Peluncuran 3 Buku Buya Syafii Maarif: Kenangan, Api Semangat, dan Warisan


Kebijakan.co.idLiputan Pendek

Adi Fauzanto-27 Okt 2022 (18.00 WIB)-#20 Paragraf
Peluncuran 3 Buku Buya Syafii Maarif

Buya Syafii dikenang oleh teman-temannya melalui tulisan yang menggugah. Tulisan-tulisan yang berceceran tersebut lalu dikumpulkan menjadi buku agar tetap terbaca oleh kaum muda untuk mempelajari sikap dan semangat Buya Syafii.

***

Jakarta, Kebijakan.co.id — Di samping gedung Kompas yang menjulang nan megah, bak pensil raksasa, terdapat bangunan khas jawa, pendopo, bangunan ini tentu melambangkan arif dan welas asih nya pendiri Kompas, Jakoeb Oetama, sebagai etos Jawa –dan juga Indonesia.

Di bangunan ini (27/10/2022), di salah satu ruangan pojok bagian kanan gedung, di adakan sebuah pertemuan untuk meluncurkan 3 buku yang ditulis oleh Ahmad Syafii Maarif atau yang sering disapa Buya Syafii. Seorang tokoh yang luar biasa hadir di kala gelapnya Indonesia -salah satunya ketika peristiwa Pilkada DKI tahun 2017.

Buku-buku itu di antaranya berjudul: (1) Indonesia Jelang Satu Abad: Refleksi tentang Keumatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan (terbitan Suara Muhammadiyah). (2) Bulir-Bulir Refleksi Seorang Mujahid (terbitan Kompas Gramedia). (3) Al-Qur’an, untuk Tuhan atau untuk manusia? (terbitan Mizan).

Dalam peluncuran buku juga disertai dengan diskusi dengan berbagai narasumber seperti Budiman Tanuredjo (Wartawan Senior/Pemimpin Redaksi Haria Kompas), Putut Widjanarko (Dosen Paramadina), Siti Musdah Mulia, dan Ade Armando (Ketua Umum Pergerakan Indonesia untuk Semua) yang dimoderatori oleh Shofan (Maarif Institute).

Bentara Budaya Kompas Gramedia
Sumber: bentarabudaya.com

Buya Syafii dalam Kenangan dan Api Semangatnya

Sebenarnya diskusi tersebut lebih tepat dikatakan “Mengenang Syafii Maarif”. Sebab hampir sebagian besar pembahasan mengenai cerita kenangan: baik tindak tanduk Buya Syafii Maarif dalam keseharian, sikap, dan bagaimana ia bertindak. Budiman Tanuredjo, misalnya, menyebut Buya Syafii adalah intelektual yang selalu resah dan gelisah terhadap permasalahan korupsi, keadilan sosial, dan keberagaman.

Tidak hanya resah dan gelisah terhadap pikiran dan tulisan-tulisan yang tajam di berbagai media, tetapi ia juga turun langsung berhadapan dengan masalah-masalah tersebut. Misalnya ketika, kasus mengerasnya pemahaman keagamaan di tahun 2016-2017, Buya Syafii menjadi satu-satunya intelektual muslim yang pasang badan terhadap kelompok-kelompok intoleran.

Atau ketika pelemahan KPK ditahun 2019-2021, Buya Syafii juga turun langsung dan memberikan pernyataan yang lugas menolak pelemahan KPK di saat ‘pendukung’ pemerintahan lainnya takut jika bersebrangan dengan kebijakan penguasa.

Tak lupa dia juga mengkritik para penguasa yang melakukan korup dengan lantang dan lugas, padahal yang kita ketahui bersama, Buya Syafii merupakan Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Hal tersebut, menunjukan Buya Syafii merupakan sosok yang merdeka dari segala intervensi. 

Dalam buku yang baru diluncurkan berjudul Indonesia Jelang Satu Abad: Refleksi tentang Keumatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan (2022) salah satu tulisannya menuliskan Rakyat Kecil tentang Wajah Bopeng Politik Indonesia. Kata yang lugas, walau pembahasannya tidak terlalu mendalam, akan tetapi berangkat dari keresahan masyarakat pada umumnya tentang kondisi politik di Indonesia melalui percapakan-percakapan langsung. 

Lanskap pergaulannya yang luas dengan berbagai pihak, seperti penghubung antara semua pihak, menjadikan Buya Syafii mendapatkan tempat spesial di masyarakat. Ade Armando misalnya, menyebutkan Buya Syafii merupakan intelektual organik –meminjam istilah Antonio Gramsci— yang ikut turun dalam permasalahan di masyarakat ikut mencerahkan, ketimbang intelektual tradisionalis yang hanya duduk menulis, mengajar, dan kegiatan instrumentalis tak berkesudahan tanpa perubahan.

Dalam jurnal Syarif Maulana (2015) berjudul Ruang Publik dan Intelektual Organik menjelaskan perbedaan Intelektual Tradisional dan Organik –meminjam Gramsci—bahwa Intelektual Tradisional menempatkan dirinya terpisah dengan masyarakat, dan tinggal di ‘menara gading’ universitas yang hanya berkutat dengan teori yang tidak praktis bagi masyarakat.

Sedangkan Intelektual Organik, tidak hanya berkutat dengan hal-hal yang bersifat ilmiah dan teori semata, melainkan memilih untuk mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Tidak hanya ide dan gerak-gerik dalam ide tersebut, dalam keseharian misalnya, kenang Siti Musdah Mulia dan beberapa yang hadir disana bersaksi bahwa Buya Syafii merupakan sosok yang sangat sederhana di balik pemikirannya yang luar biasa. Zuhud total –sikap yang menyerahkan diri hanya kepada Tuhan. Menurut Siti Musdah, inilah yang menjadi pembeda di antara tokoh-tokoh nasional lainnya yaitu kesederhanaan, di antara banyak pejabat yang bergelimang harta dan memamerkan kekayaan.

Tiga cerita kesaksian lainnya diceritakan peserta yang hadir, bahwa Buya Syafii di hari-hari terakhirnya menyiapkan segala bentuk kekayaannya untuk pesantren –sekolah berbasis Islam–, sedangkan kisah lainnya menceritakan bahwa Buya Syafii tidak mau dijemput dan diantar kembali ketika menjadi narasumber diskusi, lainnya ketika mentraktir makanan, Buya Syafii dengan hal sederhananya melipat uang tidak menggunakan dompet alias diuwel-uwel atau dilipat-lipat menggunakan karet, padahal diketahui pada saat itu, beliau merupakan tokoh nasional.

Peserta diskusi lainnya juga bercerita bahwa setiap gerakan anti-toleransi, salah satunya yang terbaru yaitu penolakan Gereja di Cilegon, membawa semangat Buya Syafii dalam keberagaman, untuk memperjuangkan rumah ibadah umat kristiani di Cilegon.

Peluncuran 3 Buku Buya Syafii Maarif
Diskusi dan Bedah Buku sedang berlangsung (Adi/Kebijakan.co.id)

Warisan Buya Syafii

Di akhir cerita dan kesaksian narasumber dan peserta diskusi, terdapat sempilan perkataan dan harapan jika pemikiran dan ide Buya Syafii terus dilanjutkan khususnya kepada generasi muda atau biasa disebut millenial.

Warisan atau peninggalan Buya Syafii harus dijaga oleh berbagai pihak, Ade Armando menyebutkan butuh kolaborasi untuk terus meneruskan ide-ide Buya Syafii. Sedangkan Budiman Tanuredjo menyebutkan bahwa Kompas –sebagai institusi media—siap meneruskus ide dan pemikiran Buya Syafii dan mencari penerus –walau lama sekali akan ditemukan— Buya Syafii yang baru. Sedangkan Putut menceritakan sedang menggarap film yang berisikan kisah Buya Syafii dengan Maarif Institute sebagai bahan pengajuan pahlawan nasional. Yang hampir semua narasumber sepakat dengan ide untuk mengajukan Buya Syafii menjadi pahlawan nasional.

Berkaitan dengan Millenial sendiri, ide dan pemikiran Buya Syafii harus bisa diselaraskan dengan generasi saat ini. Misal materi-materi Syafii Maarif for Beginners seperti di luar negeri, ntah itu menggunakan komik, ataupun film pendek berupa kartun. Sehingga cerita-cerita tentang keberanian terhadap kebenaran dan keadilan, kesederhanaan, dan sikap terhadap keberagaman Buya Syafii tidak lekang oleh zaman. Dan api semangatnya akan terus menyala-nyala menyinari Indonesia.

Jurnalis Adi Fauzanto
Diterbitkan: Kamis, 27 Oktober 2022
Pukul: 06.00 WIB
Jurnalis: Adi Fauzanto
Daftar Bacaan:  
• Syarif Maulana. 2014. Ruang Publik dan Intelektual Organik. Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 12 No. 1
• Ahmad Syafii Maarif. 2022. Indonesia Jelang Satu Abad: Relfeksi tentang Keumatan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan. Penerbit Suara Muhammadiyah: Yogyakarta
 
Liputan Mendalam