Meti (Dinas Perumahan Kota Depok): Setau Saya di Pemerintahan Kota Depok Tidak Ada Pembedaan (Antara Perumahan Umum dan Perumahan Syariah)


Kebijakan.co.idWawancara Mendalam

Adi Fauzanto-16 Nov 2022 (18.00 WIB)-#36 Paragraf
Perumahan Syariah di Kota Depok

Fenomena perumahan syariah meruak ke pasar baru-baru ini. Terhitung semenjak kebangkitan ‘Islam Politik’ dan menjalar ke berbagai aspek, mini market syariah, hingga perumahan syariah.

Fenomena ini, ditangkap baik oleh pengusaha yang berhasil melihat pasar masyarakat islam yang gandrung akan merek syariah.

Beberapa menunjukan dampak pendek yang buruk, ketidaktepatan atau terjerat penipuan hanya karena ingin mendapatkan rumah bermerek syariah.

Dampak panjang, pengelompokan ini berpotensi menciptakan segregasi, terlebih jika ada situasi yang dapat memicunya, misal politik identititas. 

Dalam perspektif Islam, Al-Quran tidak pernah mengajarkan harus bertetangga muslim atau membuat kawasan khusus Muslim.

Dalam perspektif kebangsaan, sejarah mencatat hampir semua agama terlibat dalam kemerdekaan bangsa Indonesia, dan oleh karenanya bangsa ini didasarkan atas keberagaman.

Menarik dibahas, khususnya di Kota Depok, kota yang menurut Setara Institute tingkat tolerannya rendah, juga terjadi. Terlebih di bawah rezim penguasa yang merupakan ‘Partai Islam’ yaitu PKS.

***

“Saya ingin mencari data perumahan syariah di Kota Depok, melalui Dinas Perumahan. Saya sudah melihat dari data web dinas Perumahan, Si Rumkim dan pengecekan melalui Google (open source) lalu dicocokan, nah saya mau tahu data langsungnya dari Dinas Perumahan (Kota Depok).”

Jadi Dinas Perumahan Kota Depok lebih mengarah ke buat peraturan dan kebijakan perumahan, tupoksi (tugas) nya lebih kesitu, jadi kita minta data juga ke (Dinas) PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) lantai 1, nanti selanjutnya Masnya ke sana aja, karena mereka kan yang mengeluarkan izin, pasti mereka adalah ini datanya.

Sebenarnya yang saya mau tanyai malah gini, kriteria perumahan yang dianggap syariah itu apa? makanya saya baca ini kan. Kalau di kita setau saya di PTSP tidak ada pembedaan, perumahan umum (dan perumahan lainnya). Ya tentunya kalau rumah tinggil izin, lebih dari 5 kapling itu udah dianggap perumahan, tanpa ada pembedaan syariah (dan) non syariah, begitu kalau di Depok ya.

“Untuk mulanya ibu tau ga kira-kira ini munculnya tahun berapa?”

Saya tidak tahu, karena memang tidak ada pembedaan, ini Masnya mengangkat perumahan syariah ya, kriteria perumahan yang masuk syariah apa? begitu aja, dari Mas nya apa? yang menandakan kalau itu Rumah Syariah. Apakah dari nama doang, pasti dari nama doang.

“Hipotesa saya hanya mengincar pasar saja. Makanya saya mencari konfirmasi (ke Dinas) apakah ada kriteria khusus.” 

Kalau di Depok tidak ada.

“Jadi hanya label saja ya?”

Kalau setahu saya, kayanya hanya label deh Mas. Kaya perumahan Mutiara Darrusalam, mungkin kalau secara nama, ‘oh perumahan Islami nih’ tetapi ngga tau islami atau ngganya ya. Kan masyarakat juga lebih tau ya untuk pemasaran rumah seperti itu.

“Kalau Dinas Perumahan sendiri membuat kebijakan terkait perumahan-perumahan syariah?”

 Kalau kita, di kita kan aturan Perda (Peraturan Daerah Provinsi) RP3KP (Rencana Pembangunan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Pemukiman), kita membuat aturan dari aturan RP3KP itu, kaya kajian, insentif-insentif perumahan, nanti tahun depan pemanfaatan rumah secara terbatas. Jadi untuk data perumahan kita juga dapat dari PTSP.

“Untuk tata kelola, dan tata perumahan lainnya termasuk PTSP itu?”

 Iya, yang membikin izin PTSP, ya semualah, izin dari awal ya, dari izin pemanfaatan ruang sampai terbitnya IMB.

“Termasuk juga izin lingkungannya? Kan ada Amdal.”

Kalo Amdal beda, dia di Dinas Terkait. Kalo ke banjir dia ke Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat). Terkait rekayasa lalu lintas ke Dishub (Dinas Perhubungan Kota Depok).

“Jadi tidak satu pintu ya?”

Jadi begini, mereka ngurus dulu ke Dinas (masalah) teknis, pas saat pengesehaan site plan (atau pengajuan), udah dilampirkan dokumen itu atas nama site plannya.

Makanya kalau Masnya ini (perumahan syariah) ciri-ciri ini, nggak ada aturan menyebutkan kalau perumahan syariah apa, saya baru denger.

“Sebenarnya tujuan besarnya, menurut Maarif Insitute berpotensi menciptakan pengelompokan etnis atau agama tertentu. Nah itu yang menciptakan potensi konflik. Tidak ada komunikasi, misalkan kita punya tetangga non-Islam, setidaknya kita mengerti cara kehidupan dia dan dia juga mengerti kita. Jadi kalau (perumahan) satu etnis, satu kelompok, satu agama itu, berpotensi (menciptakan konflik), tetapi tidak mesti selalu, tapi berpotensi itu.”

Jadi kalau gitu, harus ngontrol di penjualan (dan) marketingnya dong Mas.

“Iya itu makanya.”

 Jadi kalau di sini itu, setau saya ya nggak ada (pembedaan). Mungkin dari nama doang kali ya. Untuk masuk ke dalamnya bukan ranahnya.

“Ngga ada pengecekan khusus?”  

Iya, nggak ada.

“Benar-benar dikasih pengembang aja gitu ya?”

Iya, kan kita nggak (melakukan pengecekan) ini. Setelah izin mereka jadi, udah mereka jualan.

“Hipotesa saya sih seperti itu. Jadi pengembang ya memanfaatkan masyarakat di Kota Depok atau masyarakat Indonesia pada umumnya, karena nggak hanya terjadi di Kota Depok, tapi di beberapa kota lainnya. Di Bekasi paling banyak.”

Banyak perumahan seperti itu? Berarti mereka mengelompokkan diri.

“Ya, jadi istilahnya kalau dulu itu ada Geger Pecinan. Itu Belanda menciptakan satu kelompok (satu daerah) untuk etnis Cina (atau Tionghoa), nah itu kan sebenarnya gapapa buat pengelompokan. Tapi nanti berpotensi (konflik seperti Geger Pecinan).”

Negatif imbasnya ya.

“Mungkin sekarang gapapa (perumahan Syariah).”

Ya, beberapa tahun ke depan.

“Ya, hipotesa saya awalnya ini dimanfaatin sama pengembang, ya istilahnya buat laku, namanya juga pebisnis. Kemarin juga saya izin melakukan wawancara dengan pengembang, tetapi ditolak juga sama pengembang. Karena pengembang juga punya 2 pilihan, punya (perumahan) konvensional dan (perumahan) syariah. Tetapi ya kaya gitu, tetap saja tujuannya hanya laku, tetapi tidak melihat ke depannya atau potensi-potensi yang kemungkinan bisa terjadi.     

Iya kalau di Depok, misal nih, Mas nya punya tanah 1000 meter mau bikin perumahan, kalau 1000 (meter) kan lebih dari 5 kapling ya, langsung ngajuin aja perumahan, boleh. Jadi kita ngga ada kriteria khusus, gitu.

Makanya saran saya Masnya perlu ke PTSP. Tapi saya rasa sama, tapi coba Masnya nyoba dulu aja. Terus Masnya dari aplikasi si Rumkim, berapa perumahan (yang syariah).

“Ada sekitar 10% sih (perkiraan dari keseluruhan). Jadi setiap kecamatan ada satu-satu dikumpulin. Pertama, yang crosscheck tadi (melalui open source Google) ada 10 atau berapa (dari keseluruhan Kota Depok) lalu dicocokan dengan si Rumkim, sisanya yang menggunakan nama-nama syariah itu (dari Si Rumkim).”  

Jarang sih, paling. Apa Mas nama perumahannya (perumahan syariah) yang (ditemui) Mas?

“Yang tadi, yang Darrusalam itu, sisanya ada di laptop sih.”

Setau saya, yang islami itu aja.

“Dan beberapa pernah saya ke lapangan yang terbaru itu di depannya kelurahan Cimanggis.”

Apa namanya coba?

“Namanya Grand Mutiara Sawarga”

Emang itu islami?

“Iya ya, di banner (spanduk) nya, tulisannya begitu khusus (untuk) muslim, terus saya crosscheck di WA (Whatsapp).”

Tapi itu udah dibangun?

“Lagi on proses (tahap pembangunan), jadi emang marketingnya lagi jalan.”

Kalau itu berarti Masnya, coba ke marketing nanya-nanya, ceritanya mau beli rumah.

“Iya, betul”

Terus konsep mereka?

“Ya, tetap hipotesa saya, tidak ada perbedaan khusus, ya mungkin hanya mengincar segmen pasar masyarakat muslim, tapikan saya ingin menggali apakah ini ada kriteria khusus dari dinas, dari MUI, kalau misalnya makanan (halal) itu dia ada sertifikasinya, yang sekarang sudah dipindah ke Kementerian Agama. Tapi apakah, perumahan syariah ini ada? Harus ada masjidnya, harus ada apanya.”

Kalau kita secara umum sih, kalo perumahan itu harus maksimal 60 persen efektif kaplingnya dari luas tanah, dia harus menyediakan 5 persen untuk taman, 5 persen fasos (fasilitas sosial), sisanya untuk sarana jalan misalnya, RTH (Ruang Terbuka Hijau) menyesuaikan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Jadi ngga secara persis mengatur perumahan syariah.

Masnya ke sana (ke PTSP) cari pembanding. Kan kita aturannya sama, kalau di bawah Perwal (Peraturan Walikota) Site Plan, kita juga sama. Kalau udah izin ya udah, mereka (pengembang) bangun, nanti paling dari bidang pengawasan di bawah crosscheck lagi turun ke bawah bener ngga dia udah dibangun sesuai site plan.   

“Tapi untuk perumahan syariah ini kira-kira akan tumbuh terus?”

Kurang tahu ya, karena kalau di Depok nggak melihat perumahan syariah, mereka (pengembang) asalkan udah sesuai ketentuan aturan tata ruang, (dan) izin (dari) dinas-dinas terkait.

*(26/11/2022) Ada perbaikan nama dari Meta menjadi Meti dari Dinas Perumahan Kota Depok

Baca Serial Liputan Konstruktif "Perumahan Syariah di Kota Depok, Surga di Rumah atau Neraka Keberagaman" Lainnya:
•	Perumahan Syariah di Kota Depok, Surga di Rumah atau Neraka KeberagamanAkal Bulus Pengembang Perumahan Syariah di Kota DepokWawancara Mendalam tentang Perumahan Syariah di Kota Depok

Serial Liputan Konstruktif ini merupakan Program Fellowship Jurnalistik untuk Keberagaman dan Toleransi oleh Yayasan Satu Keadilan dan Search for Common Ground
Jurnalis Adi Fauzanto
Diterbitkan: Rabu, 16 November 2022
Pukul: 18.00 WIB
Jurnalis: Adi Fauzanto
Liputan Mendalam
Berlangganan
Notify of
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
Lihat Semua Komentar