Pesan Cinta dari MK yang Diabaikan Jokowi


Kebijakan.co.idEditorial Redaksi

Adi Fauzanto-12 Januari 2023 (13.00 WIB)-#19 Paragraf

Gayung tak bersambut, bak drama korea, pesan cinta dari MK tentang partisipasi masyarakat yang maksimal dan bermakna, dibalas pahit oleh Jokowi dengan Perppu No. 2 Tahun 2022

***

Jakarta, Kebijakan.co.id — “Partisipasi masyarakat yang maksimal dan lebih bermakna,” begitu bunyi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Tapi tampaknya, Pemerintah –dalam hal ini Presiden— benar-benar tidak memperhatikan ‘pesan cinta’ dari Mahkamah Konstitusi.

Gayung tak bersambut, seperti drama korea ‘pesan cinta’ yang seharusnya dijalankan dalam kurun waktu 2 tahun, dibalas dengan ‘surat paksaan’ berupa penerbitan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) No. 2 Tahun 2022, dengan dalil kegentingan memaksa akibat krisis ekonomi global perang Ukraina dan Rusia. Lagi pula, menurut Bhima Yudistira,  perang Ukraina dan Rusia justru menguntungkan komoditas Batu Bara dan Kelapa Sawit –yang banyak dimiliki pejabat dan konglomerat di Indonesia.

Kembali ke ‘pesan cinta’ akan diharuskannya partisipasi masyarakat berangkat dari Pasal 5 Huruf g UU 12 Tahun 2011 yaitu asas keterbukaan. Jika kita membaca penjelasannya, “seluruh masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.” Indah bukan maksud dari surat cintanya?

Pesan Cinta MK

Jika kita membaca ulang Putusan MK No. 91/PUU-XVII/2020, jelas-jelas di sana dalam pertimbangan hakim dalam pokok permohonan, mensyaratkan adanya partisipasi masyarakat yang maksimal dan lebih bermakna (meaningfull participation). Ini merupakan frasa baru dalam dunia legislasi, yang sebelumnya hanya menggunakan ‘partisipasi masyarakat’ saja.

Hal ini dijelaskan secara apik oleh Helmi dan Shelvin dalam jurnal penelitiannya menyatakan partisipasi masyarakat yang diperluas maknanya, sehingga partisipasi masyarakat bukan hanya menjadi pelengkap, namun menjadi pertimbangan utama. Juga dalam jurnal penelitian yang saya tulis bahwa partisipasi publik (atau masyarakat) harus menyentuh berbagai pihak, seperti, ahli yang pro dan kontra, koalisi masyarakat yang pro dan kontra, lembaga (pemerintah dan non-pemerintah) terkait baik yang pro dan kontra. Sampai semua benar-benar didengar dan dipertimbangkan.

Pikir saya, mudah saja untuk Presiden yang berangkat dari blusukan untuk ‘mendengarkan suara masyarakat’ untuk memenuhi pesan dari MK. Apalagi latar belakang partainya merupakan ‘partai wong kecil’.

Bivitri dalam keterangannya mencoba memisahkan antara sosialisasi dan partisipasi. Umumnya, ‘sosialiasi’ dijadikan alasan utama kalau sudah melakukan partisipasi. Jelas bukan, sebab, sosialisasi itu satu arah dan tugasnya pasca-diundangkan bukan sebelum diundangkan. Partisipasi harus dimaknai sebagai 2 arah, diskusi, masukan, dan perdebatan.

Bukan tanpa sebab, partisipasi masyarakat tersebut dipertimbangkan sebab perumusan hingga pengesahan UU Cipta Kerja karena banyak ‘ketidaksiapan’ seperti draft Rancangan Undang-Undang resminya yang berganti-ganti, bahkan setelah pengesahan juga banyak diubah nomenklaturnya.

Absurdnya, kali ini dipraktikan kembali oleh Presiden dan jajarannya, di mana naskah resmi PERPPU tersebut hadir 1 hari sesudah pengumuman. Bukankah seharusnya belajar dari peristiwa sebelumnya. Setidaknya untuk memberitahukan kepada masyarakat jika ada PERPPU yang ingin dikeluarkan. Sudah seperti operasi rahasia saja, jika kesannya seperti ini.

Tentu pesan MK ini harus dimaknai bahwa legislasi membutuhkan keterbukaan secara materiil (substantive due process of law) yaitu dipertimbangkannya partisipasi masyarakat serta secara formiil (procedural due process of law) yaitu perangkat dan prosedur undang-undang yang layak dan tertib hingga dapat diketahui oleh masyarakat.

Keterbukaan di sini menjadi penting sebab bukan hanya pihak-pihak yang terdampak yang membutuhkannya, akan tetapi menjaga ‘marwah’ legislasi kita, agar tidak ugal-ugalan.  Selain marwah legislasi yang hancur, menurut saya jika Putusan MK ini diabaikan, marwah lembaga yang didapuk penjaga konstitusi juga ikut hancur. Pertanyaanpun muncul, lantas buat apa pengujian UU Cipta Kerja sebelumnya, kalau putusannya tidak dijalankan.        

Jawaban Atas Pesan Cinta MK

Memang benar, undang-undang atau produk hukum yang mensyaratkan partisipasi masyarakat memiliki proses yang lama. Tapi, bukankah itu konsekuensi yang menjadikan kita negara demokrasi? Tapi, sepertinya cita-cita itu dilangkahi Presiden dengan menerbitkan PERPPU No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Memang, ‘kegentingan memaksa’ dalam Putusan MK No. 003/PUU-III/2005, menyatakan bahwa kegentingan memaksa tidak harus dalam keadaan bahaya darurat sipil, militer, atau keadaan perang (dalam negeri), tetapi merupakan hak subjektif presiden, yang kemudian akan menjadi objektif jika disetujui oleh DPR.

Hak subjektif presiden terkesan sangat luas penafsirannya. Maka dari itu Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 menysaratkan masalah hukum yang harus diselesaikan secara cepat berdasarkan Undang-Undang, terjadinya kekosongan hukum, dan kebutuhan akan undang-undang yang membutuhkan prosedurnya cepat untuk mengatasi kegentingan.

Namun, yang menjadi pertanyaan, indikator cepat dan lamanya sebuah undang-undang perlu diperjelas lagi. Apakah waktu 2 tahun (sesuai ‘pesan cinta’ MK) tersebut kurang untuk mendengarkan seluruh aspirasi dan masukan masyarakat yang mengharuskan Presiden menerbitkan PERPPU?

Ataukah benar-benar terjadi kegentingan yang memaksa tersebut, akibat krisis dampak perang Rusia-Ukraina. Logika sederhananya seperti ini, Rumusan UU Cipta Kerja (yang kemudian disahkan menjadi UU Cipta Kerja) sudah ada sebelum perang Ukraina-Rusia –bahkan sebelum ada Pandemi Covid-19–, jadi alasan utama PERPPU Cipta Kerja sudah jelas absrud dengan dalil perang ukraina-rusia. Atau ada kebutuhan mendesak lainnya yang disembunyikan?

Konfrensi Pers Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Konfrensi Pers Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Humas Sekretariat Kabinet Republik Indonesia)

Setelah Diabaikannya Surat Cinta MK

Tentu, prosedur normatifnya menunggu DPR untuk menjadi PERPPU tersebut objektif, dengan menyetujui atau menolak secara keseluruhan. Tetapi nampaknya, harapan untuk menjaga ‘marwah legislasi’ dan ‘marwah MK’, terlebih lagi ‘posisi masyarakat sebagai subjek negara demokrasi’ tidak dapat mengharapkan dari adanya DPR, sebab UU Cipta Kerja awalnya juga dibahas bersama DPR. Kecuali, jika lembaga perwakilan rakyat ini berubah pikiran.

Langkah lainnya menguji Perppu sebelum disahkan. Secara normatif, tidak bisa sebab Undang-Undang Dasar (UUD) dan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi kita, tidak menyediakan prosedur kewenangan tentang itu. Jika mau, menurut Ni’matul Huda dalam jurnal penelitiannya, memberikan pertimbangan untuk mengubah UUD lalu menambahkan kewenangan untuk MK menguji Perppu. Akan tetapi MK pernah melakukan pengujian Perppu dalam Putusan 138/PUU-VII/2009 yang kala itu menguji PERPPU KPK. Mahfud MD, yang kala itu menjadi Hakim MK-pun menyetujui jika MK berhak melakukan pengujian PERPPU terhadap UUD. Menurut sayapun, sah-sah saja, sebab secara materi sama dengan Undang-Undang.

Jikapun tidak bisa, kembali lagi menguji hasil objektifikasi DPR terhadap PERPPU No. 2 Tahun 2022 –jika disetujui secara keseluruhan. Tetapi pertanyaan? Masa harus kembali menguji Undang-Undang yang memiliki ‘formiil’ dan ‘materiil’ yang sama. Dan semoga MK sebagai pengawal konstitusi tetap konsisten terhadap putusan sebelumnya –di balik ancaman aswantoisasi seperti apa yang ditulis Zainal Arifin Mochtar dalam kolomnya–, tetap menjaga agar tidak amburadulnya proses legislasi kita, dan ‘menghukum’ untuk sekali lagi kepada produk hukum yang buruk yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan DPR ini, serta memberikan harapan untuk masyarakat berpartisipasi secara penuh dan bermakna, sekali lagi.

Diterbitkan: Kamis, 12 Januari 2023
Pukul: 13.00 WIB
Jurnalis: Adi Fauzanto
Daftar Bacaan:  
• Ni’Matul Huda. 2010. Pengujian Perppu oleh Mahkamah Konstitusi. Jurnal Konstitusi Vol. 7 No. 5Helmi dan Shelvin. 2022. Perluasan Makna Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Jurnal Konstitusi Vol. 19 No. 4Adi Fauzanto. 2022. Analisis Pola dan Pencegahan Korupsi Legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Pembentukan Undang-Undang. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 19 No. 2Zainal Arifin Mochtar. 2022. KUHP dan Lemahnya Politik Hukum Negara. Kolom Opini Media Indonesia, 12 DesemberAdi Wikanto. 2022. Resmi, Jokowi Terbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Gantikan UU Cipta Kerja. Berita Kontan.co.id, 30 DesemberHalida Bunga. 2019.  Ahli Hukum Dorong Pembahasan RKUHP Partisipatif dan Transparan. Berita Tempo.co, 17 NovemberHumas Sekretariat Kabinet Presiden. 2022. Pers Rilis: Pemerintah Terbitkan Perpu Cipta Kerja. 30 DesemberPutusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 91/PUU-XVIII/2020Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009Putusan MK No. 003/PUU-III/2005Penjelasan Pasal 5 Huruf g UU 12 Tahun 2011
Liputan Mendalam

Jurus Pemulihan Ekonomi ala Pemerintah


Kebijakan.co.idLiputan Konstruktif

Adi Fauzanto-18 Mei 2022 (14.44 WIB)-#56 Paragraf

Pandemi Covid-19 sudah berjalan 2 tahun lebih, setelah secara resmi di umumkan WHO (World Health Organization) pada 11 Maret 2020. Segala sektor terdampak, berusaha bangkit, khususnya ekonomi masyarakat. Negara hadir dengan berbagai kebijakan, utamanya berkaitan dengan ekonomi, dengan cakupan para pelaksana ekonomi, mulai dari swasta atau korporasi hingga UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah).

Untuk mengatasi krisis ekonomi, Program Pemulihan Ekonomi (PEN) dirancang dan dijalankan oleh para pemangku kepentingan. Mulai dari Presiden hingga Dinas-Dinas di daerah hingga kepada pemerintahan desa. Dirasakan oleh berbagai pihak, khususnya masyarakat dan sektor UMKM.

Tidak terkecuali, kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, sebagai bank sentral yang bertanggungjawab secara luas kepentingan keuangan Negara.

Baik itu stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, stabilitas serta pertumbuhan ekonomi secara makro (luas), meningkatkan akses ke dalam pasar keuangan, mengembangkan ekonomi keuangan syariah, hingga yang terbarukan turut andil dalam mengembangkan ekonomi keuangan digital atau pembayaran non-fisik.

Dan tentu mengatasi dampak negatif dari Covid-19,” papar Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo (63) dalam video yang diunggah Bank Indonesia.

Stabilitas menjadi kunci dalam krisis ekonomi. Kebijakan yang inklusif –yang menyentuh berbagai pihak khususnya ekonomi skala kecil- menjadi pegangan untuk membantu pulihnya ekonomi masyarakat.

***

 Jokowi sedang berpidato
Jokowi sedang berpidato (Lukas/Biro Pers Presiden)

Jakarta, Kebijakan.co.id — Di balik keluarnya Indonesia dari jurang resesi. Ditandai dengan pulih nya pertumbuhan ekonomi triwulan 2 tahun 2021, kemudian stabil di triwulan berikutnya hingga triwulan 1 tahun 2022. Ada berbagai jurus yang dilakukan Pemerintah untuk bertahan –atau setidaknya tidak terhantam cukup dalam.

Salah satunya dengan mengeluarkan Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2020. Disempurnakan melalui PP No. 43 Tahun 2020. Peraturan Pemerintah –yang berisikan aturan pelaksana yang bersifat pelengkap dari Undang-Undang- tersebut merupakan turunan dari UU No. 2 Tahun 2020.

Untuk melaksanakan kebijakan PEN ini. Pemerintah melakukan 4 cara, Penyertaan Modal Negara (PMN), itu pertama. Kedua, penempatan dana. Ketiga, investasi pemerintah. Keempat, penjaminan.

Untuk menentukan sektor dan usaha jenis apa, yang harus dibantu. Pemerintah berisikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Menko Kemaritiman dan Investasi (Marinves), Menteri terkait, dibantu dengan pimpinan lembaga independen negara, berisikan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Disertai dengan pimpinan lembaga sektor usaha yang dibantu tersebut.    

Adapun dana yang dibutuhkan dari PEN ini bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan dalam pembiayaan PEN, pemerintah dapat menerbitkan SBN (Surat Berharga Negara) yang dibeli oleh BI.

Dari dua tahun berjalan krisis kesehatan dan ekonomi ini -2020, 2021, berjalan 2021- total dana PEN dianggarkan pemerintah mencapai 1.895,59 Triliun Rupiah. Dengan realisasi per 1 April 2022, mencapai 1.263,7 Triliun Rupiah.   

Jurus Pemulihan Ekonomi 2020

Tahun pertama dihantam pandemi disertai krisis ekonomi. Pemerintah melalui PEN-nya, mengalokasikan anggaran pembiayaan mencapai 695,2 Triliun Rupiah yang dibagi untuk 6 kluster. Dengan realisasi –anggaran yang terpakai- mencapai 575,8 Triliun Rupiah atau 82,83 persen.

Namun ada beberapa perbedaan data. Realisasi 575,8 Triliun Rupiah merupakan data dari pers rilis yang dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 15 Juli 2021 saat Sri Mulyani menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan APBN.

Sedangkan menurut Antara –kantor berita Pemerintah- pada 4 Januari 2021, anggaran terealisasi mencapai 579,78 Triliun Rupiah atau 83,4 persen saat Sri Mulyani dalam salah satu webinar, senada dengan Indonesiabaik.id –yang merupakan laman berita terafiliasi Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Menggunakan data dari Kemenkeu, kluster yang pertama, ditunjukan untuk perlindungan sosial dengan realisasi anggaran 216,6 Triliun Rupiah dari 230,21 Triliun Rupiah. Kluster kedua, ditunjukan untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan realisasi sebesar 112,3 Triliun Rupiah dari 116,31 Triliun Rupiah.  

Ketiga, kluster Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah dengan realisasi anggaran 65 Triliun Rupiah dari 67,86 Triliun Rupiah. Keempat, kluster kesehatan, dengan realisasi anggaran 62,6 Triliun dari 99,5 Triliun Rupiah. Kelima, kluster korporasi atau perusahaan besar, dengan realisasi anggaran 60,7 Triliun Rupiah sesuai dengan anggaran pagu yang ditetapkan.

Terakhir ketujuh, ditunjukan untuk insentif –bantuan atau mengurangi sesuatu dengan tujuan meringankan- usaha dengan realisasi anggaran mencapai 58,4 Triliun dari 120,61 Triliun Rupiah.

Dari besaran realisasi tersebut, pembiayaan untuk UMKM mencapai 112,3 Triliun Rupiah dengan jumlah terbesar kedua atau pertama untuk bidang usaha, selain korporasi dan insentif usaha. Dengan prosentase realisasi mencapai 96,5 persen. Tertinggi kedua, dari pembiayaan korporasi mencapai 100 persen dana pagu.

Jurus Pemulihan Ekonomi 2021

Tahun kedua pandemi, Pemerintah melalui PEN-nya mengalokasikan 744,77 Triliun Rupiah -yang semula 533,1 Triliun Rupiah lalu diubah menjadi 619 Triliun Rupiah dan diubah lagi menjadi 699, 43 Triliun.

Anggaran tersebut naik 49,5 Triliun jika dibandingkan dana PEN tahun 2020. Dengan angka realisasi anggaran mencapai 658,6 Triliun Rupiah atau 88,4 Persen. Prosentase realisasi tersebut naik 5,57 Persen dari prosentasi realisasi dana PEN 2020 sebesar 82,83 persen.

Adapun sektor dalam pembiayaan PEN tahun 2021, terdapat 5 sektor. Pertama, sektor kesehatan dengan realisasi anggaran 198,5 Triliun Rupiah dari 214,96 Triliun Rupiah dengan prosentase 92,3 persen.

Anggaran tersebut digunakan untuk 1,4 Juta pasien; insentif untuk 1,5 Juta tenaga kesehatan; santunan kematian untuk 571 tenaga kesehatan; pengadaan 310,9 juta dosis vaksin; dan bantuan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) –program jaminan sosial yang dapat digunakan untuk BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dengan Kartu Indonesia Sehat- untuk 42,02 Juta penduduk.

Kedua, sektor perlindungan sosial, realisasi mencapai 171 Triliun Rupiah dari 186,64 Triliun Rupiah dengan prosentase 91,5 persen.

Anggaran tersebut digunakan untuk bantuan sosial (bansos) PKH (Program Keluarga Harapan) dan kartu sembako untuk 18,6 Juta KPM (Keluarga Penerima Manfaat); Bantuan Sosial Tunai (BST) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa untuk 5,62 Juta KPM; Kartu Pra-Kerja untuk 5,96 juta peserta; Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk 8,38 Juta Pekerja; Bantuan Kouta Internet untuk 66,6 Juta penerima; Diskon Listrik untuk 32,6 Juta Penerima; Pengentasan Kemiskinan Ekstrem untuk 1,16 Juta KPM di 35 Kabupaten Prioritas.

Ketiga, sektor program prioritas. Dengan realisasi mencapai 105,4 Triliun Rupiah dari 117,94 Triliun Rupiah dengan prosentase 89,3 persen. Anggaran tersebut ditunjukan untuk program usaha padat karya kementerian atau lembaga untuk 2,26 juta tenaga kerja; Sektor pariwisata dan ketahanan pangan; PT. SMI (Sarana Multi Infrastruktur) -sebagai SMV (Special Mission Vehicle atau badan usaha yang memiliki tugas khusus) di bawah koordinasi Kementerian Keuangan yang tidak mencari keuntungan- yang di salurkan kepada pemerintah daerah sebesar 10 Triliun Rupiah.     

Keempat, sektor UMKM dan Korporasi. Dengan realisasi 116,2 Triliun Rupiah dari 162,4 Triliun Rupiah, dengan prosentase 71,5 persen. Anggaran tersebut ditunjukan untuk BPUM (Bantuan Produktif Mikro) untuk 12,8 Juta usaha dan 1 Juta PKL; Imbal jasa penjaminan untuk 2,45 UMKM dan 69 korporasi;  Subsidi bunga KUR (Kredit Usaha Rakyat) untuk 7,51 Juta debitur dan non-KUR untuk 7,02 Juta debitur.

Sisanya 40,76 Triliun yaitu PMN untuk BUMN (Badan Usaha Milik Negara) seperti Hutama Karya, Pelindo 3, Waskita Karya, dkk.

Terakhir kelima, sektor insentif usaha. Dengan realisasi anggaran 67,7 Triliun Rupiah dari 62,83 Triliun, dengan prosentase 107,7 persen.

Anggaran tersebut ditunjukan untuk insentif PPh -Pajak Penghasilan Pribadi atau Badan atas penghasilan yang diterima satu tahun- 21 DTP –Ditanggung Pemerintah- untuk 106.100 pengusaha; PPh Final DTP untuk 138.600 UMKM; Pembebasan PPh 22 Impor untuk 9.700 wajib pajak; Pengurangan angsungran PPh 25 untuk 58.305 wajib pajak; Penurunan tarif PPh Badan untuk seluruh wajib pajak; PPN -Pajak Pertambahan Nilai- DTP Properti; PPnBM –Pajak Penjualan atas Barang Mewah- Mobil; BM –Bea Masuk- DTP.    

Dari besaran realisasi tersebut, pembiayaan untuk sektor UMKM –setelah dikurangi BUMN- 76,18 Triliun Rupiah beserta insentif PPh Final DTP untuk 138.000 UMKM.   

Jurus Pemulihan Ekonomi 2022

Untuk tahun ini, dana PEN tetap dikucurkan oleh Pemerintah untuk pemulihan ekonomi yang sudah berjalan baik. Sebesar 455,62 Triliun Rupiah untuk 3 sektor. Turun 289,15 Triliun Rupiah dari total anggaran tahun 2021 sebesar 744,77 Triliun Rupiah dan turun 239,58 Triliun tahun 2020 sebesar 695,2 Triliun. Adapun 3 sektor tersebut.

Pertama, sektor kesehatan dialokasikan 122,54 Triliun Rupiah, yang ditunjukan untuk program lanjutan vaksinasi Covid-19; insentif tenaga kesehatan; insentif perpajakan; dan penanganan covid-19 di daerah-daerah.

Kedua yaitu sektor perlindungan masyarakat. Dengan alokasi 154,76 Triliun, yang ditunjukan untuk program bansos dan sembako untuk PKH; Kartu Pra-Kerja; BLT Desa; Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP); dan antisipasi perluasan perlindungan sosial.

Ketiga ditunjukan untuk pemulihan ekonomi. Dengan alokasi dana 178,32 Triliun Rupiah, yang ditunjukan untuk mendukung inisiatif program atau kegiatan yang dilakukan kementerian atau lembaga. Misalnya, program padat karya, bantuan untuk UMKM, program ketahanan pangan, dan penanaman modal untuk BUMN.

Dari ketiganya, per 1 April 2022, realisasi anggaran baru mencapai 29,3 Triliun Rupiah atau 6,4 persen. Kluster kesehatan mencapai 1,55 Triliun atau 1,3 persen. Ditunjukan untuk insentif pajak atas vaksin dan alat kesehatan; serta penanganan covid-19 melalui Dana Desa.

Kluster perlindungan masyarakat mencapai 22,74 Triliun Rupiah atau 14,7 persen ditunjukan untuk program PKH; Kartu Sembako; Kartu Pra-Kerja; BLT Desa; dan Bantuan Tunai PKLWN (Pedagang Kaki Lima, Warung, dan Nelayan).

Kluster pemulihan ekonomi mencapai 5,02 Triliun Rupiah atau 2,8 persen ditunjukan untuk program pariwisata, ketahanan pangan, subsidi UMKM, dan insentif perpajakan.

Dari ketiganya, bagi UMKM, bergantung kepada inisiatif kementerian dan lembaga yang berkaitan. Dalam hal ini, Kementerian Koperasi dan UMKM, dan lembaga lainnya.  

Tentu, dari ketiga sektor tersebut, tetap dilakukan secara fleksibel –dapat berubah tiba-tiba- untuk mengantisipasi perubahan. Pada prinsipnya PEN didesain untuk fleksibel dan akuntabel –dapat dipertanggungjawabkan-, sehingga responsif dalam menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi di kemudian hari.

Tantangan Pemulihan Ekonomi 2022

No War in Ukraine
No War in Ukraine (Masanobu Kumagai/AP Photoa)

Krisis belum berakhir, selain masih adanya virus Covid-19, terdapat beberapa ancaman. Seperti yang diungkapkan Sri Mulyani, dalam wawancara dengan Kompas TV (10/06/2022), ancaman tersebut ketika ekonomi di setiap negara mulai tumbuh kembali terdapat potensi untuk inflasi –naiknya harga secara terus menerus- atas komoditas –kebutuhan- global, seperti pada penyebab krisis tahun 2007.

“Di saat negara-negara tumbuh, perekonomian jalan kembali, kebutuhan akan komoditas produksi juga tinggi,” Ujar Sri Mulyani.   

Ditambah faktor di luar ekonomi, seperti geopolitik –konflik di kawasan tertentu. Perang atau invasi militer yang dilakukan oleh Rusia kepada Ukraina sejak 24 Februari 2022, menyebabkan terhentinya pasokan komoditas global.

Kebutuhan akan minyak goreng misalnya, Ukraina sebagai pemasok akan kebutuhan biji matahari yang digunakan untuk minyak goreng di negara-negara kawasan Eropa, harus terhenti.

Akibatnya permintaan akan kelapa sawit (CPO atau Crude Palm Oil) naik, menyebabkan kelangkaan dan harga tinggi. Hal tersebut, berdampak langsung kepada Indonesia, sebagai produsen kelapa sawit terbesar.

Kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) –kebijakan penetapan kouta untuk pasar dalam negeri-, DPO (Domestic Price Obligation) –Kebijakan penetapan harga maksimal untuk pasar dalam negeri-, dan subsidi harga terhadap minyak goreng jenis kemasan dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia –dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag)- untuk melindungi pasar lokal dari kelangkaan akibat penyaluran kelapa sawit keluar negeri karena harga tinggi.

Menurut INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), Pemerintah dalam kebijakan subsidi minyak goreng kemasan dirasa belum tepat. Dikarenakan konsumsi minyak goreng rumah tangga sebesar 61 persen dari minyak goreng curah, namun kebijakan yang diambil ialah subsidi minyak goreng kemasan.   

Masalah lainnya beberapa perusahaan kelapa sawit mencoba mencari kesempatan atas kelangkaan dan tinggi nya harga minyak kelapa sawit. Beberapa perusahaan sawit bermain nakal dengan mengakali kouta pasar dalam negeri dengan kongkalikong bersama pejabat perdagangan luar negeri Kemendag, dengan memberikan izin ekspor komoditas kelapa sawit.

Kejaksaan Agung pada 19 April 2022, menetapkan Direktur Jenderal Perdangangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu atas korupsi pemberian izin fasilitas ekspor minyak goreng.

Lainnya Komisaris PT. Wilmar Nabati Indonesia, Parulin Tumanggor; Manajer Senior PT. Pelita Agung Agriindustri (Permata Hijau Group), Stanley Ma; Manajer Umum PT. Musim Mas, Picare Tagore; Terbaru, Konsultan dari Independent Research & Advisory Indonesia, Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati.  

Menyebabkan Presiden Jokowi harus membatasi total kouta ekspor kelapa sawit, untuk menstabilkan harga dan juga pasokan minyak goreng dalam negeri pada 28 April 2022.

Akan tetapi menurut Bhima Yudistira, Ekonom CELIOS (Center of Economics and Law Studies) membatasi total kouta ekspor kelapa sawit tidaklah tepat.

Sebab masalahnya bukan pada ekspor, akan tetapi pada kepatuhan distribusi pasar lokal. Menurutnya membatasi ekspor total, hanya akan merugikan petani dan pengusaha kelapa sawit, terlebih merugikan potensi keuntungan negara sebanyak 43 Triliun Rupiah –jika dihitung selama satu bulan sejak penutupan.

Setelah semuanya terkendali baik harga maupun pasokan, Presiden Jokowi kembali membuka keran ekspor kelapa sawit pada 23 Mei 2022. Dan mewajibkan masyarakat yang membeli minyak goreng curah, menggunakan KTP, sebagai kontrol dari Pemerintah agar tidak terjadi kelangkaan –dikarenakan subsidi untuk minyak goreng curah berpotensi susah untuk dilakukan kontrol. Serta mewajibkan DMO sebanyak 10 Juta Ton minyak goreng.

***

Komoditas global lainnya, minyak bumi atau minyak mentah atau bahan bakar untuk industri ataupun kendaraan. Menjadi langka disebabkan Rusia yang merupakan salah satu pemasok minyak bumi terbesar ke-2 setelah Amerika, diputus akses penjualannya –atau di embargo- atas hukuman melakukan invasi militer ke Ukraina.

Sehingga minyak bumi menjadi langka dan mahal akibat pemasok minyak bumi diputus akibat hukuman. Hal tersebut menyebabkan harga minyak bumi di Indonesia juga terdampak, ICP (Indonesian Crude Price atau Minyak Mentah Indonesia) naik dari rata-rata 63 Dolar Amerika per barel terkerek di atas 100 Dolar Amerika per Barel.

Akibatnya, bahan bakar Pertamax atau Ron 92 dari BUMN Pertamina misalnya, ikut merangsek naik pada 1 April 2022 setelah kelangkaan tersebut, dari 9.000-9.400 Rupiah per liter menjadi 12.500-13.000 Rupiah per liter, karena tidak dibantu subsidi atau bantuan dari Pemerintah.

Sementara, Pemerintah harus mengeluarkan biaya besar untuk mensubsidi bahan bakar Pertalite dari Pertamina dan juga kenaikan harga listrik, setelah kenaikan harga minyak mentah tersebut. Menurut Sri Mulyani, potensi beban subsidi dalam hantaman naiknya harga komoditas global mencapai 443,6 Triliun Rupiah.  

Baca Serial Liputan Konstruktif "Pemulihan Ekonomi 2022, UMKM, dan Kebijakan Inklusif Bank Indonesia" Lainnya:
•	Kisah Awal Pandemi dan Krisis EkonomiKebijakan Inklusif Bank Indonesia di Kala KrisisJurus Pemulihan Ekonomi ala Pemerintah
Diterbitkan: 15 Mei 2022
Pukul: 14.44 WIB
Jurnalis: Adi Fauzanto  
Daftar Bacaan:      
• Rusli, Tauhid, dkk. 2022. Menakar Efektivitas Kebijakan Subsidi vs DMO-DPO Minyak Goreng. Policy Brief INDEF 
• Pers Rilis Kementerian Keuangan. 2022. Per 1 April, Realisasi Anggaran PC-PEN 2022 Sebesar Rp29,3 Triliun. 5 April 
• Pers Rilis Kementerian Keuangan. 2022. Anggaran PEN 2022 Disederhanakan Menjadi Tiga Kelompok, Namun Tetap Fleksibel. 23 Februari 
• Dany Saputra. 2022. Anggaran PEN 2021 Tidak Terealisasi 100 Persen, Ini Penjelasan Sri Mulyani. Bisnis.com, 3 Januari 
• Pers Rilis Kementerian Keuangan. 2021. Realisasi PEN 2021 Capai Rp326,74 Triliun. 6 September  
• Pers Rilis Kementerian Keuangan. 2021. Realisasi Program PEN Tahun 2020 Capai Rp275,8 Triliun. 15 Juni  
• Pers Rilis Kementerian Keuangan. 2021. Pemerintah Menambah Anggaran PEN 2021 Menjadi Rp619 Triliun. 3 Februari   
• Astrid Faidlatul. 2021. Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran PEN 2020 Capai 83,4 Persen. Antara News, 4 Januari 
• Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2020
• Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2020