Bekasi, Kebijakan.co.id — 5 April 2022, hujan mengguyur Kota Bekasi. Durasinya tidak lama, tepatnya dari siang menuju sore hari. Akan tetapi hujannya cukup deras. Parahnya, hampir seluruh Kota Bekasi terdampak banjir –memang sudah dari dahulu seperti ini. Seakan, hujan membuktikan buruknya tata kota di Bekasi, salah satunya. Lainnya, kemacetan dan panas, juga seakan membuktikannya. Dari peristiwa ini, Kebijakan.co.id hadir.
Adi Fauzanto-27 April 2022 (14.26 WIB)-#110 Paragraf
5 April 2022, hujan mengguyur Kota Bekasi. Durasinya tidak lama, tepatnya dari siang menuju sore hari. Akan tetapi hujannya cukup deras. Parahnya, hampir seluruh Kota Bekasi terdampak banjir –memang sudah dari dahulu seperti ini. Seakan, hujan membuktikan buruknya tata kota di Bekasi, salah satunya. Lainnya, kemacetan dan panas, juga seakan membuktikannya. Dari peristiwa ini, Kebijakan.co.id hadir.
***
Bekasi, Kebijakan.co.id — Kata-kata seperti “Panas”, “Jauh”, “Planet Lain”, jamak terdengar dalam benak masyarakat Kota Bekasi. Tidak salah juga, Bekasi dikenal dengan panasnya yang luar biasa.
Karena memang berdekatan dengan daerah industri, pemukiman yang padat –juga tidak teratur- serta jumlah kendaraan yang mengikuti jumlah penduduknya. Terlebih ruang terbuka hijau yang menyempit. Ditambah pola buruk kebiasaan masyarakatnya.
Gambaran sederhana lainnya ialah, dahulu di sekitar rumah jurnalis Kebijakan.co.id masih bisa terdengar sering suara burung kematian –atau burung dengan nama latin cuculus merulinus.
Kicauan burung yang menurut mitos membawa kabar atau pesan kematian untuk orang-orang di sekitar. Saat ini, bukan pesan kematian dari burung itu yang datang, akan tetapi pesan tersebut tidak pernah tersampaikan lagi, ntah pembawa pesan tersebut mati atau migrasi.
Gambaran tersebut, menunjuk bahwa tempat berlindung atau rumah burung tersebut hilang, rumah burung tersebut ialah pohon. Pohon hanya tumbuh di tanah, bukan di pot, apalagi di semen. Ruang untuk pohon tersebut mengecil, terkhusus untuk burung-burung tadi.
Sebenarnya burung bisa saja, bertempat tinggal di loteng atau bangunan-bangunan tinggi, akan tetapi jika kualitas udara tersebut buruk –bising, panas, dan polusi.
Terlebih jika sumber makanan alami di pohon tidak ada, burung harus berpindah atau mati. Ada beberapa yang sanggup bertahan, salah satunya burung gereja –yang memakan sisa makanan manusia.
Ilyas (24), salah satu penghobi burung freefly paruh bengkok –burung yang dilatih untuk terbang bebas- yang tinggal di Jatiwaringin, Pondok Gede. Mengatakan bahwa burung bisa saja terganggu penglihatannya karena buruknya udara di Kota Bekasi, “Matanya bisa kelilipan.”
Akan tetapi keluhnya lagi, “kualitas udara di Bekasi emang buruk, tetapi ga terlalu berpengaruh ke burung, yang lebih ngaruh itu ke ownernya (pemiliknya), polusi udara di Bekasi tebel banget, jadi bikin gatel hidung dan berbedu.”
Tidak bisa dielakan atas kondisi udara Kota Bekasi. Apalagi jika melihat burung kematian tersebut tidak terdengar lagi disebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH), atau setidaknya sudah jenuh mendengar yang jamak orang katakan yaitu panasnya kota Bekasi.
Buruk Kualitas Udara
Untuk menguji seberapa ‘panas’ Kota Bekasi dapat dilihat dari kualitas udara. Data IQAir –sebuah wadah informasi digital terkait kualitas udara yang di perbaharui secara waktu terbaru- terbaru (20 April 2022, di pukul 15.00 WIB), menunjukan Kota Bekasi di angka 126 dalam kualitas udara -semakin tinggi semakin buruk-, dikategorikan tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Rinciannya, polutan PM2.5 dengan konsentrasi 45.7 mikrogram per meterkubik; polutan PM10 dengan konsentrasi 60.2 mikrogram per meterkubik; polutan O3 dengan 1.4 mikrogram per meterkubik. Dengan suhu 30 derajat celcius dan tingkat kelembapan mencapai 64 persen. Sedangkan dalam hitungan harian, di 3 hari sebelumnya angka menunjukan 89 (19 April 2022), 109 (18 April 2022), 129 (17 April 2022).
Jika dibandingkan dengan Kota Jakarta di hari yang sama dan pukul yang sama, angka Kota Jakarta di 80 –dikategorikan sedang-, dengan rinciannya polutan PM2.5 dengan konsentrasi 25.8 mikogram per meterkubik; PM10 dengan konsentrasi 9.7 mikogram per meterkubik; SO2 dengan konsentrasi 93.9 mikrogram per meterkubik.
Dengan suhu 30 derajat celcius dan tingkat kelembapan mencapai 74 persen. Jika dilihat dari 3 hari sebelumnya, Kota Jakarta menunjukan 115 (19 April 2022), 91 (18 April 2022), 128 (17 April 2022).
***
Mengetahui lebih dalam istilah-istilah tersebut, menurut BMKG (Badan Meteorlogi Klimatologi dan Geofisika), PM2.5 atau disebut Partikulate Matter merupakan partikel udara yang berukuran lebih dari 2.5 mikrometer -30 kali lebih kecil daripada rambut manusia.
Untuk nilai ambang batas nasional mencapai 65 mikrogram per meterkubik. Sedangkan WHO (World Health Organization) menetapkan ambang batas mencapai 25 mikrogram per meterkubik.
PM2.5 termasuk ke dalam polutan berbahaya, yang jika masuk ke dalam jaringan paru-paru dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti ISPA, kanker paru-paru, terburuk ialah menyebabkan kematian. Terlebih bagi mereka yang rentan, seperti bayi, anak-anak, ibu hamil, dan lanjut usia.
Sebab ukurannya kecil maka, PM2.5 tidak tersaring dalam sistem pernapasan dan menempel pada gelembung paru, menyebabkan turunnya kualitas organ paru-paru.
Temuan selanjutnya dari beberapa peneliti Harvard dan Columbia University, hasilnya ialah PM2,5 meningkatnya kematian dini –kematian sebelum usia harapan. Peningkatan tersebut muncul setelah kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan.
Temuan lainnya, mencatat bahwa Cina dan India adalah dua negara dengan tingkat kematian dini akibat PM2.5. Ketiga temuan tadi disebabkan karena, PM2.5 bisa meningkat karena udara yang memanas, kebakaran, dan polusi lingkungan. Dan jika melihat India, angka konsentrasi PM2.5 meningkat pada kawasan padat penduduk.
Penyebab kawasan padat penduduk dapat meningkat, karena polutan PM2.5 dapat ditemukan di bagian pintu, jendela, dan kaca rumah. Kegiatan seperti membakar tembakau atau rokok, kayu, dan dupa dapat menyebabkan polusi udara dalam rumah. Terlebih jika dibantu dengan organisme lainnya seperti tumbuhnya jamur, tungau debu, dan kecoa.
Sedangkan di luar rumah, terdapat asap mobil, motor, pembangkit listrik batu bara, dan pembakaran lainnya.
***
Sedangkan PM10 atau disebut juga Partikulate Matter merupakan partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 mikrometer, untuk nilai ambang batas ialah mencapai 150 mikrogram per meterkubik, sementara WHO menetapkan ambang batas 50 mikrogram per meterkubik.
Sama dengan PM2.5 yang mengidap di organ paru-paru, perbedaannya PM2.5 mengendap di bagian saluran dalam paru-paru, sedangkan PM10 mengendap di saluran udara atau pernafasan yang lebih besar dari paru-paru atau menuju paru-paru bagian dalam.
***
Selanjutnya yaitu Ozone atau O3. Dalam artikel Hello Sehat berjudul Dampak Buruk Pencemaran Udara untuk Kesehatan (2021), menjelaskan Ozone yang dimaksud bukan bagian dari penyusun atmosfer bumi. Yang dimaksud ialah Ozone yang merupakan polutan berbahaya terdapat dalam permukaan tanah.
Umumnya mereka, terpapar antara 10 dan 25 bagian per semiliar Ozone. Peningkatan tiga bagian per semiliar seperti menghisap satu bungkus rokok setiap harinya. Hasil studi tersebut menunjukan persamaan polusi udara di perkotaan sama dengan menghisap satu bungkus rokoh setiap hari selama 29 tahun.
***
Dan yang terakhir ialah SO2 atau Sulfur dioksida. Merupakan gas tidak berwarna dengan bau khas yang tajam. Partikel ini dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung belerang.
***
Membaiknya kualitas udara sangat di tentukan dengan pengurangan aktivitas yang menghasilkan polusi –baik dalam ruangan, apalagi di luar ruangan. Di luar ruangan, aktivitas yang menimbulkan polusi harus diimbangi dengan penawarnya, dalam skala luas perlu adanya ruang terbuka hijau, terlebih adanya kebijakan publik terkait lingkungan hidup. Dalam skala individu, ialah dengan mengatur apa yang kita perbuat.
Citra Udara RTH
Dari gambar citra jauh selama 10 tahun tersebut, terlihat, bagaimana zona hijau berkurang.
Untuk menambah penjelasan dari citra Kota Bekasi dari jauh tersebut, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Bayu Prasetyo, akademisi Universitas Indonesia, berjudul Evaluasi Kesesuaian Lahan Ruang Terbuka Hijau terhadap RTRW Kota Bekasi (2021). Jika mengacu 30% luas Ruang Terbuka Hijau (RTH), maka seharusnya Kota Bekasi memiliki lahan RTH sebesar 6710 hektare.
Dari data satelit Landsat 8 dan RTRW Kota Bekasi, hasil temuannya ialah terdapat penurunan kategori tinggi sebaran vegetasi dengan luas wilayah 6.889 hektare –khususnya di bagian Bekasi Barat.
Presentase RTH yang nampak di Kota Bekasi juga mengalami penurunan dari tahun 2013 hingga tahun 2021 sebesar 8% atau 1.728 hektare. Dan luas RTH yang telah dioptimalkan fungsinya untuk penataan ruang baru mencapai 2,42 persen atau seluas 525 hektare dengan tipe dominan RTH TPU (Tempat Pemakaman Umum) dan RTH Kota.
Bayu menegaskan data tersebut menunjukan bahwa belum terjadi peningkatan luas ruang terbuka hijau yang signifikan sejak rancangan RTRW Kota Bekasi diterbitkan pada tahun 2011.
Diakui memang oleh Pemerintah Kota Bekasi, menurut Ashari, Kepala Bidang Pengendalian Ruang -dalam keterangannya tahun 2020 di Kompas.com berjudul Bekasi Sulit Sediakan 30 Persen RTH. Menurutnya, Kota Bekasi saat ini baru memenuhi 15 persen RTH –yang seharusnya atau minimal 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat-
Hal tersebut disebabkan, pertama, penduduk Kota Bekasi yang banyak, ditambah ruang atau lahan yang dipadati penduduk tersebut. (Kedua) Akan tetapi bisa diakali dengan membeli lahan pemukiman tersebut, tetapi Pemkot Bekasi kekurangan dana untuk membeli lahan pemukiman untuk dijadikan kawasan hijau.
***
Ditilik dari tujuannya, menurut Nirwono dan Iwan dalam bukunya RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau (2011), RTH diperuntukan sebagai infrastruktur hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah dan bersih.
Baik untuk alam itu sendiri maupun masyarakatnya. Untuk masyarakat ditunjukan menciptakan lingkungan yang sehat, layak huni, dan berkelanjutan.
Untuk alam sendiri ialah mempertahankan silkus hidrologi –perputaran air; mikroklimat –lingkup iklim lebih kecil; ameliorasi iklim –perbaikan iklim; menghasilkan oksigen –untuk bernafas; sebagai tempat hidup flora-fauna –tempat hidup hewan dan tumbuhan.
RTH harus memiliki penyokong –tulang punggung, di antaranya faktor air, seperti sungai, danau, dan rawa-rawa; faktor hutan seperti, hutan kota, hutan alami; faktor lahan produk seperti sawah, kebun, dan ladang; faktor ruang-ruang akibat teknologi, seperti lapangan terbang, ruang antar bangunan, taman, jalur hijau; faktor lain, seperti tempat militer, dan lapangan golf.
Dari penyokong tersebut, RTH dibagi menjadi. Pertama RTH Alami, daerah hijau yang masih alami; yang dilindungi agar tetap dalam kondisi alami. yang difungsikan sebagai taman publik tetapi tetap dengan karakter alam di dalamnya.
Kedua, RTH Buatan, daerah hijau di perkotaan yang dibangun sebagai taman kota; yang dibangun dengan fungsi rekreasi; yang dibangun antar area bangunan yang digunakan sebagai area penghijauan.
Ancaman Pesakitan
Dari sekian penderitaan ialah hidup dengan penyakit itu sendiri. Masyarakat di Kota Bekasi mengetahui itu, dia hidup berdampingan dengan panas nya –beserta polusi- Kota Bekasi. Secara perlahan mereka juga mengetahui dampak kesehatan yang dirasakan.
Dalam penelusuran informasi –baik itu artikel, jurnal penelitian, atau temuan yang ada- terkait dampak lingkungan udara yang buruk untuk kesehatan. Secara garis besar dibagi menjadi dua organ dalam –organ jantung dan paru-paru-, satu organ luar yaitu kulit, satu lainnya terkait psikologis atau perilaku kita.
***
Dampak terhadap Paru-Paru yang paling signifikan dan mudah diketahui. Selain pembahasan PM2.5, PM10, dan O3 yang sudah dibahas sebelumnya, terdapat beberapa dampak lainnya.
Pertama, penyakit Asma atau Asthmatic Bronchiale. Salah satu penyakit jangka panjang atau kronis –berulang dan menahun- pada saluran pernapasan. Ditandai dengan peradangan serta penyempitan saluran napas.
Menimbulkan gejala, sesak napas, sesak dada, batuk, engap. Menurut jurnal Dampak Polusi Udara terhadap Asma (2018), prevalensi –tingkat penyebaran pada kasus penyakit- dan derajat beratnya asma meningkat seiring dengan peningkatan polusi udara.
Kedua, ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Infeksi oleh virus atau bakteri yang terjadi di saluran pernapasan, baik pernapasan atas -hidung hingga faring- atau bawah -laring hingga paru-paru-.
Adanya polusi udara atau udara yang kotor mempermudah penyebaran infeksi virus, sehingga potensi akan lebih tinggi terkena ISPA. Saluran pernapasan yang berpotensi paling tinggi menyebabkan terkena ISPA ialah saluran pernapasan bawah.
Ketiga, paru-paru basah atau pneumonia. Disebabkan oleh infeksi virus yang menyebabkan peradangan pada kantung udara di paru-paru. Salah satu penyebabnya ialah polusi udara yang masuk ke paru-paru dan menyebabkan terjadinya peradangan.
Jika terjadi pada jangka waktu lama, kandungan berbahaya tersebut akan bertumpuk dan membuat kondisinya semakin buruk.
Keempat, bronkopneumonia. Salah satu jenis pneumonia yang disebabkan oleh infeksi virus pada saluran udara (bronkus) dan kantung udara (alveolus).
Menyebabkan menyempitnya saluran udara yang berdampak pada berkurangnya pertukaran udara dengan darah. Salah satu penyebabnya ialah polusi udara.
Keempat, kanker paru-paru. Tumbuhnya sel-sel ganas yang tidak terkendali pada jaringan tubuh yang dalam hal ini terjadi dalam organ paru-paru.
Mengutip CNN Indonesia, Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) pada tahun 2013 mengklasifikasikan polusi udara luar ruangan sebagai faktor penyebab kanker paru-paru.
***
Dampak terhadap Jantung –dan juga sistem peredaran darah lainnya. Dalam laman resmi Kementerian Kesehatan RI, artikel yang ditulis oleh Sri Aryanti –dokter sekaligus kepala seksie penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa Dinas Kesehatasan Provinsi Lampung- berjudul Dampak Pencemaran Udara terhadap Hipertensi (2019).
Aryanti menjelaskan, setiap 5 mikrogram per meterkubik PM2.5, meningkatkan resiko hipertensi atau darah tinggi sebanyak 22 persen pada orang yang tinggal di daerah tinggi polusi, dibandingkan daerah yang rendah polusi.
Terlebih perempuan yang sering terpapar tingkat polusi tinggi, lebih berpotensi menderita hipertensi.
Juga menjelaskan hasil dari temuan lain, yang membuktikan polusi udara berdampak pada hipertensi.
Pertama, mengutip jurnal European Heart Journal, orang dewasa dengan umur yang di dua lokasi berbeda, yaitu polusi tinggi lebih rentan hipetensi dibanding dengan daerah polusi rendah.
“Melihat dari paparan polusi tinggi jangka panjang dengan tingginya kasus dan penggunaan obat anti hipertensi,” menurut Barbara Hoffman seorang epidemilog lingkungan sekaligus pemimpin penelitian tersebut.
Hipertensi atau darah tinggi sendiri merupakan faktor resiko utama pemicu penyakit lainnya. Seperti kerusakan organ ginjal, jantung, dan otak atau stroke.
Keberhasilan pengendalian hipertensi akan menurunkan resiko penyakit tadi. Selain menyelamatkan manusia, mengurangi beban ekonomi, dan sosial bagi keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Penyakit jantung koroner sendiri disebabkan adanya penumpukuna kalsium atau bahan lain seperti lemak di arteri yang membuat darah sulit mencapai jantung dan area tubuh lainnya.
Didukung Artikel lainnya dari Tirto.Id mengutip riset Physicians for Social Responsibility berjudul How Air Pollution Contributes to Hearth Disease. Bahwa menghirup polusi udara dapat menyebabkan aterosklerosis –penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh penumpukan plak di dinding pembulu darah.
Penumpulkan plak akan mengentalkan arteri yang membatasi aliran darah, nutrisi dan oksigen. Yang menyebabkan penyakit jantung koroner, serangan jantung, atau stroke.
Didukung juga dengan CNN Indonesia, yang mengutip penelitian berjudul Air Pollution Exposure and Cardiovascular Disease oleh Byeong-Jae Lee dan tim pada Toxicological Research. Menjelaskan bahwa polusi udara dan peningkatan tekanan darah berkontribusi peningkatakan resiko penyakit jantung.
Partikulate Matter (PM) berkaitan erat dengan peningkatan tekanan darah secara signifkan.
***
Dampak terhadap Kulit. Organ luar yang bersentuhan langsung, berfungsi sebagai pertahanan pertama tubuh, dan merasakan langsung panas dari udara -selain hidung yang mencium dan menghirup udara kotor.
Ancaman penyakit kulit ketika udara atau lingkungan yang kotor, ialah.
Pertama, iritasi kulit, disebabkan terpapar sumber polusi –baik dari dalam atau luar rumah- seperti asap kendaraan atau detergen pencuci pakaian, iritasi kulit beresiko bagi mereka yang memiliki kulit sensitif atau mereka yang memiliki riwayat alergi kulit.
Selain itu, kulit juga akan memproduksi antioksidan dan melepas melanin –berfungsi melindungi jaringan kulit di bawahnya- secara berlebih –yang buruk secara jangka panjang dan menghasilkan flek hitam.
Kedua, ialah jerawat, polusi menyebabkan kulit menghasilkan banyak sebum –minyak alami dalam kulit yang berfungsi untuk melembapkan kulit dan mencegah pertumbuhan bakteri di kulit- akan tetapi jika sebum meningkat, kulit wajah akan berminyak dan menghasilkan jerawat –disebabkan minyak dan kulit mati menutup pori-pori kulit menghasilkan peradangan.
Ketiga, ialah rusak dan terhambatnya produksi kolagen –semacam protein- dalam kulit, kolagen berperan dalam menjaga kekenyalan, kekencangan kulit, dan meregenerasi kulit. Terhambatnya produksi kolagen berdampak pada kulit yang menjadi kering dan kusam.
Keempat, ialah munculnya alergi kulit, yang menyebabkan seseorang mengalami gejala berupa muncul ruam dan bentol di kulit, gatal-gatal, dan kulit kering, terkhusus bagi mereka yang memiliki kulit sensitif.
Kelima, menyebabkan kanker kulit, kanker –tumbuh nya sel-sel ganas yang tidak terkendali pada jaringan tubuh- yang tumbuh di jaringan kulit.
Ditandai dengan perubahan pada kulit –muncul benjolan, bercak, atau tahi lalat dengan ukuran tidak normal-, disebabkan salah satunya ialah faktor eksternal di mana udara yang terkontaminasi zat karsinogenik –pemicu kanker-, misal asap rokok.
***
Selanjutnya, yang dapat dirasakan tubuh kita ialah, masalah terhadap kesehatan mental –yang mempengaruhi perasaan, keputusan, kognitif atau pikiran, perilaku dan tentu berdampak pada organ tubuh lainnya.
Di antara sesaknya Kota Bekasi, ada yang tersisa dalam pikiran masyarakatnya. Di balik peristiwa itu, ada kondisi psikologis yang dapat di pelajari.
Dalam temuan berjudul The Current Status of Urban-Rural Differences in Psychiatric Disorders (2010) -dikutip dari BBC Indonesia- yang memetakan sejumlah penelitian, menghasilkan kesimpulan bahwa orang-orang di perkotaan menderita gangguan kejiwaan, suasana hati, dan kecemasan. Sehingga menyarankan bahwa program urbanisasi, mensyaratkan adanya pelayanan kesehatan jiwa.
Didukung dari artikel KlikDokter berujudul Hubungan Antara Polusi Udara dan Gangguan Mentalditulis oleh Alvin Nursalim, menjelaskan penelitian di Korea, bahwa kelompok orang yang menerima paparan polusi udara, menunjukan gejala depresi dan berpikir untuk bunuh diri.
Selain itu, artikel Jangan Remehkan Pengaruh Polusi pada Kesehatan Mental di Kompas.com mengutip psikolog Veronica Adesla, yang menyebutkan hasil penelitian di Amerika Serikat, bahwa paparan polusi udara saat bayi hingga anak-anak, menyebabkan peningkatan kecemasan dan depresi ketika memasuki usia 12 tahun.
Penyebabnya ialah jika manusia terpapar terus menerus PM2.5 dan O3 mengakibatkan kerusakan neurovaskular, yang menggangu sistem saraf menyebabkan tekanan pada otak manusia.
Partikel tersebut –PM2.5, PM10, dan O3- terbawa kedalam sistem pernapasan dan turut serta terbawa hingga ke otak, sehingga partikel yang berkumpul dan berakumulasi menggangu kinerja otak serta mengubah struktur otak.
***
Terakhir, berkaitan dengan kualitas hidup manusia, bersumber dari Pemerintah tepatnya Kementerian Kesehatan bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) dengan artikel berjudul Pencemaran Udara dapat Pengaruhi Tubuh, Otak dan Perilaku Kita Hingga Mungkinkan Tindak Kriminal -yang diterjemahkan dari artikel BBC berjudul How Air Pollution is Doing More Than Killing Us (2019).
Artikel tersebut mencatat beberapa penelitian penting.
Temuan Sefi Roth tahun 2011 berjudul Air Pollution, Educational Achievements, and Human Capital Formation, di mana menjelaskan bahwa pelajar yang terkena dampak polusi udara, menyebabkan kualitas pendidikan -ujian, prestasi, dan sekolah- dan kualitas hidup ke depan menurun.
Temuan di tahun 2016 –mendukung temuan Sefi Roth- berjudul Air Pollution and Worker Productivity oleh Matthew, menunjukan bahwa polusi udara dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas.
Korelasi tersebut didapatkan oleh Roth dan timnya dengan mengikuti udara –berbentuk awan di langit- yang buruk mengarah ke satu kota dan hanya terjadi kejahatan di satu kota tersebut selama 2 tahun.
Menemukan bahwa polusi udara dapat berujung pada enam kategori kejahatan utama –pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, pencurian, dan penyerangan. Meski penelitian tersebut, dipengaruhi beberapa faktor lainnya.
Kebijakan Ekonomistik
Kehadiran negara wajib untuk melindungi masyarakat, terlebih masalah kesehatan. Secara normatif Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H Ayat 1 mengamanatkan,
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Cara menyelamatkan manusia dari pesakitan, bukan hanya menyediakan rumah sakit. Akan tetapi dengan menyelamatkan lingkungan, juga sekaligus menyelamatkan manusianya dari potensi pesakitan karena lingkungan hidup yang buruk.
Akan tetapi, dalam artikel Walikota Tolak Klaim Udara Bekasi Lebih Buruk dari Jakarta (2019) Pepen sapaan Eks-Walikota Bekasi, Rahmat Effendi menolak klaim udara buruk di Bekasi lebih buruk dari pada di Jakarta. Dengan dalih, kendaraan di DKI Jakarta jauh lebih banyak daripada Kota Bekasi.
Menariknya, jika Anies Baswedan ingin mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Rahmat Effendi berpendatapat jika ada pengurangan kendaraan bermotor, sama dengan melorotnya laju ekonomi di Kota Bekasi. “Tidak bisa (menekan jumlah kendaraan bermotor). Karena, saat kita tekan kendaraan bermotor, ada produksi nasional yang mengimbangi tenaga kerja yang ada.”
Pabrik motor dan mobil Kota Bekasi adalah bagian integral dari kepentingan provinsi dan nasional, “Tidak bisa, apalagi produksi itu menyangkut tenaga kerja.” Ke depan jika dikurangi, maka tidak ada aktivitas, yang berakibat pada ekonomi masyarakat memiliki daya beli rendah, “Terus terjadi inflasi tinggi di sini, laju ekonominya rendah.”
Di tahun 2019 sendiri, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bekasi mencatat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bekasi pada 2019 senilai Rp. 98,13 Triliun. Dari keseluruhan tersebut, bidang perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor mencapai 23 persen.
Pendekatan ekonomi, banyak menjadi faktor penentu kebijakan. Ada harga yang harus dibayar dari kebijakan seperti ini.
Akan tetapi, tidak selalu kota dengan kendaraan pribadi jumlah nya kecil, kemajuan ekonomi nya rendah. Dan sebaliknya, tidak selalu kota dengan kendaraan pribadi jumlah nya banyak, kemajuan ekonomi nya tinggi. Belanda, Jerman, atau negara skandinavia, misalnya.
Dan perlu diingat tugas pemerintah –negara ataupun daerah- sebagai pelindung hak dasar masyarakat, salah satunya kesehatan.
***
Atau setidak-tidaknya Pemerintah Kota Bekasi hanya cukup menjalankan peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Kota Bekasi sendiri dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 11 Tahun 2018 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Atau dengan kata lain Perda tersebut, tidak di jalankan.
Dalam Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2018 terdapat beberapa perihal penting. Di antaranya berkaitan dengan mempertahankan kualitas udara di bawah baku mutu –yang seharusnya saat ini ditambah ‘mempertahankan dan mengembalikan’.
Selain itu, 5 lainnya, pertama, mempertahankan dan mengembalikan fungsi lahan resapan air. Kedua, menurunkan tingkat pencemaran air permukaan di bawah baku mutu kualitas air.
Selanjutnya ketiga, mewujudkan RTH publik dan privat minimal seluas 30% dari luas kota. Keempat, mengendalikan pembangunan pada area yang memiliki kontribusi pada jasa lingkungan hidup. Kelima peningkatan kapasitas aparat dan masyarakat terhadap terwujudnya pembangunan berkelanjutan.
Untuk menkonfirmasi dan mendapatkan jawaban yang pasti atas lingkungan hidup – termasuk juga emisi gas buangan kendaraan pribadi. Jurnalis Kebijakan.co.id telah menghubungi Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perhubungan Kota Bekasi melalui surat elektronik resmi.
Dan khusus Dinas Lingkungan Hidup melalui telefon call center Pemerintah Kota Bekasi, namun setelah diterima nomor adminnya tidak terdaftar. Namun tidak kunjung mendapatkan balasan.
***
Sederhana untuk menggambarkan relasi tugas negara sebagai penjaga lingkungan sekaligus pelayan masyarakat. Layaknya tukang parkir dalam minimarket di sekitaran kota Bekasi.
Ia menjaga dan juga mengatur motor ke luar masuk, menjaga dari maling, dari hujan, dari panas, dan mengatur agar tidak berantakan, agar akses ke luar masuk lancar, agar tidak terjadi konflik antar pengguna motor karena rebutan tempat parkir.
Setelahnya kita membayar tukang parkir tersebut -dalam konteks negara ialah dengan pajak. Hasilnya belanja kita lancar -dapat memenuhi kebutuhan- tanpa harus berkonflik dalam mengakses pasar atau minimarket -menyebabkan potensi tidak dapat memenuhi kebutuhan-, aset -kendaraan bermotor- terjaga dan berkelanjutan.
Berbeda jika, tanpa tukang tukang parkir –dianalogikan tanpa negara-, berpotensi chaos atau konflik, bisa jadi pencurian kendaraan bermotor, yang terburuk ialah pencurian atau penjarahan pasar tersebut.
Atau negara yang memonopoli atau menguasai pasar, artinya negara menyediakan bahan-bahan –yang seharusnya ada minimarket tersebut- hadir di masyarakat, dengan cuma-cuma atau murah.
Jika pengendara motor -masyarakat- dan tukang parkir -negara- telah bersepakat untuk melindungi aset motor -hak-hak dasar seperti kesehatan- dalam karcis -konstitusi atau undang-undang- maka harus dilakukan.
Adi Fauzanto-27 April 2022 (13.57 WIB)-#64 Paragraf
5 April 2022, hujan mengguyur Kota Bekasi. Durasinya tidak lama, tepatnya dari siang menuju sore hari. Akan tetapi hujannya cukup deras. Parahnya, hampir seluruh Kota Bekasi terdampak banjir –memang sudah dari dahulu seperti ini. Seakan, hujan membuktikan buruknya tata kota di Bekasi, salah satunya. Lainnya, kemacetan dan panas, juga seakan membuktikannya. Dari peristiwa ini, Kebijakan.co.id hadir.
***
Bekasi, Kebijakan.co.id — Jalan yang sempit dan perumahan yang padat, menghasilkan pengguna kendaraan bermotor berlebih, sehingga macet tidak terhindarkan.
Salah satu syarat pembangunan kota urban -dengan tingkat perpindahan penduduk yang tinggi- ialah menyediakan transportasi publik yang layak, sehingga penggunaan kendaraan pribadi berkurang.
Jika dilihat dari tahun 2018 menuju 2020 kepemilikan kendaraan pribadi berkurang tetapi tidak terlalu signifikan, dan ada kemungkinan di tahun 2020 turun dikarenakan deflasi –ekonomi nasional melesu secara 2 quartal terus menerus- dampak pandemi.
Misalnya, kendaraan sepeda motor -dalam data BPS Kota Bekasi-, tahun 2018 terdapat 1.248.185 motor, naik di tahun 2019 terdapat 1.249.077, dan turun di tahun 2020 terdapat 1.184.383.
Dari data tersebut, lalu melihat transportasi publik di Kota Bekasi, terdapat Commuter Line Kota Bekasi menjadi pusat nya –itu juga hanya bagian Bekasi Barat yang terkena dampak secara langsung.
Lalu Transpatriot yang masih seumur jagung dengan 3 koridor nya, ditambah masalah pandemi yang membatasi gerak fisik. Lalu angkutan umum, yang mengarah kesana –stasiun Bekasi-, selain itu lainnya mengarah ke pusat keramaian –seperti pasar atau terminal besar antar kota dan provinsi.
Selain itu, bantuan dari proyek Integrasi Jakarta angkutan publik Ibu Kota berupa Mikrotrans, atau Transjakarta yang melintasi sebagian Kota Bekasi –khususnya yang berbatasan dengan Jakarta.
Data Dinas Perhubungan Kota Bekasi mencatat total ada kurang lebih 78 trayek, 3 di antaranya merupakan Transpatriot –yang kini hanya aktif 1 trayek menurut Eks-Walikota Bekasi. 3 lainnya bertrayek M, dua bertrayek G, sisanya K.
Praktis hanya KRL yang optimal untuk mengankut banyak orang –itu juga tidak ada dalam trayek Dinas Perhubungan Kota Bekasi.
Selain itu ambil contoh, dalam salah satu trayek di atas. K-44 yang melintasi Komsen – Jalan Raya Wibawa Mukti – lalu menuju cibubur hingga masuk tol menuju Kampung Rambutan.
Ada beberapa hal yang menjadi permasalahan, pertama, yaitu waktu yang tidak tepat, selalu ngetem untuk menunggu penumpang penuh, jika tidak maka setoran pengemudi –yang selalu bergantian ini- tidak akan mencapai target setoran perhari nya.
Sebenarnya, tidak mengapa jalur trayek yang memutar untuk beberapa kondisi, asalkan tetap tepat waktu agar estimasi nya dapat diperkirakan.
Kedua, terkait keamanan, keselamatan, dan kenyaman seharusnya menjadi prioritas penumpang. Akan tetapi jika ‘cap’ atau ‘tanda’ berbahaya sudah melekat dalam transportasi ini, diperlukan beberapa perubahan, terkhusus jika perempuan yang menjadi target kejahatan akan statusnya.
Kedua kondisi ini, praktis menyebabkan berkurangnya penaik angkutan umum, sehingga angkutan umum pun berkurang.
Sebaliknya, jika kedua ini terjamin, maka masyarakat umum sudah bisa dipastikan akan memilihnya –walaupun perlu ada beberapa tambahan atau pengembangan teknologi yang mempemudah mengakses transportasi umum.
Belajar dari Jakarta
Tidak ada perubahan yang signifikan (berdampak) terkait transportasi publik di Kota Bekasi. Kondisi nya berbeda dengan Ibu Kota DKI (Daerah Khusus Ibukota) Jakarta, yang pada tahun 2021 mendapat Sustainable Transport Award (STA) yang diselenggarakan –sekaligus mensponsori- oleh Institute for Transportation & Development Policy (ITDP).
STA dinilai oleh komite juri yang terdiri dari ITDP sendiri, World Bank, International Council for Local Environment Initiatives (ICLEI), Clean Air Asia, dan World Resources Institute (WRI) Ross Center for Sustainable Cities. Sedangkan penyelenggara lainnya seperti Asian Development Bank (ADB), Amend, Despacio, Bus Rapid Transit (BRT) Centre of Excellence, GIZ, dan CAF.
Indikator nya ialah memiliki solusi transportasi yang ditunjukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan perbaikan kualitas kehidupan urban masyarakat perkotaan.
Pertama, mengintegrasikan semua moda transportasi –baik secara fisik maupun pembayaran. Kedua, melakukan penataan terminal atau stasiun atau pangkalan –tempat berkumpul atau transit transportasi publik- serta menambah infrastruktur fisik untuk pejalan kaki.
Ketiga, melakukan pembatasan kendaraan bermotor dengan mengubah parkiran menjadi area usaha ekonomi kreatif. Keempat, yang menjadi rencana selanjutnya ialah menaikkan tarif parkir di pusat kota serta menerapkan sistem ERP (electronic road pricing) atau jalan berbayar di jalan-jalan utama.
***
Ada beberapa hal yang menjadi titik pembelajaran dari DKI.
Pembelajaran pertama, adanya political will atau kemauan politik dari pemerintahan daerah untuk mengatasi kemacetan, bukan dengan hanya memperlebar jalan atau mengedukasi pembatasan penggunaan kendaraan pribadi, akan tetapi dengan menyediakan sistem transportasi publik yang efisien, murah, nyaman, dan aman.
Pembelajaran kedua, adanya kesinambungan pengembangan transportasi publik dari masa ke masa. Setiap periode menghasilkan satu optimalisasi moda transportasi publik. Pertama, yaitu BRT (Bus Rapid Transit) atau yang dikenal dengan Transjakarta yang diinisiasi oleh Sutiyoso dimulai tahun 2004.
Kedua, yaitu Commuter Line atau biasa dikena dengan KRL (Kereta Rel Listrik) yang dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia, yang dimulai dari tahun 2008 di Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tanggerang-Bekasi).
Ketiga, yaitu MRT –Mass Rapid Transit atau Moda Raya Terpadu dalam bahasa Indonesia- diinisiasi oleh Habibie sebagai Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi tahun 1985.
Pembangunan dimulai ketika era Fauzi Bowo di tahun 2008 -saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi proyek nasional tahun 2005- dengan penempatan batu pertama di era Joko Widodo ditahun 2013 dan selesai tahap pertama yang di uji coba ketika era Anies Baswedan tahun 2019.
Keempat, Mirkotrans, semacam angkot akan tetapi lebih baik dari sisi fasilitas. Seperti fasilitas pendingin udara, informasi rute, serta fasilitas keamanan seperti kamera pengawas, pemecah kaca, alarm tanda bahaya, dan sabuk pengaman.
Mikrotrans ditunjukan untuk menghubungkan transportasi publik lainnya, seperti Transjakarta dan KRL. Mikrotrans, diinisiasi di era Anies Baswedan.
Kelima, Angkot –sebutan pendek dari Angkutan Umum- yang diperbaharui kedalam sistem digital –didalamnya integrasi rute, manajemen, hingga pembayaran- menjadi JakLingko –termasuk didalamnya Mikrotrans, Transjakarta, KRL. JakLingko diinisiasi di tahun 2020 di era Anies Baswedan.
Pra-syarat adanya kesinambungan di antara kelima moda transportasi yang sudah berjalan ialah tidak pernah puas berinovasi untuk menyelesaikan masalah yang ada. Mendobrak yang sudah ada di era sebelumnya –mendobrak bukan berarti menghapus akan tetapi melengkapi dan memperbaiki yang kurang.
Pembelajaran ketiga ialah, keterbukaan akan masukan. Dibuktikan dengan kerjasama dengan pihak ‘luar’ yang disebut dengan think tank atau lembaga pemikir sebagai konsultan atau pemberi masukan dalam memikirkan, membentuk, menjalankan, hingga mengevaluasi kebijakan publik, dalam hal ini berkaitan dengan transportasi publik.
Tentu untuk mencegah adanya konflik kepentingan lembaga konsultan dan agar optimal tugasnya –masukan dan proyek- nantinya, pengadaan jasa konsultan untuk proyek transportasi publik memerlukan keterbukaan dan transparansi.
Pembelajaraan keempat ialah, adaptasi di era-digital. Dengan memanfaatkan sistem pembayaran satu pintu sekaligus satu kartu, sehingga memudahkan transaksi transportasi publik –tentu harus ada campur tangan bahkan dikelola oleh pemerintah daerah sebagai pemilik wewenang.
Kota Bekasi, saat ini, praktis belum seperti DKI Jakarta. Memang, anggaran Ibu Kota Indonesia lebih besar, dibandingkan dengan kota kecil, yang fungsi nya sebagai penyanggah –sekaligus bukan ibukota provinsi.
Akan tetapi jika Kota Bekasi tidak memanfaatkan yang ada, sekaligus mengikuti perkembangan yang ada, apalagi manfaat dan perkembangan di depan mata –melihat Kota Jakarta-, sungguh tidak elok.
Catatan untuk Jakarta
Namun, ada beberapa hal yang menjadi catatan untuk DKI Jakarta. Seperti yang diulas dalam artikel Dilema Naik Transportasi Umum di Ibu Kota (2021) oleh Kompas.com, catatan tersebut di antaranya.
Catatan pertama, membangun transportasi publik, ialah membangun dengan cara pandang pejalan kaki. Dikarenakan target pengguna transportasi publik, bukan pengguna kendaraan pribadi yang bermotor. Konsekuensi nya ialah prioritas utama dari pejalan kaki dibandingkan dengan pengguna kendaraan bermotor.
Misalnya, ketika dibangunnya pagar pembatas stasiun KRL pada pintu masuk atau keluar, yang nantinya diarahkan menuju Jembantan Penyebrangan Orang (JPO). Hal tersebut dikeluhkan oleh para pengguna transportasi publik –tidak efisien dan lelah, khususnya yang berkebutuhan khusus, seperti ibu hamil, lansia, atau anak-anak.
Kedua, perbandingan waktu dan biaya ketika menggunakan kendaraan pribadi dan transportasi publik. Estimasi keduanya perlu diperhitungkan, untuk memutuskan masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi publik.
Mulai dari biaya yang dikeluarkan bensin dan biaya yang digunakan untuk tiket transportasi publik. Lalu penghitungan waktu antara kendaraan pribadi dan transportasi publik, mulai dari keluar rumah hingga tempat tujuan.
Selain itu di tahun 2021 –di tahun yang sama dengan penghargaan STA. Terdapat 508 kecelakaan Transjakarta, dengan 43 kasus perbulannya. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Kelaikan dan Keselamatan Dewan Transportasi Kota Jakarta, Prayudi.
Menurut Pengamat Transportasi Djoko Setijawarno -dalam Artikel HarianKompas berujudul Sopir Transjakarta, Satu Kemudi Beda Nasib (2021)– mengatakan kecelakaan terjadi karena imbas buruknya manajemen Transjakarta. Kedepan, menurut Djoko, seperti PT. KAI, Transjakarta harus membentuk dan memiliki Divisi Keselamatan.
Catatan lainnya datang dari Ade Armando yang ditulis dalam kolom nya di Tagar.Id berjudul Daftar Kejanggalan Anies Pahlawan Transportasi Dunia (2021), berkaitan dengan hubungan antara STA dan penyelenggara nya yaitu ITDP, yang dicurigai menguntungkan DKI Jakarta sebagai pemenang di karenakan kerjasama yang dilakukan sebelumnya oleh Pemerintahan Provinsi DKI, dan beberapa isu kolusi –konflik kepentingan- lainnya, seperti pengangkatan Eks-Direktur ITDP yaitu Yoga Adiwinarto menjadi Direktur Teknik dan Fasilitas Transjakarta.
Tercatat ITDP, juga turut menginisiasi adanya Transjakarta di era Sutiyoso. Dalam Artikel BisnisNews.id berjudul Salut, Penumpang Transjakarta Tembus 1 Juta Orang Sehari (2020), Darmaningtyas, yang juga sebagai Eks-Direktur ITDP, mengatakan telah mendukung, mengawal, dan memantau sejak direncanakan ketika era Sutiyoso hingga era Fauzi Bowo. Meski ketika itu, proyek Transjakarta disorot tajam karena dugaan praktik korupsi.
Tidak Layak Transportasi Publik
Melacak sepak terjang transportasi publik Kota Bekasi, cukup berkembang. Di tahun 2019, Pemerintah Kota Bekasi melalui Wali Kota nya saat itu, Rahmat Effendi, bekerjasama dengan start-up (perusahaan rintisan) teknologi bernama TRON-Transportasi Online Indonesia berbasis app untuk memudahkan pembayaran pada angkot di kota Bekasi dan mencegah ngetem.
Akan tetapi di tahun 2022, angkot yang bekerjasama di Kota Bekasi tidak cukup signifikan. Dan justru berpotensi membuat kemacetan, karena sistem ‘pemesanan pribadi’ angkot tersebut. Bukan sistem yang terjadwal.
Sedangkan Transpatriot yang diresmikan tahun 2017 akhir, menurut Rahmat Effendi dalam Radar Bekasi dengan artikel Dorong Peremajaan Angkot (2021), operasional bus tidak berjalan dengan lancar.
Sebabnya, dikarenakan subsidi yang memberatkan –dalam kata lain rugi cukup besar. Di lain sisi keinginan untuk mengembangkan angkot yang ada, dipinggirkan karena dana prioritas Transpatriot tadi cukup besar.
Untuk mengkonfirmasi kembali kebenaran tersebut. Jurnalis Kebijakan.co.id telah menghubungi melalui surat elektronik resmi Dinas Perhubungan Kota Bekasi dan mengirim nya langsung, namun belum kunjung mendapatkan balasan.
***
Tentu jika melihat DKI Jakarta, terdapat 4 langkah yang tidak di lakukan oleh Pemerintah Kota Bekasi.
Pertama, berani merugi di awal demi warga dan keberlanjutan kota. Joko Widodo dalam artikel Sejarah MRT Jakarta (2019) oleh Kumparan, mengenang ketika detik-detik penentuan proyek nasional MRT.
Joko Widodo menjelaskan keputusan membangun MRT murni keputusan politik, alih-alih mencari keputusan melalui untung-rugi secara investasi, “Transportasi massal itu, rugi!”. Sebab, pembangunan MRT semata-mata ditunjukan untuk Jakarta menjadi kota yang lebih baik.
Kedua, ialah tidak melibatkan ahli atau konsultan yang memang fokus pada transportasi publik. Tidak harus ITDP, lembaga lainnya tidak mengapa, setidaknya melibatkan universitas, sebagai lembaga objektif.
Fungsi dari lembaga konsultan ialah memberikan masukan secara objektif dan pertimbangan langkah-langkah kebijakan yang matang dan terukur.
Ketiga, ialah melakukan integrasi angkutan publik kedalam Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sehingga dapat mengoptimalkan operasional dan model bisnisnya, mulai dari sumber daya manusia (SDM), pembayaran digital, perawatan, hingga mengintegrasikan moda transportasi yang ada.
Keempat, usaha mempersempit penggunaan kendaraan pribadi dan membangun infrastruktur untuk pejalan kaki. Di Jakarta, dahulu dikenal 3 in 1, mewajibkan satu mobil terdapat tiga orang dalam jalan-jalan utama, akan tetapi kebijakan tersebut dicabut karena banyak kecurangan terjadi di lapangan.
Di lanjutkan inovasi kebijakan terbaru yaitu Ganjil-Genap saat diterapkan dalam Asian Games tahun 2018, lalu kebijakan tersebut dinilai efektif mengatasi macet. Selain itu, juga membangun pedestrian –tempat berjalan kaki-, JPO, dan jalur sepeda di sepanjang jalan utama.
***
Di artikel yang sama dengan dengan Rahmat Effendi, Harun Al Rasyid selaku Ketua Dewan Transportasi Kota Bekasi, juga mengatakan hal serupa. Pertama, Transpatriot dapat bernilai ekonomis jika armada tersedia dan menyediakan layanan rute dalam jumlah banyak.
Kedua, angkot sebaiknya dikelola oleh badan usaha guna mengefesiensi biaya dan memang merupakan kewajiban pemerintah untuk menyediakan transportasi publik yang layak.
Ketiga, menyarankan hal yang dapat dilakukan untuk menarik lebih banyak masyarakat menggunakan transportasi umum, misal, menaikkan tarif parkir kendaraan pribadi dan mengutamakan infrastruktur jalan untuk kendaraan umum serta pejalan kaki.
Kebijakan transportasi massal di Surakarta tidak lepas dari usulan berbagai elemen masyarakat. Baik yang dilakukan secara formal, melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) di lapisan-lapisan masyarakat atau secara informal, melalui berbagai forum masyarakat.
Usulan tersebut berangkat dari pandangan masyarakat bahwa kebijakan transportasi publik pemerintah daerah Surakata belum mencukupi –belum layak-, sehingga masyarakat masih kesulitan untuk mengakses transportasi publik yang murah dan aman.
Dalam hal ini, cara masyarakat surakarta berpartisipasi setidak nya ada 3 cara.
Pertama, melalui Musrenbang. Kedua, melalui public hearing atau mendengar suara publik melalui komunitas atau media massa. Baik itu diinisiasi oleh pemerintah lokal ataupun masyarakat sendiri. Ketiga, melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Namun menurut Priyatno, partisipasi masyarakat belumlah cukup, harus dilengkapi dengan arah lainnya –berarti dua arah-, yaitu dibutuhkannya pemerintah yang terbuka, mau mendengar, dan mampu menindaklanjuti ide atau aspirasi dari masyarakat.
Di Surakarta sendiri transportasi publik ditunjukan untuk masyarakat menengah ke bawah, yang tidak mendapatkan aksesibilitas transportasi yang baik. Akan tetapi, transportasi publik merupakan investasi besar dan jangka panjang, kebijakan ini kedepan juga harus mengjakau semua kalangan di Surakarta.
Adi Fauzanto-27 April 2022 (13.48 WIB)-#65 Paragraf
5 April 2022, hujan mengguyur Kota Bekasi. Durasinya tidak lama, tepatnya dari siang menuju sore hari. Akan tetapi hujannya cukup deras. Parahnya, hampir seluruh Kota Bekasi terdampak banjir –memang sudah dari dahulu seperti ini. Seakan, hujan membuktikan buruknya tata kota di Bekasi, salah satunya. Lainnya, kemacetan dan panas, juga seakan membuktikannya. Dari peristiwa ini, Kebijakan.co.id hadir.
***
Bekasi, Kebijakan.co.id — Melihat kondisi jalan yang sudah dibahas dalam artikel sebelumnya dalam serial liputan ini, Jalan Raya Wibawa Mukti –terdapat beberapa rumah dewan.
Kondisi jalan tersebut hanya terdapat satu jalur mobil –dua jika dua arah-, di tambah beberapa cabang pertemuan jalan yang menyebabkan tersendat, di antara cabang tersebut terdapat kantung perumahan yang banyak, serta gudang-gudang industri yang banyak di simpangi truk besar dan jalan tersebut melintasi banyak sekolah –baik dari TK, SD, SMP, SMA, hingga Pendidikan Tinggi.
Terlebih ketika pandemi sedang mengganas di bulan Juni dan Juli tahun 2021, Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sirojul Munir khusus untuk jenazah terinfeksi virus Covid-19 –melewati Jalan Raya Wibawa Mukti. Seringkali harus berhadapan dengan padatnya kendaraan di Komsen –walau sedang pandemi karena akses keluar masuk banyak perumahan.
Ditambah jalan ini merupakan jalan alternatif, dari arah cibubur menuju TOL dalam Kota dan Cikampek serta Terminal Bus dalam Kota juga antar Kota-Provinsi, dan juga tedapat terminal kecil angkutan umum Kota Bekasi.
Di sisi luar Komsen –bukan mengarah ke Jalan Raya Wibawa Mukti- merupakan lalu-lalang Truk Sampah (Jakarta-Bekasi) menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gerbang.
Lokasi tersebut (Komsen) juga merupakan tempat nongkrong, didukung dengan restoran waralaba terkenal dari Amerika, mulai dari ayam –seperti KFC dan MCD -, donat dan kue –Domino, Dunkin Donnuts, dan Holland Bakery-, hingga kopi –Starcbuck-, serta restoran waralaba lokal besar lainnya mengikuti –seperti J.CO dan Bread Talk.
Tak jarang, meski bukan jam-jam sibuk –seperti jam 7 pagi atau 5 sore. Jalan Raya Wibawa Mukti -dan Komsen tentunya- memiliki kepadatan yang merayap. Jika kondisi jam sibuk, kendaraan pribadi pun terkadang tidak bergerak.
Alhasil, beberapa kendaraan mobil atau motor harus melintasi jalan tikus –di samping Jalan Raya Wibawa Mukti- yang muat hanya satu mobil untuk dua arah.
“Ya, memang ini jalan tembus Komsen,” menurut salah satu pemilik toko klontong di jalan tersebut. “Macet nya kalau jam 6, ya, jam pulang kerja,” tambahnya ketika ditanya apakah daerah tersebut macet.
“Sebenernya tidak apa-apa, malah jadi rame (jalannya), paling-paling kalau papasan –ketika dua mobil bertemu dua arah- jadi macet,” tutupnya sambil tersenyum.
Seperti itu, gambaran sederhana dari Jalan Raya Wibawa Mukti. Gambaran sederhana lainnya, ialah ketika satu waktu perjalanan melewati banyak perumahan di Kota Bekasi -salah satunya Komplek Asabri yang juga berada di Jalan Raya Wibawa Mukti-, seringkali tertulis di depan pintu masuk atau pos satpam perumahan tersebut.
Jika masyarakat sudah memiliki kesadaran –bahkan dijadikan prinsip lalu dilaksanakan. Seharusnya pemerintah -di skala manapun- memiliki kesadaran atau prinsip seperti hal tersebut. “Persiapkan dulu segalanya,” jika bisa ditulis dalam setiap gedung pemerintahan.
Adi/Kebijakan.co.id/Siapkan Garasinya Dulu
Terlebih dalam dokumen Revisi RTRW Kota Bekasi tahun 2011-2031, menunjukan bahwa Jalan Raya Wibawa Mukti direncanakan menjadi kawasan perdagangan –sepadan dengan Jalan Raya Jatiwaringin yang dilebarkan menjadi 2 jalur dalam satu arah, walau tetap macet juga.
Begitu juga dalam dokumen RDTR Kota Bekasi tahun Kota Bekasi 2015-2035, Jalan Raya Wibawa Mukti menjadi kawasan atau zona perdagangan dan jasa skala kecamatan.
Untuk membuktikan keseriusan mewujudkan Jalan Raya Wibawa Mukti, kawasan perdagangan. Jurnalis Kebijakan.co.id, mengecek tender –penawaran terbuka untuk publik-pengadaan barang dan jasa –proyek atau konsultan- Kota Bekasi yang berkaitan dengan Jalan Raya Wibawa Mukti sejak tahun 2010.
Di tahun 2015, terdapat 3 proyek. Pertama, rehabilitasi –mengembalikan fungsi- saluran berjumlah satu (proyek); peningkatan jalan berjumlah satu; pengadaan jasa konsultan berjumlah satu. Di tahun 2016, terdapat 7 proyek. Pertama, rehabilitasi jalan berjumlah satu; rehabilitasi saluran berjumlah dua; pemasangan pipa berjumlah tiga; pengecatan berjumlah satu.
Terakhir di tahun 2019. Pertama rehabilitasi jalan berjumlah satu; peningkatan saluran berjumlah satu; pembangunan pagar berjumlah satu.
Dari data tersebut, praktis hanya di tahun 2015 terdapat proyek peningkatan jalan Raya Wibawa Mukti. Akan tetapi proyek tersebut, tepat berada di bundaran Komsen –tepat keluar masuk TOL dalam kota, awal mula kemacetan panjang dimulai.
Proyek tersebut memang menghasilkan dua jalur, tetapi itu juga tidak bisa terhindar dari kemacetan, utamanya sore hari. Karena setelah bundaran tersebut, jalan kembali menjadi satu jalur.
Belum ada proyek signifikan untuk mengatasi macet yang ada. Hanya ada rehabitasi jalan -4 kali dilakukan. Itu pun cepat rusak kembali, karena yang melintas di Jalan Raya Wibawa Mukti, seringkali truk dengan muatan besar.
Data lainnya dari non-tender –penunjukan langsung dari pemerintah atau yang berwenang- berkaitan dengan Jalan Raya Wibawa Mukti.
Terdapat 10 proyek non-tender. Di tahun 2019, terdapat 6 proyek. Pertama, peningkatan saluran berjumlah satu (proyek); Kedua, jasa konsultasi berjumlah tiga –satu berbentuk supervisi atau pengawasan; Ketiga, penataan dan pemeliharaan taman berjumlah satu; Keempat; perbaikan jalan berjumlah satu.
Di tahun 2020 sendiri, terdapat 4 proyek. Pertama, jasa konsultasi berjumlah satu (proyek); Kedua, peningkatan jalan berjumlah satu; Ketiga, pemeliharaan taman berjumlah satu; Keempat, drainase u–ditch berjumlah satu –bisa dikatakan peningkatan saluran.
Dari data non-tender praktis hanya satu proyek yang merupakan peningkatan jalan di Wibawa Mukti –khususnya Jatisari- akan tetapi proyek detail nya tidak jelas, dan tidak dapat diketahui hasilnya.
Selain itu, ada perbaikan jalan di tahun 2019 untuk kelurahan Jatirangga pada Jalan Raya Wibawa Mukti. Di mana perbaikan tersebut berada di ujung jalan Wibawa Mukti yang bukan merupakan daerah macet.
Untuk mengkonfirmasi kebenaran dokumen tersebut, beserta isinya. Jurnalis Kebijakan.co.id telah menghubungi Dinas Tata Ruang Kota Bekasi melalui surat elektronik resmi dan mengirimnya langsung, namun belum kunjung mendapat balasan.
Pembangunan yang Tidak Terintegrasi
Terlihat jelas, ketika rencana pembangunan pusat pertemuan atau titik temu –antara industri, kendaraan umum, jalan tol, kendaraan massa, tempat kuliner rekreasi, sekolah- tanpa membangun jalan raya yang besar dan layak, adalah sebuah kesalahan.
Jalan Raya Wibawa Mukti adalah salah satu contohnya.
Terdapat kisah yang diceritakan oleh A (informan yang tidak ingin diberitahukan identitasnya) yang tinggal di salah satu kantung perumahan di Jalan Raya Wibawa Mukti.
Berlokasi di belakang rumahnya, yang merupakan jalan kecil –hanya cukup satu mobil serta jalannya rusak- akan tetapi terdapat tanah kosong cukup besar. Secara tiba-tiba tanpa sepengetahuannya ingin dibangun satu universitas atau sekolah tinggi kesehatan serta sekolah tingkat kanak-kanak hingga menenangah.
Sebabnya tidak ada pemberitahuan, tanah tersebut berada di luar kompleknya, akan tetapi berada tepat di belakang rumahnya.
Peristiwa seperti ini, bukan berarti menolak pembangunan, akan tetapi pembangunan yang serampangan ditambah kondisi jalan nya tidak mendukung –baik jalan besar atau jalan kecil-, hanya akan menambah masalah.
Secara angka, di Jalan Raya Wibawa Mukti melintasi kurang lebih 21 Sekolah –baik itu sekolah tingkat kanak-kanak hingga tingkat universitas. Angka sekolah tersebut belum dihitung dengan sekolah yang berada di dalam kantung perumahan atau komplek-komplek –hanya yang berada di pinggir jalan yang melihatkan plangnya.
Selain itu, terdapat kantung perumahan besar –yang terdiri lebih dari satu Rukun Warga (RW)- sebanyak 6. Angka tersebut belum termasuk kantung perumahan kecil, seperti kavling-kavling atau klaster–klaster –yang terdiri dari satu Rukun Warga atau bahkan hanya satu Rukun Tetangga- yang sudah semakin menjamur –berada di mana-mana.
Serta kampung-kampung masyarakat yang konon sudah lebih lama tinggal di Jatiasih.
Setelah perumahan terdapat pabrik-pabrik -baik pabrik yang membutuhkan gudang beserta truk besar yang panjangnya memotong seluruh badan jalan ketika keluar masuk atau pabrik yang digunakan sebagai tempat produksi barang yang juga memiliki truk-truk sedang.
Tercatat terdapat 30 pabrik -dan gudang- yang berdiri sepanjang jalan Raya Wibawa Mukti, 3 di antaranya kosong atau sedang dijual gudangya –perhitungan ini masih kasar hanya berdasar kepada pintu keluar masuk pabrik. Ditambah 2 ‘gudang’ perusahaan bus, tempat parkir bus sebelum pergi berkelana.
Tak jarang, truk besar dari gudang tersebut juga membuat rusak Jalan Raya Wibawa Mukti yang memang ditunjukan untuk minibus dan kendaraan roda dua.
Di Tengah Jalan atas Nama Agama
Di tengah kemacetan, tak jarang terdapat satu kotak cukup besar –terkadang terdapat manusia nya- dihiasi serokan untuk ikan atau keranjang, untuk menjaring uang. Kondisi tersebut, dapat dilihat hampir di seluruh jalan penghubung antar kecamatan di depan masjid-masjid besar di Kota Bekasi –tidak hanya di Jalan Raya Wibawa Mukti.
Agenda tersebut bukan hanya mingguan atau terdapat kondisi tertentu –semisal bencana atau perayaan tertentu- akan tetapi berkepanjangan tahunan bahkan lebih. Tujuan nya terkadang, untuk pembangunan masjid. Sialnya, bangunan tersebut tak kunjung selesai.
Hal tersebut, terkadang membuat pengendara dalam bahaya –baik itu pengendara motor, mobil, apalagi truk besar. Tak jarang manusia yang mendapatkan giliran –bagian yang minta-minta- beresiko terserempet kendaraan –tidak apa kalau motor yang menyerempet, jika truk yang melakukan, maka akan berbahaya.
Adi/Kebijakan.co.id/Di Tengah Jalan Atas Nama Agama
Klaster yang Berantakan
Di antara kantong perumahan yang padat di percabangan Jalan Raya Wibawa Mukti, terdapat kondisi lebih jelas bagaimana kondisi kantung perumahan itu. Tepatnya, di salah satu menuju –atau setelah- Komplek Asabri, terdapat klaster yang selesai dibangun tahun 2021 di atas perbatasan perumahan Asabri dan lahan kosong di sebelahnya. Fazza 2 nama klasternya.
Permasalahannya ialah perbatasan tersebut berada lebih tinggi dari perumahan Asabri, dan tempatnya pun masuk melalui jalan kecil –yang dipaksakan untuk dilalui mobil.
Sebelum di bangun klaster, area tersebut merupakan kebun. Dan jalan kecil tersebut, biasanya digunakan untuk memotong jalan menuju Komplek Asabri.
Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan besar? Apakah semua lahan tersisa dengan jalur masuk yang sempit masih bisa dibangun sebuah kantung perumahan –terlebih kondisi medan yang berdekatan dengan medan lebih rendah.
Kondisi tersebut, pernah dialami salah satu informan -yang tidak ingin disebutkan namanya-, RA. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Jalan Raya Wibawa Mukti. Tetapi terdapat juga di Jalan Raya Ratna –menuju Caman dan Jatibening.
Di mana pengembang mengakali untuk membeli satu rumah untuk menjadikannya pintu masuk, menuju lahan kosong untuk dibangun kantung perumahan atau klaster. Sederhananya, ada komplek di dalam komplek, di mana pintu masuk nya merupakan rumah di dalam komplek tersebut.
“Warga di sini sebenarnya menolak, tetapi mau gimana lagi, yang punya rumah ngejual untuk dibangun sebagai pintu masuk.” tutup RA.
Jika cara seperti ini terus terjadi. Ruang terbuka di Kota Bekasi semakin terancam. Atau jika sudah menjadi kebijakan dari pemerintahan daerah, akan tetapi segala persiapan yang mendukungnya tidak dibangun –misal seperti jalan raya yang masih sempit, akses yang sempit, selokan yang tidak disiapkan, ruang terbuka hijau untuk resapan, air tanah yang tidak diperkirakan jumlahnya, dsb- maka hanya akan menambah permasalahan.
Bertanya Rencana Pembangunan
Ada banyak yang seperti Jalan Raya Wibawa Mukti. Misal, Jalan Raya Pekayon yang melintasi pertigaan lurusan Komsen menuju pertigaan Jalan Raya Cut Mutia –jalan utama Kota Bekasi-, yang selalu macet.
Sebab melewati beberapa pusat keramaian seperti Pasar Jatiasih, Komplek Besar Galaxy, Kemang Pratama, dan beberapa swalayan besar, akan tetapi jalannya hanya dapat dilalui satu mobil dalam satu jalur.
Membangun daerah yang padat tanpa mempertimbangkan akses jalannya. Jika kondisi pembangunan tidak teratur tersebut, terjadi begitu saja, maka penyelesaiian adalah perencanaan kebijakan yang matang.
Jika kondisi tersebut sudah disusun dan disengaja pembangunannya tanpa melihat kondisi di sekitar atau mendata titik-titik daerah mana yang terhubung ke daerah pertemuan tersebut, adalah sebuah kesalahan.
Kondisi tersebut harus disadari masyarakat. Mau tidak mau, jika tidak, kondisi kedepan mungkin akan lebih parah.
Dalam satu kasus, banjir misalnya, dikarenakan kantung pemukiman yang padat sehingga mengikis daerah resapan atau ruang terbuka hijau.
Atau dalam keadaan darurat –ketika ada yang dilarikan ke UGD- lalu terjadi kondisi jalan yang tidak memungkinkan atau macet.
Kondisi tersebut pernah dialami beberapa tahun silam tahun 2012-an di Komplek Puri Gading –yang merupakan jalan pintas sekaligus titik pertemuan masyarakat sehingga dijadikan pasar dadakan setiap hari minggunya-, ketika ambulan ingin menjemput lalu mengantarkan pasien yang membutuhkan pertolongan cepat terhambat, hingga tidak dapat tertolong.
Menurut Dahlan, salah satu penjaga di komplek Puri Gading, “jadi itu gatau warga mana, tapi memang ada ambulan waktu itu lewat sini, kebetulan disini kondisinya rame (PKL dan pasar tumpah pinggir jalan). Karena kondisinya gawat, akhirnya dia meninggal di jalan.”
Atau kondisi ketika kebakaran terjadi –baik rumah atau tempat usaha- di mana akses pemadam untuk melakukan tindakan harus cepat dan tepat.
Tentu, jika kondisi seperti ini sudah dipikirkan secara matang, akan memudahkan pemerintah dalam melayani masyarakat. Atau setidaknya tidak menyusahkan masyarakat.
Partisipasi Membangun Kota
Terintegrasi atau keterhubungan adalah kata kuncinya. Pembangunan pusat keramaian atau titik pertemuan, harus melihat kondisi di sekitar, apakah sudah mampu menampung keramaian atau sudah mampu menampung pertemuan dari titik yang berada di sekitaran daerah tersebut.
Jika tidak, hanya akan menambah masalah. Tentu, banyak yang di korbankan. Pertama, masyarakat itu sendiri; Kedua, pelaku industri; Ketiga, petugas –Polisi, Dinas Perhubungan, atau Petugas Rumah Sakit- di lapangan; Keempat, kondisi lingkungan.
Diperlukan integrasi baik secara infrastruktur bangunan fisik atau integrasi pihak-pihak yang mendiami daerah tersebut.
Dalam buku Mewariskan Kota Layak Huni (2017) karya Nirwono Joga, telah dilakukan survei secara nasional pada tahun 2016, salah satunya topiknya ialah gambaran kota di masa depan.
Dari keempat gambaran kondisi perkotaan menurut responden, salah satu di antaranya ialah transportasi dan kemacetan. Responden mengharapkan kota di masa depan ialah kota di mana kondisi nya tidak menimbulkan kemacetan.
Dan cara mewujudkannya menurut responden survei tersebut ialah, pelibatan seluruh pemangku kepentingan dalam pembangunan kota –baik struktur secara vertikal maupun horizontal, mulai dari pemerintah hingga masyarakat tingkat bawah.
Selanjutnya, ialah diperlukan solusi teknis atau praktis dalam perencanaan dan pembangunan kota sekaligus juga manajemen lingkungan hidup di perkotaan.
Survei tersebut setidaknya membuktikan keinginan masyarakat, bahwa kepedulian akan kotanya masih ada dalam membangun gambaran kota di masa yang akan datang.
Seperti yang dikatakan oleh Gunawan Tjahjono -seorang guru besar arsitek Universitas Indonesia- dalam buku Membangun Peradaban Kota (2018) karya Nirwono Joga dan Nirawana, “Kota menentukan peradaban. Warga kota menentukan wajah kota. Membangun warga kota, maka peradaban terbangun.”
Diterbitkan: 27 April 2022
Pukul: 13.48 WIB
Jurnalis: Adi Fauzanto
Daftar Bacaan:
• Nirwono Joga. 2017. Mewariskan Kota Layak Huni. Penerbit Gramedia: Jakarta
• Nirwono Joga. 2018. Membangun Peradaban Kota. Penerbit Gramedia: Jakarta
• Laporan Pengadaan Secara Elektronik Kota Bekasi
• Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 5 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Bekasi 2015-2035
• Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bekasi
• Dokumen Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tahun 2017 tentang Revisi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Bekasi tahun 2011-2031
• Google Maps
• Google Earth
Adi Fauzanto-27 April 2022 (13.19 WIB)-#97 Paragraf
5 April 2022, hujan mengguyur Kota Bekasi. Durasinya tidak lama, tepatnya dari siang menuju sore hari. Akan tetapi hujannya cukup deras. Parahnya, hampir seluruh Kota Bekasi terdampak banjir –memang sudah dari dahulu seperti ini. Seakan, hujan membuktikan buruknya tata kota di Bekasi, salah satunya. Lainnya, kemacetan dan panas, juga seakan membuktikannya. Dari peristiwa ini, Kebijakan.co.id hadir.
***
Bekasi, Kebijakan.co.id — Mengenderai kuda besi di Jalan Raya Kodau menuju Jalan Raya Jatikramat mengarah Pondok Gede, perlu berhati-hati, apalagi jika memakai pakaian serba putih –sekiranya memakai pakaian coklat ala ASN (Aparatur Sipil Negara) mungkin tidak terlalu mengapa.
Sebabnya, jalan tersebut tergenang atau becek di sekitaran tersebut. Baik kondisi terik matahari dan sudah tentu ketika hujan –disertai dengan banjir.
Jika melihat kolam atau aquarium ikan yang tidak dikuras, maka kondisinya akan berlumut, karena terendam air secara terus-menerus tanpa dibersihkan. Kondisi tersebut sama dengan jalan tadi. Warnanya sudah menghijau, ntah sudah berapa lama air menggenang di sana (dibaca: kronis atau kondisi sakit menahun).
Becek abadi, itulah kata yang tepat. Terlebih selokan air di sekitar tidak berfungsi (kondisi: becek satu).
Kondisi nya tidak jauh berbeda dengan di tikungan arah Jalan Raya Kodau menuju Jalan Raya Jatikramat –tidak jauh dari becek abadi yang dibahas sebelumnya.
Beberapa waktu, ketika air limpahan selokan yang tidak tertampung, menjalar menuju badan jalan –baik itu kondisi terik ataupun lainnya. Pengendara –khususnya kuda besi– harus menengah untuk menghindari genangan tersebut (kondisi: becek dua).
Ridzwan (24), seorang mahasiswa pascasarjana yang juga memiliki hobi bermotor bertempat tinggal di Caman, merasa risih ketika melewati jalan tersebut.
Pertama, dikarenakan cipratanbecek tersebut yang mengarah ke badan diri sendiri atau motor yang berada di sekitarnya. Kedua, air yang menggenang tersebut kotor dan bau. Akan Tetapi mau bagaimana lagi, jalan tersebut merupakan jalan utama, “Itukan termasuk jalan utama, penyambung Jatiasih-Pondok Gede.”
Selain itu, terdapat NR (salah satu informan yang tidak ingin disebutkan namanya), yang setiap harinya mengendarai motor untuk berangkat menuju kantornya, menjelaskan kekesalannya, “tidak ada hujan, tetapi basah terus.” Terlebih harus melewati banjir yang cukup tinggi di sepanjang Jalan Raya Kodau, ketika hujan.
Ironinya, kedua becek tersebut tidak jauh dari salah satu rumah petinggi atau DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), yang 2019 lalu mencalonkan diri pada DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Provinsi Jawa Barat daerah pemilihan 8 Kota Bekasi dan Kota Depok sekaligus tim pemenangan Prabowo-Sandi, Athea Sarastiani.
Dalam DPP Partai tersebut, menjabat sebagai Kepala Departemen Promosi dan Pemasaran Wisata –di bawah Wakil Ketua Edhy Prabowo (50), yang merupakan eks-menteri kelautan dan perikanan, terdakwa kasus korupsi benih lobster tahun 2020.
Kembali, bahkan genangan yang kedua berada tepat di depan rumah tersebut, posisinya tepat berada dalam posisi tusuk sate di antara pertigaan Jalan Raya Kodau dan Jalan Raya Jatikramat.
Untuk mengkonfirmasi ironi becek di sekitaran rumah Athea Sarastiani, redaksi Kebijakan.co.id sudah menghubungi melalui facebook dan instagram pribadi –media sosial yang aktif digunakan- dan surat resmi. Namun belum kunjung mendapat balasan –tentu juga tanggapan.
Untuk mencari dan mengkonfirmasi kebenaran –setidaknya benar rumah Athea berada di daerah tersebut. Jurnalis Kebijakan.co.id mendapatkan informasi dari mantan tim pemenangan Prabowo-Sandi, yang juga satu tim dengan Athea Sarastiani.
Becek yang Berbeda
Menelurusi rumah anggota dewan yang jurnalis Kebijakan.co.id melewati sepanjang jalan dari Jatiasih hingga menuju Jatiwaringin –melalui jalan pintas. Dapat terlihat pola yang sama, tetapi dengan kondisi becek yang berbeda.
Misalnya di jalan menuju Puri Gading dari Jalan Raya pintas Wibawa Mukti, terdapat kerusakan jalan yang sudah kronis –menahun- tentu dengan air tergenang -di beberapa waktu.
Berada tepat sebelum –dan juga di depan- rumah Anggota Dewan DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Gerindra, Syahrir (50) –terpilih di daerah pemilihan 9 Kabupaten Bekasi.
Jalan tersebut, akhir-akhir ini diperbaiki, tetapi hanya sebatas penyemenan, itu pun tidak solid –kokoh dan utuh- berpotensi untuk rusak kembali.
Untuk mencari dan mengkonfirmasi kebenaran rumah tersebut, benar merupakan rumah Syahrir. Jurnalis Kebijakan.co.id mencocokan data laman DPRD Provinsi Jawa Barat dengan mengkonfirmasi kebenaran tersebut melalui bengkel kendaraan bermotor di sekitar rumah tersebut.
***
Selain itu, di jalan tembusan menuju Antilope Jatiwaringin, tepatnya di Jalan Angkatan Laut (AL) –menuju komplek AL. Terdapat salah satu rumah dewan, tepat di antara dua kelokan kanan-kiri -jika masuk melalui Jalan Raya Jatikramat lalu belok di Masjid Jami Nurul Huda.
Rumah tersebut, merupakan rumah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) –daerah pemilihan Jawa Barat 6 Kota Bekasi dan Depok-, Mahfudz Abdurrahman (64), yang juga menjabat sebagai Bendahara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS. Jika melihat kondisi sebelumnya, tidak jauh dari rumah dewan terdapat pola nya sama, tetapi kondisi ‘becek’ nya berbeda.
Tidak jauh dari situ –sebelum rumah dewan. Kondisi selokan kanan-kiri sama sekali tidak jalan airnya, menggenang, hitam pekat, penuh dengan endapan kotoran, dan kronis –menahun serta berbahaya untuk kesehatan masyarakat sekitar.
Parahnya daerah tersebut merupakan dataran tinggi menuju komplek AL yang merupakan dataran rendah, sehingga ketika hujan datang, komplek AL sudah bisa dipastikan banjir cukup parah.
Bimo (24) salah satu warga yang tinggal di komplek AL, menjelaskan bahwa kompleknya memang berada di dataran yang lebih rendah. Selain itu, “selokan yang harusnya mengalir ke luar komplek, justru malah ke rumah saya.”
Sebab lainnya, ialah kebiasaan buruk masyarakat di sekitaran daerah tersebut masih banyak membuang sampah di sembarang tempat, khususnya di selokan.
Selain Rumah Mahfudz Abdrrahman, di sekitar selokan mampet tersebut –tepatnya sebelum, jika melaju dari arah Jalan Raya Jatikramat- terdapat rumah yang seringkali menjadi juru bicara PKS di media massa, yaitu Mardani Ali Sera (54). Yang saat ini, Mardani menjadi anggota DPR RI Daerah Pemilihan DKI Jakarta 1 –Jakarta Timur-, sekaligus menjabat sebagai Ketua DPP PKS Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan Hidup.
Kedua rumah tersebut berdekatan dengan Yayasan Iqro’, yang menjadi basis kultural PKS –selain Yayasan Darul Hikmah di Jalan Raya Wibawa Mukti.
Jika saja dana aspirasi dari kedua Anggota DPR RI digunakan untuk perbaikan selokan –walau seharusnya eksekutif. Katakanlah, dana aspirasi 100 juta –walau kemungkinan atau dipastikan lebih dari angka tersebut- dikalikan 2 orang.
Maka masyarakat disekitar rumahnya, tidak perlu melihat comberan yang mampet di selokan yang kecil. Itu lebih baik. Dari pada masyarakat harus menikmati spanduk-spanduk partai dengan wajah anggota DPR RI. Lalu setelah melihat bawah, terdapat selokan mampet.
Untuk mengkonfirmasi selokan yang macet di sekitaran rumah Mahfudz Abdurrahman dan Mardani Ali Sera, jurnalis Kebijakan.co.id sudah menghubungi melalui instagram pribadi juga melalui surat resmi dan elektronik. Namun tidak kunjung mendapat balasan.
Untuk mencari dan mengkonfirmasi benar rumah kedua anggota DPR tersebut. Jurnalis Kebijakan.co.id mengetahui dari warga sekitar untuk rumah Mahfudz Abdurrahman dan mengetahui melalui laman berita yang ada untuk rumah Mardani Ali Sera, yang diketahui juga warga sering melihatnya di sekitar Jatibening.
***
Selokan macet ini, bukan menjadi isu strategis yang harus diselesaikan pemerintahan Kota Bekasi dalam dokumen Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Revisi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) tahun 2011-2031 yang dibuat pada tahun 2017 dan sebelumnya disahkan melalui Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bekasi.
Walaupun bukan isu strategis, ada 4 rencana cara menanggulanginya dalam dokumen tersebut. Kebijakannya yang diambil.
Pertama, membangun, meningkatkan, dan mengembalikan fungsi situ-situ sebagai daerah penampungan air; Kedua, menjaga fungsi lindung dengan ketat sesuai dengan arahan pemanfaatan yang berhubungan dengan tata air;
Ketiga, mengembangkan dan menata sistem jaringan drainase primer, sekunder, dan tersier yang terintegrasi antar bagian wilayah perkotaan di seluruh wilayah Kota Bekasi; Keempat, pembangunan folder sebagai tempat penampung air.
Akan tetapi, dalam dokumen tersebut, tidak jelas apa yang dimaksud dengan drainase primer, sekunder, tersier, dan beberapa istilah lainnya yang tidak dijelaskan –terkesan tidak dipersiapkan dengan matang.
Dalam dokumen tersebut, dijelaskan rencana untuk menjalankan 4 kebijakan di atas, bernama Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Drainase. Pertama, normalisasi kali bekasi; Kedua, penerapan konsep ekodrain –tidak jelas apa yang dimaksud ekodrain dalam dokumen tersebut- dengan mengembalikan fungsi situ (penampung air);
Selanjutnya, ketiga, menata ulang struktur hirarki drainase; Keempat, mengoptimalkan dan merehabilitasi fungsi saluran; Kelima, pembangunan sistem tampungan air di sepanjang saluran air;
Keenam, pembuatan atau peninggian tanggul banjir; Ketujuh, pembuatan sumur resapan di setiap kawasan penduduk; Kedelapan, pengendalian dan penertiban bangunan di sempadan sungai; Kesembilan, mempertahankan fungsi kawasan resapan.
Akan tetapi langkah rencana tersebut, hampir tidak berjalan, dengan melihat keadaan yang terjadi -baik saat ini atau tahun-tahun sebelumnya.
***
Sedangkan dalam dokumen RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) Kota Bekasi 2015-2035 yang disahkan melalui Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2016. Memberikan penjelasan rencana untuk selokan (drainase) macet ini.
Pertama, membangun Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan (SDBL). Tidak jelas apa yang dimaksud SDBL dalam dokumen itu. Turunan dari SDBL sendiri ialah membangun jaringan primer, dengan drainase tertutup diarahkan ke jalan utama. Jaringan sekunder, dengan drainase tertutup. Jaringan tersier, dengan drainase terbuka pada jalan-jalan lokal.
Kedua, ialah membangun drainase untuk jalan-jalan atau kawasan yang belum memiliki drainase. Ketiga, melakukan pemelirahaan jaringan yang ada, dengan perbaikan saluran yang rusak dan penggalian endapan lumpur atau tanah. Keempat, pembangunan sistem drainase metropolitan –untuk kawasan Kota.
Kali Ini Kemacetan
Ada sebabnya jurnalis Kebijakan.co.id melewati jalan pintas melalui Puri Gading dari Jalan Raya Wibawa Mukti. Sebab jika terus melaju di jalan Raya Wibawa Mukti –baik itu satu atau dua-, kemacetan begitu parah.
Penyebabnya ada banyak, luas jalan yang hanya bisa menampung satu mobil –dua jika berlawanan arah-, banyaknya pengkolan di mana tempat bertemunya keluar masuk kendaraan dari kantung-kantung perumahan warga, terlebih volume kendaraannya yang tinggi –ditambah truk besar yang seliweran karena banyaknya gudang pabrik atau jasa ekspedisi besar di sana.
Hampir 1 dekade, tidak ada penambahan luas jalan. Sedangkan perumahan warga –serta kendaraan pribadinya- dan industri ekspedisi dengan truk besar terus bertambah –yang mengincar dekat dengan pintu jalan Tax on Location (TOL) di Komsen. Ditambah merupakan jalan alternatif, dari Cibubur menuju jalan TOL atau menuju Kota Bekasi.
Bahkan, dalam dokumen Revisi RTRW Kota Bekasi tahun 2011-2031, menunjukan bahwa Jalan Raya Wibawa Mukti direncanakan menjadi kawasan perdagangan –sepadan dengan Jalan Raya Jatiwaringin yang dilebarkan menjadi 2 jalur dalam satu arah, walau tetap macet.
Dibenarkan juga, dalam dokumen RDTR Kota Bekasi tahun Kota Bekasi 2015-2035, bahwa Jalan Wibawa Mukti, menjadi kawasan perdagangan dan jasa zona kecamatan.
Pun, dalam dokumen RDTR Kota Bekasi tahun Kota Bekasi 2015-2035, Jalan Raya Wibawa Mukti 2, direncanakan ada peningkatan fungsi dan kapasitas jaringan jalan kolektor primer dan kolektor sekunder –lagi-lagi tidak dijelaskan sebelumnya, apa yang dimaksud kolektor primer dan kolektor sekunder.
Jika kita lihat lagi dan peka sedikit dengan Jalan Raya Wibawa Mukti, di antara panjang jalan tersebut –yang memang strategis karena di akhir ada TOL dalam Kota Jakarta atau TOL menuju Cikampek.
Terdapat beberapa rumah dewan, pertama, rumah Anggota Dewan DPRD Provinsi Jawa Barat dari PKS –daerah pemilihan 8 Kota Bekasi dan Kota Depok-, sekaligus juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kota Bekasi PKS, Heri Koswara (51), yang juga merupakan daerah dengan basis kultural partai tersebut di sekitaran Yayasan Perguruan Islam Darul Hikmah -yang lebih dikenal dengan Yapidh.
Untuk mengkonfirmasi berkaitan dengan Jalan Raya Wibawa Mukti yang berada di daerah rumah Heri Koswara, sudah dilakukan dengan menghubungi website pribadi, email sahabat Heri Koswara, dan instagram pribadi beserta surat resminya. Namun tidak kunjung mendapatkan balasan.
Dalam mencari dan mengkonfirmasi kebenaran –setidaknya benar rumah Heri Koswara. Jurnalis Kebijakan.co.id mencocokan data di internet dengan lingkungan sekitar rumahnya berada di lingkungan Yapidh –yang juga Jurnalis Kebijakan.co.id merupakan alumni dari sekolah tersebut.
Selain itu ada Anggota Dewan DPRD Kota Bekasi Partai Amanat Nasional (PAN) –daerah pemilihan 4 Jatiasih dan Jatisampurna-, Aminah.
Terlebih di Jalan Wibawa Mukti, terdapat kelurahan, di mana lurahnya menjadi tangan kanan Eks-Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi (58) –yang juga merupakan ayah dari Ketua DPD Partai Golongan Karya (Golkar), Ade Puspitasari (37)-, yaitu kelurahan Jatisari, lurahnya ialah Mulyadi –di mana keduanya terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Korupsi tahun 2022 awal dan ditetapkan tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus ditetapkan tersangka pencucian uang dari korupsi tersebut.
***
Masalah kemacetan bukan hanya di Kota Jakarta –sebagai kota utama- yang harus diselesaikan, dalam lingkup objek jalan yang lebih kecil, misalkan Jalan Raya Wibawa Mukti –sebagai salah satu jalan penyangga kota utama-, perlu di perhatikan. Sebab, kemacetan merupakan isu strategis di Kota Bekasi dalam dokumen Revisi RTRW Kota Bekasi tahun 2011-2031.
Dalam dokumen RDTR Kota Bekasi tahun Kota Bekasi 2015-2035, Pemerintah Kota menjadikan kemacetan isu yang harus diselesaikan dalam jangka menengah –ntah apa yang dimaksud dengan jangka menengah- dan mendorong adanya insentif untuk pemcehan masalah.
Selanjutnya Banjir
Jika pola tersebut hanya jurnalis Kebijakan.co.id lihat ketika berkendara dengan kuda besi dari Jatiasih menuju Jatiwaringin –melalui jalan pintas Puri Gading, Jalan Raya Kodau, lalu Komplek AL. Tetapi apakah hal tersebut sama dengan rumah anggota dewan lain di luar daerah Jatiasih menuju Jatiwaringin.
Di daerah Jatibening, sudah menjadi rahasia umum jika komplek IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) –yang umumnya dikenal sebagai komplek dosen IKIP-, Jatibening menjadi langganan banjir ketika hujan datang –baik hujan kecil atau hujan besar.
Di beberapa waktu, Jatibening 1 dan Jatibening 2 juga merasakan hal serupa, yaitu banjir. “Yang saya tau, daerah di Jatibening memang lokasi daerahnya rendah,” menurut Catovil (24), salah seorang warga di komplek tersebut. Jatibening sendiri, merupakan jalan terusan dari Antilope –yang berhimpitan dengan Komplek AL-, yang sebelumnya juga dibahas mengenai banjir di daerah tersebut.
Ketinggian tersebut, merupakan yang tertinggi diantara 16 daerah lainnya di Kota Bekasi. “Ada beberapa genangan di Kota Bekasi, terutama di Perumahan Dosen IKIP, paling tinggi, hampir satu meter,” menurut keterangan Kepala Seksie Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kota Bekasi, Idham Kholid.
Dua titik lainnya merupakan daerah yang menjadi pembahasan sebelumnya, Komplek Antilope -atau Komplek AL- dengan ketinggian 50-80 cm dan Jatibening Permai dengan ketinggian 80 cm.
Pun, dalam dokumen dokumen Revisi RTRW Kota Bekasi tahun 2011-2031, menunjukan dalam peta rawan banjir di Kota Bekasi, Jatibening salah satunya, termasuk Jatikramat –Antilope, Komplek AL, dan Komplek IKIP yang dibahas sebelumnya.
Begitu juga dalam dokumen RDTR Kota Bekasi tahun Kota Bekasi 2015-2035, Kelurahan Jatibening, baik itu baru dan lama. Ditetapkan menjadi kawasan rawan bencana banjir.
Ironisnya, di ujung jalan Jatibening, tepatnya di Perumahan Jatibening Tol –di mana pertemuan antara Caman dan Jatibening, sebelum keluar menuju TOL dalam Kota atau Jalan Raya Kalimalang- terdapat rumah anggota DPR RI, Sukur H Nababan (54) dari Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) daerah pemilihan Jawa Barat VI Kota Bekasi dan Kota Depok.
Sekaligus juga menjadi DPP PDIP, Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi, di bawahi langsung Megawati Soekarnoputri (75) sebagai Ketua Umum DPP PDIP, yang juga menjadi atasan secara struktur Partai Politik dari Joko Widodo (61), Presiden Republik Indonesia dan Plt. Walikota Bekasi –pengganti Rahmat Effendi- Tri Adhianto, yang juga merupakan ketua DPC PDIP Kota Bekasi.
Untuk mengkonfirmasi banjir parah di Jatibening yang merupakan daerah rumah Sukur H Nababan, redaksi Kebijakan.co.id sudah menghubungi melalui instagram pribadi dan mengirim surat resmi. Namun belum kunjung mendapat balasan –tentu juga tanggapan.
Dalam mencari dan mengkonfirmasi kebenaran rumah Sukur H Nababan, kami mencari alamat di laman resmi DPR RI. Lalu mendatangi klaster (kantung perumahan kecil) tepat sebelum pintu TOL di Jatibening.
***
Banjir menjadi momok bagi setiap Kota –yang didalamnya dominan terdiri dari struktur bangunan dan jalan aspal. Dalam dokumen Revisi RTRW Kota Bekasi tahun 2011-2031, banjir merupakan salah satu isu strategis yang harus diselesaikan di Kota Bekasi.
Menurut dokumen tersebut, penyebab banjir di antaranya terdapat tiga. Pertama, luapan dari sungai akibat debit berlebihan; Kedua, alih fungsi lahan sehingga daerah resapan berkurang; Ketiga, curah hujan yang tinggi dengan kapasistas selokan tidak memadai.
Sederhana, jika terdapat analisa bahwa daerah tersebut rendah dan berpotensi banjir, terlebih kondisi di lapangan berdekatan dengan aliran sungai, atau selokan di daerah yang lebih tinggi tidak layak.
Maka, proyeksi perumahan dalam daerah tersebut, harus dikurangi atau dibatasi. Sehingga, kerugian bisa dikurangi, dari pemerintah sendiri –seperti harus membangun tanggul atau pemulihan berulang-ulang- serta masyarakat itu sendiri –seperti kerugian nyawa, misalnya.
Terutama di daerah dengan kemiringan lereng yang cukup parah. Misalnya, dalam dokumen Revisi RTRW Kota Bekasi tahun 2011-2031, salah satunya di Jatiasih terdapat kelurahan Jatirasa, Jatimekar, Jatikramat.
Akan tetapi, terbantahkan dengan pesatnya pertumbuhan kantung-kantung perumahan yang tidak teratur, terutama di daerah yang rawan banjir.
Misal, melihat proyeksi pengembangan kawasan perumahan –dalam dokumen Revisi RTRW Kota Bekasi tahun 2011-2031-, di mana menempatkan daerah rawan banjir ke dalam rencana pengembangan permukiman kepadatan tinggi dan sedang.
Di antaranya daerah yang sudah dibahas sebelumnya, Pondok Gede –di dalamnya terdapat Antilope, Komplek AL, dan sebagian besar Jatibening.
***
Adapun Pemerintah Kota Bekasi –dalam RDTR 2011-2035-, dalam menangani banjir –di semua kawasan Kota Bekasi- memiliki rencana sebagai berikut. Pertama, normalisasi sungai; kedua, pembangunan polder –membendung air atau penampung air-; Ketiga, menerapkan sistem pompanisasi pada perumahan rawan banjir; Keempat, pembuatan sumur resapan;
Kelima, revitalisasi bantaran sungai; Keenam, pengembalian fungsi situ; Ketujuh, penetapan danau sebagai tampungan air; Kedelapan, pembuatan kolam penampung air pada pemukiman rumah; Kesembilan pengendalian dan penertiban bangunan pada Daerah Aliran Sungai (DAS).
Dana Aspirasi, Partai Politik, dan Keterwakilan Wakil Rakyat
Melihat pola yang sama di sekitaran rumah wakil rakyat. Tentu bukan untuk menuduh wakil rakyat tidak bekerja untuk daerah di sekitar rumahnya, kemudian mendelegasikannya kepada pengurus di daerah tersebut.
Begitu juga dengan Partai Politik, terlebih pengurus DPP Partai Politik yang lingkupnya nasional.
Juga tidak menuduh para wakil rakyat kekurangan fungsi organ secara fisik dalam melihat kerusakan yang terjadi, terlebih ketika berangkat menuju Gedung DPR di Senayan, atau Gedung DPRD Provinsi Jawa Barat di Bandung, atau Gedung DPRD Kota Bekasi. Atau pulang menuju rumahnya masing-masing bertemu keluarga –anak, istri atau suami, orangtua jika masih ada.
Akan tetapi sebuah paradoks, jika melintasi jalur ‘kerusakan’ tersebut sembari melihat spanduk wajah-wajah wakil rakyat atau pengurus DPP Partai Politik beserta jargon atau kata-kata untuk mendukungnya, sedangkan di sisi bersamaan terdapat banjir, macet yang panjang, atau jalan rusak.
Lebih baik jika spanduk warung makan yang menawarkan potongan harga untuk mengunjunginya atau stiker panggilan badut sulap yang lebih nyata dalam menghibur (opini red.).
***
Apalagi melihat bahwa dana aspirasi –yang dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MD3 disebut Dana Program Pembangunan Daerah Pemilihan- turun ke daerah pemilihannya mencapai ratusan juta atau bahkan lebih, sedangkan di sekitar rumahnya seperti yang tadi di jelaskan. Paradoks.
Tentang Dana Aspirasi. Artikel kolom yang ditulis Agus Rewanto berjudul Dana Aspirasi Rawan Dikorup DPR (2015) di Koran Jakarta, menjelaskan Pimpinan DPR mengklaim tujuan utama dana aspirasi untuk memperjuangkan pemerataan distribusi dana pembangunan Jawa dan Luar Jawa.
Menurutnya, sesungguhnya motivasi usulan dana aspirasi sebagai strategi baru korupsi berjamaah sistemik yang dirancang secara khusus oleh semua anggota DPR, yang ditunjukan untuk mengembalikan modal kampanye.
Dan bukan untuk pemerataan, khususnya di luar Jawa. Karena, daerah pemilihan lebih banyak di Jawa-Sumatera.
Menurut Agus juga, secara teori kenegaraan, DPR mencampuradukkan asas dan prinsip legislatif dan eksekutif dalam satu gerbong. Yaitu sama-sama mengelola uang negara.
Seharusnya DPR berfungsi mengawasi kinerja pemerintah atau eksekutif untuk memastikan pelaksanaan keuangan negara -melalui program atau kebijakan- yang bersumber dari APBN. Sedangkan pemerintah atau eksekutif melaksanakan program atau kebijakan melalui keuangan negara.
***
Seharusnya juga Partai Politik -dalam buku Pembaharuan Partai Politik di Indonesia (2020) karya Feri Amsari (42), dkk.- baik secara teoritis atau normatif sesungguhnya merupakan alat dalam mewujudkan harapan publik tersebut menjadi nyata.
Konsekuensinya, partai politik harus memiliki mekanisme yang baik dalam menampung harapan dan aspirasi publik serta menyusun strategi agar harapan tersebut menjadi kebijakan yang nyata untuk masyarakat.
Tentu dalam menyusun strategi menjadi kebijakan, diperlukan pengakuan secara resmi atau legitimasi dari pemilihan umum (pemilu) –sebagai pembuat kebijakan atau pengusul kebijakan yang resmi.
Sebab itulah mengapa diadakan pemilu untuk wakil rakyat –baik legislatif dalam pengawasan, pengundangan, perancangan, persetujuan, penganggaran, dsb. Serta eksekutif dalam menjalankan, melaksanakan, memutuskan, dsb.
Dan pemilihan umum saat ini –pasca reformasi-, juga diadakan secara desentralisasi di daerah-daerah, baik provinsi atau kota kabupaten –sesuai dengan prinsip pemerintahan Indonesia yaitu desentralisasi atau pembagian kekuasaan di daerah-daerah- yang menciptakan distrik atau daerah pemilihan sebagai wakil daerahnya –di luar bagaimana metode penghitungan kursi wakil rakyat, baik metode distrik atau proporsional.
Dengan menempatkan keterwakilan dalam daerah pemilihan atau distrik tersebut bertujuan untuk aktualisasi peran serta masyarakat dalam pemilu.
Menurut Ni’matul Huda (58) dalam Penataan Demokrasi & Pemilu di Indonesia Pasca Reformasi (2017), menjelaskan semangat pemilu pasca reformasi (Tahun 1999) ialah, semangat rakyat untuk menentukan siapa yang menjalankan dan mengawasi jalannya pemerintahan. Sekaligus juga rakyat yang melakukan pengawasan terhadap wakil-wakilnya.