Kebijakan.co.id – Liputan Mendalam
Adi Fauzanto-25 April 2023 (18.00 WIB)-#12 Menit
Read in English Language Version

Baca tulisan liputan sebelumnya Film Dokumenter: Sejarah, Kegunaan, Jenis, dan Tahap Pembuatan
Dalam membuat film dokumenter penting sekiranya memahami pendanaan, promosi, dan publikasi film dokumenter. Lalu, bagaimana Film Dokumenter di publikasikan dan dipromosikan? Dan bagaimana Film Dokumenter bisa mendapatkan sumber pendanaan?
***
Jakarta, Kebijakan.co.id — Publikasi Film Dokumenter. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mempublikasikan film dokumenter, ibarat ‘banyak jalan menuju Roma’, ada beberapa pilihan dari yang perlu modal lebih hingga minim modal.
Pertama, melalui Bioskop, cara paling konvensional namun sudah teruji adalah dengan menayangkannya di bioskop-bioskop yang ada. Cara ini dilakukan mulai dari premier (penayangan pertama) hingga penayangan terakhir, akan tetapi ada biaya yang harus ditekan jika menggunakan metode ini. Namun cara ini dihitung mahal, karena harus menyewa studio bioskop, jika penontonnya banyak alhasil dapat diganti, jika sebaliknya maka harus menombok.
Selain cara bioskop konvensional, ada pula bioskop online seperti Netflix, HBO, Bioskop Online, dan lainnya yang memang sengajar dihadirkan sebagai jawaban atas ‘malas’ dan ‘mahal’nya bioskop konvensional. Akan tetapi, biaya yang harus dibayar ialah pembajakan yang efeknya film tersebut akan tersebar di Internet secara gratis pula.

Kedua, melalui Nonton Bareng. Cara nonton bareng atau biasa disebut dengan nobar ini, biasa dilakukan oleh WatchDoc seperti pada Ekspedisi Indonesia Biru dan beberapa komunitas film lokal di daerah-daerah. Dengan jaringannya di beberapa daerah, WatchDoc melakukan penawaran untuk melakukan nonton bareng dengan komunitasnya.
Nobar seperti ini, juga efektif dengan distribusi ‘dari mulut ke mulut’ yang lebih tepat sasaran. Metode ‘mulut ke mulut’ ini membuat branding WatchDoc di akar rumput semakin kuat dan meluas.
Menurut Ahsan Andrian yang merupakan praktisi pembuat film dalam tulisannya di Cinemapoetica.com, menjelaskan bahwa untuk membuat nonton bareng harus ada tiga faktor yang persiapkan secara benar hingga tak menggangu nonton bareng tersebut.
Pertama, kualitas materi film, di mana memperhatikan besaran ukuran file, hingga kualitas suara. Yang kedua, ialah kualitas tempat pemutaran, apakah di ruangan atau tempat terbuka, seperti apa pintu masuk dan keluarnya, posisi alat pemutarnya.
Dan yang ketiga, ialah kualitas alat pemutar, seperti laptop yang memang sudah dipersiapkan untuk tidak muncul notifikasi, pemutarnya yang tidak bermasalah, hingga layarnya yang harus disesuaikan.
Ketiga, melalui Festival Film. Salah satu menggaet penonton, khususnya secara internasional, terlebih mendapatkan prestasi atas film ialah dengan mengikutkan film tersebut kepada festival film.
Menurut Fanny Chotimah dalam wawancaranya dengan In-Docs, mengatakan, “Festival film menjadi bagian penting dalam distribusi (penyaluran)… untuk menemukan penontonnya secara internasional.”
Menurut Fanny tipsnya ialah, “Agar bisa tembus festival, kita (harus) rajin-rajin daftar.” Jikapun ditolak, “Sudah biasa. Jadi kalau ditolak ya bikin lagi.”
Tips lainnya datang dari Wregas Bhanuteja sutradara yang memenangi 4 piala citra –non dokumenter. Menurutnya dalam wawancara dengan Studio Antelope, untuk bisa masuk Festival Film khususnya yang internasional ialah, “Berkaryalah dengan hati Mu.”
Keempat, melalui Youtube. Selain itu, cara lainnya yang paling terakhir ialah dengan menguploadnya ke youtube yang bisa diakses semua orang.
Promosi Film Dokumenter
Promosi menjadi penting, sebab sayang seribu sayang jika film dokumenter sudah bagus namun yang menonton sangat sedikit, sehingga salah satu tujuan keberdampakan dari film atau dampak memberi tahu kepada publik dalam isi film tidak maksimal. Ada beberapa cara membuat promosi film dokumenter.
Pertama, melalui Media Sosial. Di tengah informasi beracun dan gak jelas bersliweran di media sosial, informasi dari film dokumenter tentu menjadi fatamorgana. Kecuali memang masyarakatnya dengan kualitas rendah, sehingga informasi mengenai film berkualitas, tidak menjadi makanan utama otak, akan tetapi informasi gak jelas dan beracun.
Strategi media sosial, bisa menggunakan dengan membuat akun tersendiri dengan judul film, dengan membahas seluk beluk atau di balik pembuatan film, cuplikan (trailer) dan sebagainya, sebagai informasi pengail untuk menonton film dokumenter utama.
Atau dengan menggunakan pemengaruh (influencer) yang benar-benar pemengaruh. Biasanya dijalankan oleh satu orang yang mempromosikan film dokumenter. Atau dengan kerjasama dengan akun media sosial yang suka membahas atau mereviu film, itu akan berpengaruh karena ceruk penontonnya jelas yang suka nonton film.
Kedua, melalui Pers atau Media Massa. Selanjutnya dengan Pers Rilis, dengan bantuan media massa. Di mana membuat konfrensi pers dengan mengundang jurnalis-jurnalis yang suka membahas atau mengulas film. Cara ini cukup efektif untuk orang-orang yang ingin benar-benar tahu isi film tersebut, karena terkadang media sosial terkenal racunnya jadi tidak ingin dibaca oleh yang benar-benar ingin menonton.
Selain itu Pers juga membantu untuk mengulas nilai-nilai dalam film tersebut, yang sangat bermanfaat untuk pengail penonton film dokumenter utama. Hal tersebut, bergantung kepada film dokumenternya, jika baik maka ulasannya baik, jika sebaliknya, ya terima saja. Karena jurnalis yang jujur akan mengulas apa adanya.
Ketiga, melalui Penghargaan. Promosi selanjutnya yaitu dengan penghargaan. Penghargaan bukan hanya untuk membuktikan film tersebut bagus atau tidak, akan tetapi juga sebagai ajang promosi bahwa film tersebut masuk ke dalam nominasi, daftar panjang, daftar pendek, hinga memenangkan penghargaan tersebut.
Hal tersebut tentu menjadi pengail yang sangat sulit dilakukan film lain, karena tentu tidak semua film dokumenter mendapatkan kesempatan itu. Dan penonton setidaknya ‘sudah’ terjamin akan menonton film yang bagus, walaupun terkadang selera penonton berbeda-beda.

Keempat, melalui Kontroversi. Film juga bisa dikenal masyarakat dengan tema atau topik yang kontroversial diangkat, seperti pengungkapkan sejarah atau pengungkapan kejahatan yang besar. Hal tersebut menjadi nilai tambah untuk dikenal masyarakat, dengan tujuan masyarakat menjadi penasaran.
Kelima, melalui Masyarakat (Komunitas). Selain itu, film dokumenter juga bisa dipromosikan kepada dan oleh masyarakat. Cara ‘dari mulut ke mulut’ adalah cara yang paling efektif untuk mempromosikan suatu barang, walaupun lambat, tapi inilah cara yang pasti.
Kesan baik dari portofolio sebelumnya atau film dokumenter yang sedang ditayangkan adalah kunci utama dari cara ‘mulut ke mulut’. Hampir sulit dibantah jika keduanya tidak memiliki kualitas.
Lainnya dengan cara masyarakat juga, membuat promo langsung turun ke masyarakat, dengan diskusi atau dengan mengadakan pertemuan-pertemuan, tentu ini tidak mudah, sebab masyarakat belum tentu mau mengikuti jika film dokumenternya tidak menarik.
Keenam, melalui Pendidikan (Sekolah, Kampus). Cara lainnya bekerjasama dengan lembaga pendidikan seperti sekolah dan kampus. Kerjasama tersebut dengan membuat promosi, atau memberikan akses untuk menonton film dokumenter, yang nantinya filmnya akan diulas dan dijadikan pembelajaran atau materi pelajaran. Sehingga dari lembaga pendidikan, akan menyebar terkait nilai atau cerita yang dibawa film dokumenter tersebut. Terlebih, jika menjadi inspirasi untuk tugas-tugas pelajar atau mahasiswanya.
Pendanaan Film Dokumenter
Pembuatan film dokumenter tidaklah mudah dan juga tidaklah murah. Perlu pendanaan awal untuk mempersiapkan film dokumenter, mulai dari alat, akomodasi, hingga sumber daya manusia, dan lainnya. Beberapa cara dilakukan oleh pembuat film dokumenter untuk mencari dana awal dan dana untuk keberlanjutan pembuatan film dokumenter selanjutnya.
Pertama, mencari dana melalui donor. Seperti yang dilakukan oleh Fanny Chotimah dengan karyanya You & 1 (2020) yang mendapatkan pengahargaan FFI tahun 2020 dalam kategori Film Dokumenter Panjang terbaik.
Film You & I mendapatkan donor (grant) dari DMZ Doc Fund pada tahun 2017, selanjutnya pada tahun 2018 juga mendapatkan donor dari Forum Pendanaan Akatara yang diselenggarakan oleh Badan Ekonomi Kreatif.
Selain dari donor -yang biasa mengajukan proposal- bisa juga melalui pitching forum atau pertemuan untuk mempresentasikan ide. Forum ini banyak dihadiri oleh industri film seperti rumah produksi, hingga media besar selain itu juga datang para pendonor baik dari lembaga independen maupun dari pemerintahan dalam dan luar negeri. Film You & I (2020) dalam hal ini mengikuti Pitching Forum Doc by The Sea.
Menurut Fanny dalam hal pendonoran dia menyarankan, “tipsnya rajin-rajin ke lembaga funding dan sering mengikuti pitching forum.” Selain itu, dalam hal mengikuti pitching forum menurut Fanny ialah, “membagi waktu yang tepat (untuk durasi film secara detail) dan juga mempresentasikan informasi (tentang ide, produksi, dsb terkait film) yang tepat pula.”
Serta mengkomunikasikan untuk, “bisa meyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan akan relevansi dan urgensi dari project kita.”
Menurut Shalahuddin Siregar, seorang pembuat film salah satunya Negeri di Bawah Kabut (2011) & Pesantren (2019) menuturkan dalam tulisannya di Cinemapoetica.com, untuk menembus pasar internasional –baik itu penghargaan atau donor– dibutuhkan tiga elemen ini:
Pertama, kualitas produser yang mempunyai kemampuan bercerita dan topik atau tema yang baik. Kedua, cerita film yang tidak generik atau umum-umum saja. Ketiga, pengalaman dalam melakukan kerjasama internasional.
Untuk mengikuti forum pendanaan (pitching forum) internasional misalnya, Shalahuddin menyarankan harus mengenal karakter forum pendanaan, “TokyoDocs, misalnya, cenderung dekat dengan dokumenter untuk televisi, sementara IDFA Forum cenderung memilih dokumenter kreatif.”
Tips dari Shalahuddin lainnya untuk mengikuti forum pendanaan, “Pembuat film seringkali pitching dari satu forum ke forum yang lain untuk mencukupi jumlah dana yang dibutuhkan.” Tujuannya ialah, “dengan mendapatkan dana dari beberapa stasiun televisi dari negara yang berbeda, dengan mekanisme co-production (urun dana produksi).”
Selain tips di atas, tips lainnya yang lebih teknis datang dari Jason Iskandar pendiri Studio Antelope, menurutnya ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam proses pendanaan. Pertama, menjaga sikap dan komunikasi rencana film, “usahakan tidak terbata-bata.”. Kedua, berpakaian rapih.
Ketiga, menyiapkan presentasi kreatif atau creative deck. Dalam presentasi ini, coba jelaskan dengan sekomunikatif mungkin, siapa diri dan tim kalian, apa saja yang telah dikerjakan dan apa dampaknya, jelaskan film secara singkat dalam satu kalimat (masalah dan karakter) atau premis film, ceritakan alur film secara detail siapa saja yang diwawancara dan babak-babak dalam film, serta film statement atau pesan apa yang mau disampaikan dalam film dokumenter ini, “tentang visi-misi film tersebut.”.
Selanjutnya bisa tampilkan referensi karya yang menginspirasi film dokumenter tersebut, bisa berupa film sebelumnya, jurnal ilmiah, buku, lukisan, musik, fotografi, atau apapun yang menggambarkan dunia yang sekiranya ingin diwujudkan, “tujuannya untuk calon investor atau yang memberikan dana bisa menerka-nerka.”
Selain itu, desain grafis dari presentasi juga perlu diperhatikan agar menarik, seperti memperhatikan warna selaras, jenis font, dan gambar-gambar pendukung yang mewakili ‘jiwa’ film tersebut.
Keempat, menjabarkan kebutuhan dana atau budget, mulai dari development (pengembangan awal), pra-produksi, produksi, pasca produksi, distribusi, hingga promosi.
Kedua, melalui pendanaan tabungan Tabungan Pribadi. Salah satu contoh yang menggunakan tabungan pribadi, ialah yang dilakukan Dandhy Laksono ketika membuat film dokumenter Sexy Killer, sebagai salah satu film serial Ekspedisi Indonesia Biru.
Dalam wawancaranya dengan In-Docs mengatakan, “Saya menggunakan tabungan (pribadi) dan WatchDoc (perusahaan rintisan Dandhy) juga menggunakan tabungan (selama 5 tahun ke belakang).” Diketahui bahwa WatchDoc merupakan perusahaan rumah produksi video komersial untuk stasiun televisi dan lembaga-lembaga, dari selisih keuntungan rumah produksi tersebutlah ditabung untuk membiayai pembuatan film.
Menggunakan dana pribadi juga disampaikan oleh Mahatma Putra (Direktur Anatman Pictures) dalam kegiatan di @america. Menurutnya, dianalogikan, hari minggu videoin perkawinan, seninnya meliput yang kita inginkan.
Artinya, minggu bekerja untuk komersial seperti videografer sebuah kegiatan, seninnya bekerja sesuai dengan visi yang diinginkan. Hal yang seperti, yang bisa membuat karya kita menjadi bebas, tanpa diintervensi oleh pendonor, atau pihak-pihak lainnya. Salah satu hasilnya ialah Film Atas Nama Daun (2022), film yang menjelaskan sisi lain dari Ganja, yang masuk nominasi Festival Film Indonesia 2022 kategori Film Dokumenter Panjang.
Ketiga, mencari dana melalui Kerjasama. Kerjasama bisa dilakukan seperti yang dilakukan oleh WatchDoc dengan Kolaborasinya dengan berbagai pembuat film, periset, atau aktivis masyarakat di lapangan yang terdampak langsung. Beberapa film yang bekerjasama dengan pemerintahan, akan tetapi ide ini menyebabkan topik yang diangkat ‘harus selaras dengan pemerintah’.
Kerjasama juga bisa dilakukan dengan pihak Stasiun Televisi atau Rumah Produksi yang ikut urun dana sebagian dalam pembuatan film atau membeli lisensi film kita untuk ditampilkan di bioskop dan penayangan lainnya.
Tips kerjasama dengan TV atau Rumah Produksi, menurut Shalahuddin Siregar dalam tulisannya, “Sebelum mengirim proposal kepada mereka, wajib hukumnya untuk mengetahui program apa yang mereka pegang dan film seperti apa yang mereka cari. Jangan mengirim proposal secara sporadis (asal-asalan) kepada mereka.”
Keempat, mencari dana melalui Kompetisi dan Penghargaan. Selain itu, mengikuti kompetisi dan penghargaan festival film dokumenter juga merupakan salah satu untuk mendapatkan pemasukan dan tentu penghargaan.
Seperti pada kompetisi pada umumnya, mereka akan menyeleksi, jadi tetap pembuat film harus memiliki modal awal untuk membaut film. Hal tersebut yang membuatnya sangat sulit, dan memang harus benar-benar karya terbaik yang harus disiapkan. Serta harus rajin-rajin mengikuti kompetisi dan penghargaan, jika gagal, mencoba kembali.
Beberapa daftar penghargaan film dokumenter yang ada di Indonesia yang bisa diikuti untuk film dokumenter. Pertama, Festival Film Indonesia. Kedua, Festival Film Dokumenter Jogjakarta. Ketiga, Festival Film Dokumenter Solo. Keempat, Festival Film Internasional Bali Balinale. Kelima, Festival Film Malang. Keenam, Indonesia Raja. Ketujuh, Minikino Festival. Kedepalan, Begadang (salah satu sub penghargaan Minikino). Kedelapan, X-Press Indonesia. Kesembilan, Festival Film Lampung. Kesepuluh, Tebas Award. Kesebelas, Festival Film Papua. Terkahir, Festival Film Puskat.
Selain itu ada beberapa juga yang mungkin tidak tercatat. Misalnya kompetisi videografi yang memuat unsur film dokumenter, atau beberapa lomba di universitas.
Kelima, mencari dana melalui Iklan Langsung. Untuk iklan rasanya sangat sulit, karena hampir sulit membedakan antara film yang dibuat-buat dengan film dokumenter yang memang nyata adanya. Sebab, iklan biasanya mengharuskan film menarasikan produk yang diiklankan.
Akan tetapi, jika pihak pengiklan menyerahkan seluruh proses produksi tanpa ada titipan untuk menarasikan suatu produk, hal itu boleh saja dilakukan. Akan menjadi nilai tambah, jika mendukung produk tersebut.
Misal, tentang masalah pendidikan yang coba dinarasikan didukung oleh Kementerian Pendidikan atau perusahaan penyedia jasa pendidikan. Akan tetapi, yang perlu ditekankan ialah pada independensi pembuat film.
Kebenaran membutuhkan wadah. Kejujuran membutuhkan suara. Kenyataan membutuhkan kamera. Film Dokumenter hadir untuk ketiganya.
Redaksi Kebijakan.co.id
Baca Serial Liputan Mendalam "Film Dokumenter: Cerita, Sinema, dan Persona" Lainnya: •Film Dokumenter: Sejarah, Kegunaan, Jenis, dan Tahap Pembuatan •Film Dokumenter: Publikasi, Promosi, dan Pendanaan •Rekomendasi Film Dokumenter: Cerita, Sinema, dan Persona Serial Liputan Mendalam ini dikerjakan independen oleh Kebijakan.co.id, untuk mendukung Liputan Mendalam ini tetap terus dikerjakan oleh Kebijakan.co.id, ayo dukung Kebijakan.co.id di sini.


Diterbitkan: Selasa, 25 April 2023 Pukul: 18.00 WIB Jurnalis: Adi Fauzanto
Daftar Bacaan: • Ahsan Adrian. 2013. Mari Memutar Film!. Cinemapoetica.com, 25 Desember • Shalahuddin Siregar. 2015. Rupa-Rupa Pendanaan Dokumenter. Cinemapoetica.com, 1 September • In-Docs Indonesia. 2020. Cerita Fanny Chotimah di Balik Layar YOU & I. Youtube.com, 15 November • In-Docs Indonesia. 2020. Cerita Dandhy Laksono di Balik Layar SEXY KILLERS. Youtube.com, 16 November • Studio Antelope. 2019. Tips Lolos Pitching Film. Youtube.com, 14 Mei
