Olah Data, Olah Rupa, dan Olah Kata untuk Asa Jurnalisme


Kebijakan.co.idLiputan Konstruktif

Adi Fauzanto-1 Agustus 2022 (12.00 WIB)-#25 Paragraf
Olah Data, Olah Rupa, dan Olah Kata untuk Asa Jurnalisme

Untuk menarik perhatian pembaca, jurnalis dituntut untuk menggunakan berbagai media. Tidak sekedar memberikan gambaran yang ada, akan tetapi juga memberikan informasi yang berkualitas. Cara tersebut harus digunakan jurnalis untuk memberikan dampak untuk masyarakat di era digital.

Maka dari itu, diperlukan olah data untuk menunjukan ketepatan akan informasi, olah rupa untuk memberikan gambaran yang sesuai, dan olah kata untuk mengabadikan cerita kepada pembaca.

***

Tanggerang, Kebijakan.co.idPulitzer Prize –sebuah penghargaan tertinggi untuk dunia jurnalistik di Amerika Serikat— baru saja (9/5/2022) memberikan penghargaan liputan investigasi kepada Tampa Bay Times dengan judul Posioned atau Keracunan.

Liputan investigasi yang berisikan 3 liputan panjang ini, membongkar tabir perusahaan baterai yang abai dalam mengelola limbah atas produksi, berdampak kepada pekerjanya dan lingkungan sekitar di pabrik tersebut.

Setelah saya –Jurnalis Kebijakan.co.id—membaca liputan ini, saya kira perlu ada juga di Indonesia, khusus daerah industri macam Kabupaten Bekasi dan daerah industri lainnya, terlebih di Jawa Barat. Meski perusahaan-perusahaan banyak memoles dengan CSR (Corporate Social Responsibilty) atau tanggungjawab sosial perusahaan, yaitu menggunakan program dan pers rilis nya, bukan berarti dia lalai akan bisnis utama dia memproduksi sesuatu dan lupa memperhatikan sisa limbahnya yang dibiarkan.

Sekilas liputan tersebut, sama dengan liputan Tirto.id atas Perusahaan AICE yang meliput keamanan pekerja di sana sehingga banyak menimbulkan masalah, misal jari pekerjanya terputus, hingga masalah lainnya. Itu dari sisi perburuhan, dari sisi limbah sama seperti liputan ekspedisi 3 sungai WatchDoc –bekerjasama dengan Ecoton—yang menyoroti pembuangan limbah di sungai atas kelalaian pabrik tidak memiliki prosedur pembuangan limbah yang baik, sehingga masyarakat sekitar terdampak.

Tetapi yang perlu diperhatikan dari Liputan tersebut tidak hanya kualitas dari liputannya yang baik –yang memang sudah jelas karena memenangkan penghargaan pulitzer— akan tetapi juga penggunaan beberapa media seperti kata, audio visual berupa gambar, video, dan suara. Serta menempatkan data dan interaktif pembaca untuk mengetahui informasi.

2 bulan setelah pengumuman pulitzer, diadakan Data and Computational Journalism-Conference Indonesia (DCJ-CI) oleh Universitas Multimedia Nusantara. Kegiatan ini secara khusus memberikan pelatihan yang tidak jauh dari olah kata, olah rupa, olah data, dalam sebuah liputan. Tentu dengan harapan munculnya liputan seperti Tampa Bay Times tadi.

Jika dilihat dari susunan kurikulum yang saya dapatkan. Terdapat ketiganya, olah data, olah rupa, olah kata. Untuk olah data tidak perlu dibahas, karena memang dari judulnya saja sudah DCJ-CI. Untuk olah rupa di sebelum hari H (pre-event) diadakan diskusi oleh panitia.

Dalam diskusi tersebut bagaimana dijelaskan oleh Tim Jurnalisme Data Harian Kompas, mengolah rupa. Tim Jurnalisme Harian Kompas, menekanan bahwa data tidak boleh diberikan secara mentah begitu saja kepada pembaca. Jika diberikan secara mentah maka, tidak ada ketertarikan pembaca.

Maka harus dilakukan berbagai cara agar pembaca tertarik. Salah satunya dengan menganalogikan data tersebut dengan apa yang mudah dibayangkan oleh banyak orang. Misalnya, liputan data timbunan sampah makanan setinggi lebih Monumen Nasional.

Selain analogi penggambaran data, hal kecil lainnya juga perlu diperhatikan. Misal pemilihan warna. Warna dengan tone atau sentuhan yang tidak terlalu cerah atau gelap perlu diperhatikan, agar mudah dilihat pembaca. Dalam hal ini memang, karakter media dan target pembaca juga perlu diterjemahkan kepada pemilihan warna.

Selain itu juga, yang jarang diperhatikan banyak media ialah inklusifitas untuk mereka yang tunanetra terhadap warna. “Media juga harus belajar pemilihan warna untuk gangguan tunanetra terhadap warna, misal tidak menempatkan hijau dan merah secara bersamaan,” menurut Adolfo Arranz, Editor Grafis Reuters.         

Adolfo Arranz, Editor Grafis Reuters, saat menyampaikan materi saat hari pertama DCJ-CI 2022 di Gedung D UMN
Adolfo Arranz, Editor Grafis Reuters, saat menyampaikan materi saat hari pertama DCJ-CI 2022 di Gedung D UMN(Adi/Kebijakan.co.id)

Selain memperhatikan hal-hal kecil untuk menarik pembaca. Secara garis besar juga perlu memasukan sentuhan teknologi untuk menghasilkan liputan interaktif. Menempatkan pembaca memiliki ruang dan juga aktivitas dalam membaca liputan, seperti permainan, memilihi tempat dalam peta, tanya jawab, atau hingga memilih-milih gambar, dan berbagai interaktif lainnya.

Dalam hal ini jelaskan oleh sangat baik oleh Gabriel Giarnodoli dari New York Times –yang memang menjadi kiblat dari berbagai media di Amerika Serikat atau bahkan seluruh dunia. Dia mencontohkan liputan New York Times tentang gambaran interaktif Social Distancing atau jaga jarak dengan menggambarkan pergerakan bersin dari seseorang dengan jarak semburannya.

Satu langkah lebih maju untuk memberikan gambaran informasi kepada masyarakat, dengan kemajuan teknologi interaktif. Tetapi tidak hanya di Amerika Serikat, terkhusus di New York Times, dan pemenang Pulitzer Prize Investigasi terbaru ini, Tampa Bay Times. Akan tetapi juga ada di Indonesia.

Kita lihat seperti Kompas memiliki Virtual Interaktif Kompas (VIK), Tempo Interaktif, Jakarta Post dengan Longform , CNN Indonesia dengan Laporan Interaktif, dan masih banyak lainnya. Dan memang membutuhkan modal yang tidak sedikit untuk membentuk tim liputan interaktif, selain jurnalis, harus juga ada desain grafis dan ahli pemograman yang bisa bersentuhan langsung dengan pembaca.  

Akan tetapi yang terpenting dari kedua komponen, baik desain grafis atau pemograman berbentuk interaktif, yaitu kekuatan cerita. “Mereka-mereka ini ahli dalam pengolahan data, dan skill-skill programing lainnya,” menurut Agoeng Wijaya, akan tetapi mereka (tim Tempo Media Lab) tidak ahli dalam menyusun cerita, maka dari itu diperlukan jurnalis yang juga handal dalam menyusun cerita.

Penutupan Data & Computational Journalism Conference Indonesia 2022 di hotel Ashley
Penutupan Data & Computational Journalism Conference Indonesia 2022 di hotel Ashley (Adi/Kebijakan.co.id)

Begitu juga dengan desain grafis, “Sehari mereka ditargetkan sekian, tetapi kalau memang bukan passion disuruh nyusun point-point (menyusun cerita) agak terhambat, maka ditunjuk storyboard untuk menyusun point-point yang disampaikan dalam infografis. Mereka sehari bisa banyak mendesain, tanpa perlu berpikir (menyusun cerita) lagi,” kata Sapto Anggoro, pendiri Tirto.Id dalam sebuah wawancara dengan Kompas.com.

Menyusun kata untuk cerita, ibarat kawan lama datang untuk bercerita, sebuah gambaran dari Atmakusumah Astraatmadja yang dijadikan judul kata pengantar Andreas Harsono dalam buku Jurnalisme Sastrawi.

Buku yang ditulis dari kumpulan liputan panjang –umumnya liputan Majalah Pantau yang didirikan Andreas Harsono– yang bergaya sastrawi dengan semangat seperti Majalah The New Yorker atau karya fenomenal Hiroshima karya John Hersey yang berasal dari liputan jurnalistik.

Fifiyanti dalam penelitiannya terhadap karya Hiroshima yang menerapkan gaya jurnalisme sastrawi ini, menekankan 7 hal yang harus ada dalam jurnalisme sastrawi. (1) fakta, (2) konflik, (3) karakter, (4) emosi, (5) akses, (6) perjalanan waktu, dan (7) kebaharuan.

Infografis DCJ-CI 2022

Tanpa itu semua, dirasa kurang untuk kemajuan jurnalisme di Indonesia. Terlebih media memanfaatkan ‘pasar’ kualitas pembaca masyarakat dengan menyodorkan berita pendek nan bombastik.

Jauh panggang dari api, bicara penghargaan Pulitzer atau penghargaan internasional lainnya, bicara kualitas pembaca saja sudah menyedihkan dengan fakta media berita dengan lalu lintas terbanyak.

Tapi, bukan hidup namanya jika tidak ada tantangan. Maka, sudah menjadi tantangan untuk jurnalis dan media yang setia pada informasi berkualitas untuk masyarakat. Bukan tidak mungkin, pembaca juga berdatangan seiring dengan jengahnya pembaca akan kualitas berita yang tidak-tidak.

Baca Serial Liputan Konstruktif "Jurnalisme Data, Cara Baru Ungkapkan Fakta Melalui Cerita" Lainnya:
•	Jurnalisme Data, Cara Baru Ungkapkan Fakta Melalui CeritaOlah Data, Olah Rupa, dan Olah Kata untuk Asa JurnalismeDi Sekitar Berita Bohong
Jurnalis Adi Fauzanto
Diterbitkan: Sabtu, 1 Agustus 2022
Pukul: 12.00 WIB
Jurnalis: Adi Fauzanto
Daftar Bacaan:  
• Tim Harian Kompas. 2022. Sampah Makanan Indonesia Mencapai 330 Triliun. Kompas.idCorey (dkk.). 2021. Poisoned. Tampa Bay TimesYulia (dkk.). 2020. This 3-D Simulation Show Why Social Distancing Is So Important. New York TimesDieqy Hasbi (dkk.). 2017. Kondisi Kerja Buruh AICE Tak Semanis Iklan "Have an Aice Day". Tirto.idAgus Sopian (dkk.). 2008. Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Dalam dan Memikat. Penerbit Gramedia: Jakarta WatchDoc. 2021. Ekspedisi 3 Sungai. YoutubeKompas.com. 2021. Sapto Anggoro, Cuan Bikin Detik, Merdeka, dan Tirto Lalu Menjualnya. Youtube   Fifiyanti. 2022. Penerapan Jurnalisme Sastrawi dalam Buku Hiroshima Karya John Hersey. Jurnal Oratio Directa Vol. 3 No. 2