
Di tempat terakhir ayah mu, tertungkuk sekujur tubuh. Seperti penantian panjang seorang pekebun yang merawat bunga-nya yang baru mekar, lalu gugur. Ada benarnya seorang Ayah menjadi penjaga paling pertama sekaligus pelindung paling akhir. Tetapi ada tidak benarnya.
Ialah Polisi Busuk. Tanpa rasa ampun, meminta untuk mengaborsi anak yang bahkan belum dilihatnya. Tak ayal, membayangkan betapa kesalnya seorang pekebun yang merawat bunga tadi, kesal. Bahkan membayangkan anak yang belum dilihat nya itu, tumbuh dewasa, lalu memelintir penis Polisi Busuk, lalu membisikkan ketelinga-nya, “Jancuk, kau didik pelir mu, cok!”.
Membayangkan anak tadi mengelus ibunya, “Buk, tidak apa”. Sama ketika ibu-mu (mama Novia) merisaukan ibu. Tentang perkataan “Temani Mama nak, sampai meninggal. Mama sedih.” Keduanya harus kehilangan anak nya bersamaan.
Bunga yang mekar bersamaan dengan keindahan kata yang keluar, menghiasi hancur nya jiwa raga. Yang dipaksa bercinta tanpa arti sesungguhnya. Jika iya, lari dari cinta sesungguhnya, melenyapkan seluruh bekas sperma yang masuk. Bukti hancurnya calon bayi, dari keganasan nafsu keinginan untuk melindungi nama baik juga pendidikan Polisi, tahi kucing untuk seluruh lingkaran-nya.
Pelik rasanya membayangkan muka Polisi Busuk dengan penis nya, seperti terong busuk, yang sudah seminggu tidak laku terjual di pasar, lalu di tempatkan di ujung bersama dengan lainya. Boro-boro bisa bermanfaat untuk pupuk kompos, tidak pantas. Yang ada hanya menjadi makanan lalat, persis seperti bangkai yang sudah seminggu tidak di kubur.
Novia, kata indah nan harum bunga dari Mu akan abadi. Bersanding dengan bau busuk terong layaknya Polisi Busuk. Tidak ada yang salah ketika bunga baru bermekar, lalu menggugurkan dirinya, sebab tumbuhan lain tidak siap menerima keindahan-mu. Atau pekebun lain belum sempat merawat mu, setelah kau kehilangan pekebun yang selalu merawat mu.
Kamu boleh bersedih, sudah. Polisi Busuk, akan menjadi pecundang seumur hidupnya, di atas semua kesedihan mu.
Selamat jalan, bunga yang baru mekar.



Diterbitkan: 6 Desember 2021 Pencerita: Adi Fauzanto

