengan sepatu-sepatu bagus, dan tentu original.   

Tentu dalam model bisnis, di mana pemenuhan kebutuhan primer sudah terpenuhi, diperlukan model bisnis yang memiliki nilai tambah –nilai yang menjadi pembeda juga bermanfaat lebih untuk konsumen. Ide nilai tambah tersebut muncul salah satunya melalui keresahan pribadi. Tidak perlu ide besar, aktivitas sehari-hari juga dapat diwujudkan.

Seperti Nadiem Makarim pendiri Gojek. Wawancara dengannya tahun 2011, yang diabadikan oleh Pusat Data Tempo dalam Buku Nadiem Makarim: Pengagas Transportasi Online Indonesia (2019), menceritakan bahwa mobil dan supir pribadinya kurang efesien, tidak mampu menembus macetnya kota Jakarta.

Dari keresahan pribadi, dia juga banyak bertanya tentang keresahan tukang ojek. Di mana dalam sehari, hanya bisa mengangkut 4-5 penumpang, sebagian besar waktu dihabiskan untuk menunggu penumpang. Membantu adalah prinsip utama yang diajarkan Nono Anwar Makarim, sang ayah, yang juga aktivis era 65 dan pengacara. Terlebih menurutnya dapat memberikan sumbangsih untuk masyarakat Indonesia.

Catovil Almando
Sumber: Catovil Almando

Belajar Membangun Kepercayaan

Dari keresahan tadilah, dia masuk ke tahap yang lebih penting, ialah membangun kepercayaan. Setiap bisnis ialah membangun kepercayaan. Suatu produk atau nilai tukar sekalipun, tanpa kepercayaan di antara dua pihak, tidak akan terjadi pertukaran atau tidak akan terjadi transaksi.

Kepercayaan tidak mudah untuk dibuat. Cato memberikan permisalan pada dirinya, “Nah Lu kan tau Di, Gua udah mulai bisnis dari SMP, lanjut kuliah bisnis, dan sering upload di IG tentang Si Kumbang Batu Alam, itu emang sengaja buat branding.” Kepercayaan terhadap produk yang dijual atau jasa yang ditawarkan tidak muncul satu atau dua hari. “Jadi seengganya, itu membangun kepercayaan, kalo Gue serius untuk dagang ini dengan customer.” Tambah Cato.

Sebuah kepercayaan begitu abstrak –tidak dapat diwujudkan dalam bentuk fisik- tetapi begitu penting perannya dalam bisnis. Dalam Jurnal Penelitian berjudul Proses Pembentukan Kepercayaan Konsumen, oleh Reza dan Angels (2007). Kepercayaan diartikan sebagai sebuah objek intangible atau tidak berwujud yang bisa ditransfer atau dikirim oleh trustor (pemberi kepercayaan) kepada trustee (penerima kepercayaan).

Dalam proses pengiriman tersebut, terdapat kewajiban yang diberikan oleh penerima kepercayaan kepada pemberi kepercayaan atas hak-nya. Kewajiban tersebut mengandung tindakan -perusahaan jasa- atau sebuah barang –perusahaan produk- yang berpotensi menimbulkan resiko sebagai jasa atau kerusakan sebagai barang.

Kepercayaan lah yang dapat mengurangi resiko dalam proses tindakan jasa atau perasaan negatif lainnya sebelum membeli produk, sehingga transaksi tersebut dapat terjadi di antara dua pihak. Kedepan kepercayaan tersebut dapat membentuk sebuah loyalitas, misalnya transaksi berulang atau media promosi word of mouth atau mulut ke mulut.  

Membangun Personal Branding

Di akhir pembicaraan serius mengenai bisnis, sambil menghabiskan sisa es teh mie ayam, Cato memulai pembicaraan mengenai personal branding. “Karena tadi, Di. Gua sering upload tentang Si Kumbang Batu Alam. Pas orang inget batu alam atau pengen beli, jadi inget gua atau Si Kumbang Batu Alam.

Awalnya saya percaya dengan cara personal branding. Namun, makin ke sini, personal branding memiliki persoalan, flexing atau menyombongkan sesuatu misalnya. Tetapi menurut Cato, “Kita nggak bisa menolak itu.

Branding dikenal umumnya di Indonesia sebagai merek. Akan tetapi lebih dari itu pengertiannya, branding merupakan suatu cara untuk menunjukan –baik memperkenalkan atau mempromosikan– suatu produk atau perusahaan, sehingga nantinya menimbulkan suatu tanda atau label yang baik sesuai dengan keinginan.

Tujuannya agar produk tersebut laku atau dikenal masyarakat dengan kesan yang baik. Kedepan tanda atau label tersebut menjadi sebuah janji untuk masyarakat, untuk menguji apakah sesuai dengan tanda atau label yang selama ini ditunjukan.

Branding terdahulu memang menggunakan metode dengan menunjukan satu produk atau perusahaan produk tersebut, tetapi cara tersebut berkembang, dengan personal branding misalnya, “Kita lebih mengenal Steve Jobs daripada Apple-nya itu sendiri.” Dan mungkin cara lain akan berkembang ke depan. “Bisnis terus berubah, Di. Bisnis sekarang belum tentu sama dengan besok-besok.

Dalam Buku Branding itu Dipraktekin yang ditulis oleh Tim Wesfix (2017), untuk mempraktekan personal branding ada beberapa hal yang perlu diingat. Pertama, bidang apa yang menjadi spesialisasi anda. Kedua, atribut apa yang sering melekat pada diri anda. Ketiga, hal apa yang dipercaya oleh orang-orang terkait anda.

Keempat, rencana semacam apa yang ingin Anda kerjakan dalam hidup ini. Kelima, bagaimana anda ingin menampilkan diri Anda –baik di kehidupan maya atau kehidupan nyata. Terakhir Buku ini mengutip pendiri Amazon, Jeff Bezos, “A brand for a company is like a reputation for a person. You earn reputation by trying to do hard things well.”Brand untuk sebuah perusahaan seperti reputasi seseorang. Kamu mendapatkan sebuah reputasi dengan mencoba melakukan hal-hal yang sulit dengan baik. 

Adi Fauzanto
Diterbitkan: 1 April 2021 
Pukul: 13.41 WIB 
Pencerita: Adi Fauzanto 
Daftar Bacaan:
• Tim Wesfix. 2017. Branding itu “Dipraktekin”. Penerbit Grasindo: Jakarta Reza Ashari dan Angela Saskia. 2007. Proses Pembentukan Kepercayaan Konsumen: Studi Kasus pada Sebuah Usaha Kecil Menengah Percetakan di Bandung. Jurnal Manajemen Teknologi, Vol. 6, No. 2.
• Pusat Data dan Analisa Tempo. 2019. Nadiem Makarim: Penggagas Transportasi Online Indonesia. Tempo Publishing: Jakarta