Kebijakan.co.id – Liputan Investigatif
Adi Fauzanto-27 April 2022 (14.26 WIB)-#110 Paragraf

5 April 2022, hujan mengguyur Kota Bekasi. Durasinya tidak lama, tepatnya dari siang menuju sore hari. Akan tetapi hujannya cukup deras. Parahnya, hampir seluruh Kota Bekasi terdampak banjir –memang sudah dari dahulu seperti ini. Seakan, hujan membuktikan buruknya tata kota di Bekasi, salah satunya. Lainnya, kemacetan dan panas, juga seakan membuktikannya. Dari peristiwa ini, Kebijakan.co.id hadir.
***
Bekasi, Kebijakan.co.id — Kata-kata seperti “Panas”, “Jauh”, “Planet Lain”, jamak terdengar dalam benak masyarakat Kota Bekasi. Tidak salah juga, Bekasi dikenal dengan panasnya yang luar biasa.
Karena memang berdekatan dengan daerah industri, pemukiman yang padat –juga tidak teratur- serta jumlah kendaraan yang mengikuti jumlah penduduknya. Terlebih ruang terbuka hijau yang menyempit. Ditambah pola buruk kebiasaan masyarakatnya.
Gambaran sederhana lainnya ialah, dahulu di sekitar rumah jurnalis Kebijakan.co.id masih bisa terdengar sering suara burung kematian –atau burung dengan nama latin cuculus merulinus.
Kicauan burung yang menurut mitos membawa kabar atau pesan kematian untuk orang-orang di sekitar. Saat ini, bukan pesan kematian dari burung itu yang datang, akan tetapi pesan tersebut tidak pernah tersampaikan lagi, ntah pembawa pesan tersebut mati atau migrasi.
Gambaran tersebut, menunjuk bahwa tempat berlindung atau rumah burung tersebut hilang, rumah burung tersebut ialah pohon. Pohon hanya tumbuh di tanah, bukan di pot, apalagi di semen. Ruang untuk pohon tersebut mengecil, terkhusus untuk burung-burung tadi.
Sebenarnya burung bisa saja, bertempat tinggal di loteng atau bangunan-bangunan tinggi, akan tetapi jika kualitas udara tersebut buruk –bising, panas, dan polusi.
Terlebih jika sumber makanan alami di pohon tidak ada, burung harus berpindah atau mati. Ada beberapa yang sanggup bertahan, salah satunya burung gereja –yang memakan sisa makanan manusia.
Ilyas (24), salah satu penghobi burung freefly paruh bengkok –burung yang dilatih untuk terbang bebas- yang tinggal di Jatiwaringin, Pondok Gede. Mengatakan bahwa burung bisa saja terganggu penglihatannya karena buruknya udara di Kota Bekasi, “Matanya bisa kelilipan.”
Akan tetapi keluhnya lagi, “kualitas udara di Bekasi emang buruk, tetapi ga terlalu berpengaruh ke burung, yang lebih ngaruh itu ke ownernya (pemiliknya), polusi udara di Bekasi tebel banget, jadi bikin gatel hidung dan berbedu.”
Tidak bisa dielakan atas kondisi udara Kota Bekasi. Apalagi jika melihat burung kematian tersebut tidak terdengar lagi disebabkan berkurangnya ruang terbuka hijau (RTH), atau setidaknya sudah jenuh mendengar yang jamak orang katakan yaitu panasnya kota Bekasi.
Buruk Kualitas Udara
Untuk menguji seberapa ‘panas’ Kota Bekasi dapat dilihat dari kualitas udara. Data IQAir –sebuah wadah informasi digital terkait kualitas udara yang di perbaharui secara waktu terbaru- terbaru (20 April 2022, di pukul 15.00 WIB), menunjukan Kota Bekasi di angka 126 dalam kualitas udara -semakin tinggi semakin buruk-, dikategorikan tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Rinciannya, polutan PM2.5 dengan konsentrasi 45.7 mikrogram per meterkubik; polutan PM10 dengan konsentrasi 60.2 mikrogram per meterkubik; polutan O3 dengan 1.4 mikrogram per meterkubik. Dengan suhu 30 derajat celcius dan tingkat kelembapan mencapai 64 persen. Sedangkan dalam hitungan harian, di 3 hari sebelumnya angka menunjukan 89 (19 April 2022), 109 (18 April 2022), 129 (17 April 2022).

Jika dibandingkan dengan Kota Jakarta di hari yang sama dan pukul yang sama, angka Kota Jakarta di 80 –dikategorikan sedang-, dengan rinciannya polutan PM2.5 dengan konsentrasi 25.8 mikogram per meterkubik; PM10 dengan konsentrasi 9.7 mikogram per meterkubik; SO2 dengan konsentrasi 93.9 mikrogram per meterkubik.
Dengan suhu 30 derajat celcius dan tingkat kelembapan mencapai 74 persen. Jika dilihat dari 3 hari sebelumnya, Kota Jakarta menunjukan 115 (19 April 2022), 91 (18 April 2022), 128 (17 April 2022).

***
Mengetahui lebih dalam istilah-istilah tersebut, menurut BMKG (Badan Meteorlogi Klimatologi dan Geofisika), PM2.5 atau disebut Partikulate Matter merupakan partikel udara yang berukuran lebih dari 2.5 mikrometer -30 kali lebih kecil daripada rambut manusia.
Untuk nilai ambang batas nasional mencapai 65 mikrogram per meterkubik. Sedangkan WHO (World Health Organization) menetapkan ambang batas mencapai 25 mikrogram per meterkubik.
PM2.5 termasuk ke dalam polutan berbahaya, yang jika masuk ke dalam jaringan paru-paru dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti ISPA, kanker paru-paru, terburuk ialah menyebabkan kematian. Terlebih bagi mereka yang rentan, seperti bayi, anak-anak, ibu hamil, dan lanjut usia.
Sebab ukurannya kecil maka, PM2.5 tidak tersaring dalam sistem pernapasan dan menempel pada gelembung paru, menyebabkan turunnya kualitas organ paru-paru.
Dalam Artikel Tirto.Id berujudul Partikel yang Membunuh dalam Senyap itu Bernama PM2.5 (2017). Mengutip temuan Greenpeace, resiko kematian akibat stroke meningkat 2,5 kali lipat di beberapa wilayah Jabodetabek, salah satunya Jatibening.
Temuan selanjutnya dari beberapa peneliti Harvard dan Columbia University, hasilnya ialah PM2,5 meningkatnya kematian dini –kematian sebelum usia harapan. Peningkatan tersebut muncul setelah kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan.
Temuan lainnya, mencatat bahwa Cina dan India adalah dua negara dengan tingkat kematian dini akibat PM2.5. Ketiga temuan tadi disebabkan karena, PM2.5 bisa meningkat karena udara yang memanas, kebakaran, dan polusi lingkungan. Dan jika melihat India, angka konsentrasi PM2.5 meningkat pada kawasan padat penduduk.
Penyebab kawasan padat penduduk dapat meningkat, karena polutan PM2.5 dapat ditemukan di bagian pintu, jendela, dan kaca rumah. Kegiatan seperti membakar tembakau atau rokok, kayu, dan dupa dapat menyebabkan polusi udara dalam rumah. Terlebih jika dibantu dengan organisme lainnya seperti tumbuhnya jamur, tungau debu, dan kecoa.
Sedangkan di luar rumah, terdapat asap mobil, motor, pembangkit listrik batu bara, dan pembakaran lainnya.
***
Sedangkan PM10 atau disebut juga Partikulate Matter merupakan partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 mikrometer, untuk nilai ambang batas ialah mencapai 150 mikrogram per meterkubik, sementara WHO menetapkan ambang batas 50 mikrogram per meterkubik.
Sama dengan PM2.5 yang mengidap di organ paru-paru, perbedaannya PM2.5 mengendap di bagian saluran dalam paru-paru, sedangkan PM10 mengendap di saluran udara atau pernafasan yang lebih besar dari paru-paru atau menuju paru-paru bagian dalam.
***
Selanjutnya yaitu Ozone atau O3. Dalam artikel Hello Sehat berjudul Dampak Buruk Pencemaran Udara untuk Kesehatan (2021), menjelaskan Ozone yang dimaksud bukan bagian dari penyusun atmosfer bumi. Yang dimaksud ialah Ozone yang merupakan polutan berbahaya terdapat dalam permukaan tanah.
Membaca penelitian berjudul Association Between Long-term Exposure to Ambient Air Pollution and Change in Quantitatively Assessed Emphysema and Lung Function (2019) yang dikutip oleh BBC Indonesia berjudul Polusi Udara Kota Ternyata Tidak Cuma Berdampak pada Pernapasan (2019) menjelaskan paparan Ozone di permukaan tanah pada 7000 orang dewasa yang tinggal di kota-kota Amerika Serikat (AS).
Umumnya mereka, terpapar antara 10 dan 25 bagian per semiliar Ozone. Peningkatan tiga bagian per semiliar seperti menghisap satu bungkus rokok setiap harinya. Hasil studi tersebut menunjukan persamaan polusi udara di perkotaan sama dengan menghisap satu bungkus rokoh setiap hari selama 29 tahun.
***
Dan yang terakhir ialah SO2 atau Sulfur dioksida. Merupakan gas tidak berwarna dengan bau khas yang tajam. Partikel ini dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung belerang.
***
Membaiknya kualitas udara sangat di tentukan dengan pengurangan aktivitas yang menghasilkan polusi –baik dalam ruangan, apalagi di luar ruangan. Di luar ruangan, aktivitas yang menimbulkan polusi harus diimbangi dengan penawarnya, dalam skala luas perlu adanya ruang terbuka hijau, terlebih adanya kebijakan publik terkait lingkungan hidup. Dalam skala individu, ialah dengan mengatur apa yang kita perbuat.
Citra Udara RTH
Dari gambar citra jauh selama 10 tahun tersebut, terlihat, bagaimana zona hijau berkurang.

Untuk menambah penjelasan dari citra Kota Bekasi dari jauh tersebut, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Bayu Prasetyo, akademisi Universitas Indonesia, berjudul Evaluasi Kesesuaian Lahan Ruang Terbuka Hijau terhadap RTRW Kota Bekasi (2021). Jika mengacu 30% luas Ruang Terbuka Hijau (RTH), maka seharusnya Kota Bekasi memiliki lahan RTH sebesar 6710 hektare.
Dari data satelit Landsat 8 dan RTRW Kota Bekasi, hasil temuannya ialah terdapat penurunan kategori tinggi sebaran vegetasi dengan luas wilayah 6.889 hektare –khususnya di bagian Bekasi Barat.
Presentase RTH yang nampak di Kota Bekasi juga mengalami penurunan dari tahun 2013 hingga tahun 2021 sebesar 8% atau 1.728 hektare. Dan luas RTH yang telah dioptimalkan fungsinya untuk penataan ruang baru mencapai 2,42 persen atau seluas 525 hektare dengan tipe dominan RTH TPU (Tempat Pemakaman Umum) dan RTH Kota.
Bayu menegaskan data tersebut menunjukan bahwa belum terjadi peningkatan luas ruang terbuka hijau yang signifikan sejak rancangan RTRW Kota Bekasi diterbitkan pada tahun 2011.
Diakui memang oleh Pemerintah Kota Bekasi, menurut Ashari, Kepala Bidang Pengendalian Ruang -dalam keterangannya tahun 2020 di Kompas.com berjudul Bekasi Sulit Sediakan 30 Persen RTH. Menurutnya, Kota Bekasi saat ini baru memenuhi 15 persen RTH –yang seharusnya atau minimal 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat-
Hal tersebut disebabkan, pertama, penduduk Kota Bekasi yang banyak, ditambah ruang atau lahan yang dipadati penduduk tersebut. (Kedua) Akan tetapi bisa diakali dengan membeli lahan pemukiman tersebut, tetapi Pemkot Bekasi kekurangan dana untuk membeli lahan pemukiman untuk dijadikan kawasan hijau.
***
Ditilik dari tujuannya, menurut Nirwono dan Iwan dalam bukunya RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau (2011), RTH diperuntukan sebagai infrastruktur hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah dan bersih.
Baik untuk alam itu sendiri maupun masyarakatnya. Untuk masyarakat ditunjukan menciptakan lingkungan yang sehat, layak huni, dan berkelanjutan.

Untuk alam sendiri ialah mempertahankan silkus hidrologi –perputaran air; mikroklimat –lingkup iklim lebih kecil; ameliorasi iklim –perbaikan iklim; menghasilkan oksigen –untuk bernafas; sebagai tempat hidup flora-fauna –tempat hidup hewan dan tumbuhan.
RTH harus memiliki penyokong –tulang punggung, di antaranya faktor air, seperti sungai, danau, dan rawa-rawa; faktor hutan seperti, hutan kota, hutan alami; faktor lahan produk seperti sawah, kebun, dan ladang; faktor ruang-ruang akibat teknologi, seperti lapangan terbang, ruang antar bangunan, taman, jalur hijau; faktor lain, seperti tempat militer, dan lapangan golf.
Dari penyokong tersebut, RTH dibagi menjadi. Pertama RTH Alami, daerah hijau yang masih alami; yang dilindungi agar tetap dalam kondisi alami. yang difungsikan sebagai taman publik tetapi tetap dengan karakter alam di dalamnya.
Kedua, RTH Buatan, daerah hijau di perkotaan yang dibangun sebagai taman kota; yang dibangun dengan fungsi rekreasi; yang dibangun antar area bangunan yang digunakan sebagai area penghijauan.
Ancaman Pesakitan
Dari sekian penderitaan ialah hidup dengan penyakit itu sendiri. Masyarakat di Kota Bekasi mengetahui itu, dia hidup berdampingan dengan panas nya –beserta polusi- Kota Bekasi. Secara perlahan mereka juga mengetahui dampak kesehatan yang dirasakan.
Dalam penelusuran informasi –baik itu artikel, jurnal penelitian, atau temuan yang ada- terkait dampak lingkungan udara yang buruk untuk kesehatan. Secara garis besar dibagi menjadi dua organ dalam –organ jantung dan paru-paru-, satu organ luar yaitu kulit, satu lainnya terkait psikologis atau perilaku kita.
***
Dampak terhadap Paru-Paru yang paling signifikan dan mudah diketahui. Selain pembahasan PM2.5, PM10, dan O3 yang sudah dibahas sebelumnya, terdapat beberapa dampak lainnya.
Pertama, penyakit Asma atau Asthmatic Bronchiale. Salah satu penyakit jangka panjang atau kronis –berulang dan menahun- pada saluran pernapasan. Ditandai dengan peradangan serta penyempitan saluran napas.
Menimbulkan gejala, sesak napas, sesak dada, batuk, engap. Menurut jurnal Dampak Polusi Udara terhadap Asma (2018), prevalensi –tingkat penyebaran pada kasus penyakit- dan derajat beratnya asma meningkat seiring dengan peningkatan polusi udara.
Kedua, ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Infeksi oleh virus atau bakteri yang terjadi di saluran pernapasan, baik pernapasan atas -hidung hingga faring- atau bawah -laring hingga paru-paru-.
Adanya polusi udara atau udara yang kotor mempermudah penyebaran infeksi virus, sehingga potensi akan lebih tinggi terkena ISPA. Saluran pernapasan yang berpotensi paling tinggi menyebabkan terkena ISPA ialah saluran pernapasan bawah.
Ketiga, paru-paru basah atau pneumonia. Disebabkan oleh infeksi virus yang menyebabkan peradangan pada kantung udara di paru-paru. Salah satu penyebabnya ialah polusi udara yang masuk ke paru-paru dan menyebabkan terjadinya peradangan.
Jika terjadi pada jangka waktu lama, kandungan berbahaya tersebut akan bertumpuk dan membuat kondisinya semakin buruk.
Keempat, bronkopneumonia. Salah satu jenis pneumonia yang disebabkan oleh infeksi virus pada saluran udara (bronkus) dan kantung udara (alveolus).
Menyebabkan menyempitnya saluran udara yang berdampak pada berkurangnya pertukaran udara dengan darah. Salah satu penyebabnya ialah polusi udara.
Keempat, kanker paru-paru. Tumbuhnya sel-sel ganas yang tidak terkendali pada jaringan tubuh yang dalam hal ini terjadi dalam organ paru-paru.
Mengutip CNN Indonesia, Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) pada tahun 2013 mengklasifikasikan polusi udara luar ruangan sebagai faktor penyebab kanker paru-paru.
***
Dampak terhadap Jantung –dan juga sistem peredaran darah lainnya. Dalam laman resmi Kementerian Kesehatan RI, artikel yang ditulis oleh Sri Aryanti –dokter sekaligus kepala seksie penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa Dinas Kesehatasan Provinsi Lampung- berjudul Dampak Pencemaran Udara terhadap Hipertensi (2019).
Aryanti menjelaskan, setiap 5 mikrogram per meterkubik PM2.5, meningkatkan resiko hipertensi atau darah tinggi sebanyak 22 persen pada orang yang tinggal di daerah tinggi polusi, dibandingkan daerah yang rendah polusi.
Terlebih perempuan yang sering terpapar tingkat polusi tinggi, lebih berpotensi menderita hipertensi.
Juga menjelaskan hasil dari temuan lain, yang membuktikan polusi udara berdampak pada hipertensi.
Pertama, mengutip jurnal European Heart Journal, orang dewasa dengan umur yang di dua lokasi berbeda, yaitu polusi tinggi lebih rentan hipetensi dibanding dengan daerah polusi rendah.
“Melihat dari paparan polusi tinggi jangka panjang dengan tingginya kasus dan penggunaan obat anti hipertensi,” menurut Barbara Hoffman seorang epidemilog lingkungan sekaligus pemimpin penelitian tersebut.
Hipertensi atau darah tinggi sendiri merupakan faktor resiko utama pemicu penyakit lainnya. Seperti kerusakan organ ginjal, jantung, dan otak atau stroke.
Keberhasilan pengendalian hipertensi akan menurunkan resiko penyakit tadi. Selain menyelamatkan manusia, mengurangi beban ekonomi, dan sosial bagi keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Penjelasan lainnya, dari artikel tempo.co Waspada 5 Penyakit Akibat Pencemaran Udara Antara Lain Pneumonia. Polusi berperan mempercepat penyumbatan arteri koroner, menyebabkan lebih rentan terkena penyakit jantung iskemik atau koroner.
Penyakit jantung koroner sendiri disebabkan adanya penumpukuna kalsium atau bahan lain seperti lemak di arteri yang membuat darah sulit mencapai jantung dan area tubuh lainnya.
Didukung Artikel lainnya dari Tirto.Id mengutip riset Physicians for Social Responsibility berjudul How Air Pollution Contributes to Hearth Disease. Bahwa menghirup polusi udara dapat menyebabkan aterosklerosis –penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh penumpukan plak di dinding pembulu darah.
Penumpulkan plak akan mengentalkan arteri yang membatasi aliran darah, nutrisi dan oksigen. Yang menyebabkan penyakit jantung koroner, serangan jantung, atau stroke.
Didukung juga dengan CNN Indonesia, yang mengutip penelitian berjudul Air Pollution Exposure and Cardiovascular Disease oleh Byeong-Jae Lee dan tim pada Toxicological Research. Menjelaskan bahwa polusi udara dan peningkatan tekanan darah berkontribusi peningkatakan resiko penyakit jantung.
Partikulate Matter (PM) berkaitan erat dengan peningkatan tekanan darah secara signifkan.
***
Dampak terhadap Kulit. Organ luar yang bersentuhan langsung, berfungsi sebagai pertahanan pertama tubuh, dan merasakan langsung panas dari udara -selain hidung yang mencium dan menghirup udara kotor.
Ancaman penyakit kulit ketika udara atau lingkungan yang kotor, ialah.
Pertama, iritasi kulit, disebabkan terpapar sumber polusi –baik dari dalam atau luar rumah- seperti asap kendaraan atau detergen pencuci pakaian, iritasi kulit beresiko bagi mereka yang memiliki kulit sensitif atau mereka yang memiliki riwayat alergi kulit.
Selain itu, kulit juga akan memproduksi antioksidan dan melepas melanin –berfungsi melindungi jaringan kulit di bawahnya- secara berlebih –yang buruk secara jangka panjang dan menghasilkan flek hitam.
Kedua, ialah jerawat, polusi menyebabkan kulit menghasilkan banyak sebum –minyak alami dalam kulit yang berfungsi untuk melembapkan kulit dan mencegah pertumbuhan bakteri di kulit- akan tetapi jika sebum meningkat, kulit wajah akan berminyak dan menghasilkan jerawat –disebabkan minyak dan kulit mati menutup pori-pori kulit menghasilkan peradangan.
Ketiga, ialah rusak dan terhambatnya produksi kolagen –semacam protein- dalam kulit, kolagen berperan dalam menjaga kekenyalan, kekencangan kulit, dan meregenerasi kulit. Terhambatnya produksi kolagen berdampak pada kulit yang menjadi kering dan kusam.
Keempat, ialah munculnya alergi kulit, yang menyebabkan seseorang mengalami gejala berupa muncul ruam dan bentol di kulit, gatal-gatal, dan kulit kering, terkhusus bagi mereka yang memiliki kulit sensitif.
Kelima, menyebabkan kanker kulit, kanker –tumbuh nya sel-sel ganas yang tidak terkendali pada jaringan tubuh- yang tumbuh di jaringan kulit.
Ditandai dengan perubahan pada kulit –muncul benjolan, bercak, atau tahi lalat dengan ukuran tidak normal-, disebabkan salah satunya ialah faktor eksternal di mana udara yang terkontaminasi zat karsinogenik –pemicu kanker-, misal asap rokok.
***
Selanjutnya, yang dapat dirasakan tubuh kita ialah, masalah terhadap kesehatan mental –yang mempengaruhi perasaan, keputusan, kognitif atau pikiran, perilaku dan tentu berdampak pada organ tubuh lainnya.
Di antara sesaknya Kota Bekasi, ada yang tersisa dalam pikiran masyarakatnya. Di balik peristiwa itu, ada kondisi psikologis yang dapat di pelajari.
Dalam temuan berjudul The Current Status of Urban-Rural Differences in Psychiatric Disorders (2010) -dikutip dari BBC Indonesia- yang memetakan sejumlah penelitian, menghasilkan kesimpulan bahwa orang-orang di perkotaan menderita gangguan kejiwaan, suasana hati, dan kecemasan. Sehingga menyarankan bahwa program urbanisasi, mensyaratkan adanya pelayanan kesehatan jiwa.
Di tahun 2019 terdapat penelitian berjudul Environmental Pollution is Associated with Increased Risk of Psychiatric Disorders in The US and Denmark dan Exploration of NO2 and PM2.5 air pollution and mental health problems using high-resolution data in London-based childern from a UK longitudinal cohort study yang dikutip oleh Tirto.id dalam Polusi Udara dan Efeknya terhadap Kesehatan Mental (2019) menemukan erat kaitan antara polusi lingkungan dengan peningkatan resiko gangguan kejiwaan, terkhusus untuk anak-anak.
Didukung dari artikel KlikDokter berujudul Hubungan Antara Polusi Udara dan Gangguan Mental ditulis oleh Alvin Nursalim, menjelaskan penelitian di Korea, bahwa kelompok orang yang menerima paparan polusi udara, menunjukan gejala depresi dan berpikir untuk bunuh diri.
Selain itu, artikel Jangan Remehkan Pengaruh Polusi pada Kesehatan Mental di Kompas.com mengutip psikolog Veronica Adesla, yang menyebutkan hasil penelitian di Amerika Serikat, bahwa paparan polusi udara saat bayi hingga anak-anak, menyebabkan peningkatan kecemasan dan depresi ketika memasuki usia 12 tahun.
Penyebabnya ialah jika manusia terpapar terus menerus PM2.5 dan O3 mengakibatkan kerusakan neurovaskular, yang menggangu sistem saraf menyebabkan tekanan pada otak manusia.
Partikel tersebut –PM2.5, PM10, dan O3- terbawa kedalam sistem pernapasan dan turut serta terbawa hingga ke otak, sehingga partikel yang berkumpul dan berakumulasi menggangu kinerja otak serta mengubah struktur otak.
***
Terakhir, berkaitan dengan kualitas hidup manusia, bersumber dari Pemerintah tepatnya Kementerian Kesehatan bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) dengan artikel berjudul Pencemaran Udara dapat Pengaruhi Tubuh, Otak dan Perilaku Kita Hingga Mungkinkan Tindak Kriminal -yang diterjemahkan dari artikel BBC berjudul How Air Pollution is Doing More Than Killing Us (2019).
Artikel tersebut mencatat beberapa penelitian penting.
Temuan Sefi Roth tahun 2011 berjudul Air Pollution, Educational Achievements, and Human Capital Formation, di mana menjelaskan bahwa pelajar yang terkena dampak polusi udara, menyebabkan kualitas pendidikan -ujian, prestasi, dan sekolah- dan kualitas hidup ke depan menurun.
Temuan di tahun 2016 –mendukung temuan Sefi Roth- berjudul Air Pollution and Worker Productivity oleh Matthew, menunjukan bahwa polusi udara dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas.
Sedangkan di tahun 2018 temuan Sefi Roth berjudul The Study Looked at Crime and Air Pollution Data from 2004-2005, tindakan kejahatan cenderung terjadi dan meningkat ketika polusi udara buruk.
Korelasi tersebut didapatkan oleh Roth dan timnya dengan mengikuti udara –berbentuk awan di langit- yang buruk mengarah ke satu kota dan hanya terjadi kejahatan di satu kota tersebut selama 2 tahun.
Temuan lain di tahun yang sama berjudul Polluted Morality: Air Pollution Predicts Criminal Activity and Unethical Behavior, oleh Jackson dan tim, mengumpulkan data kejahatan selama sembilan tahun dengan daerah mencakup seluruh AS.
Menemukan bahwa polusi udara dapat berujung pada enam kategori kejahatan utama –pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, pencurian, dan penyerangan. Meski penelitian tersebut, dipengaruhi beberapa faktor lainnya.
Kebijakan Ekonomistik
Kehadiran negara wajib untuk melindungi masyarakat, terlebih masalah kesehatan. Secara normatif Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H Ayat 1 mengamanatkan,
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Cara menyelamatkan manusia dari pesakitan, bukan hanya menyediakan rumah sakit. Akan tetapi dengan menyelamatkan lingkungan, juga sekaligus menyelamatkan manusianya dari potensi pesakitan karena lingkungan hidup yang buruk.
Akan tetapi, dalam artikel Walikota Tolak Klaim Udara Bekasi Lebih Buruk dari Jakarta (2019) Pepen sapaan Eks-Walikota Bekasi, Rahmat Effendi menolak klaim udara buruk di Bekasi lebih buruk dari pada di Jakarta. Dengan dalih, kendaraan di DKI Jakarta jauh lebih banyak daripada Kota Bekasi.
Di lain artikel Pemkot Bekasi Pusing, Mau Tekan Polusi Udara atau Potensi Pajak Kendaraan Bermotor? (2019) Rahmat Effendi mengatakan potensi Pajak kendaraan bermotor bea balik nama kendaraan bermotor berpotensi tinggi Rp. 1.5 – 2 Triliun tahun 2020. Sehingga Rahmat Effendi bingung untuk pengentasan masalah polusi –khususnya dari kendaraan ini.
Menariknya, jika Anies Baswedan ingin mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Rahmat Effendi berpendatapat jika ada pengurangan kendaraan bermotor, sama dengan melorotnya laju ekonomi di Kota Bekasi. “Tidak bisa (menekan jumlah kendaraan bermotor). Karena, saat kita tekan kendaraan bermotor, ada produksi nasional yang mengimbangi tenaga kerja yang ada.”
Pabrik motor dan mobil Kota Bekasi adalah bagian integral dari kepentingan provinsi dan nasional, “Tidak bisa, apalagi produksi itu menyangkut tenaga kerja.” Ke depan jika dikurangi, maka tidak ada aktivitas, yang berakibat pada ekonomi masyarakat memiliki daya beli rendah, “Terus terjadi inflasi tinggi di sini, laju ekonominya rendah.”
Di tahun 2019 sendiri, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bekasi mencatat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bekasi pada 2019 senilai Rp. 98,13 Triliun. Dari keseluruhan tersebut, bidang perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor mencapai 23 persen.
Pendekatan ekonomi, banyak menjadi faktor penentu kebijakan. Ada harga yang harus dibayar dari kebijakan seperti ini.
Akan tetapi, tidak selalu kota dengan kendaraan pribadi jumlah nya kecil, kemajuan ekonomi nya rendah. Dan sebaliknya, tidak selalu kota dengan kendaraan pribadi jumlah nya banyak, kemajuan ekonomi nya tinggi. Belanda, Jerman, atau negara skandinavia, misalnya.
Dan perlu diingat tugas pemerintah –negara ataupun daerah- sebagai pelindung hak dasar masyarakat, salah satunya kesehatan.
***
Atau setidak-tidaknya Pemerintah Kota Bekasi hanya cukup menjalankan peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Kota Bekasi sendiri dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 11 Tahun 2018 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Atau dengan kata lain Perda tersebut, tidak di jalankan.

Dalam Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2018 terdapat beberapa perihal penting. Di antaranya berkaitan dengan mempertahankan kualitas udara di bawah baku mutu –yang seharusnya saat ini ditambah ‘mempertahankan dan mengembalikan’.
Selain itu, 5 lainnya, pertama, mempertahankan dan mengembalikan fungsi lahan resapan air. Kedua, menurunkan tingkat pencemaran air permukaan di bawah baku mutu kualitas air.
Selanjutnya ketiga, mewujudkan RTH publik dan privat minimal seluas 30% dari luas kota. Keempat, mengendalikan pembangunan pada area yang memiliki kontribusi pada jasa lingkungan hidup. Kelima peningkatan kapasitas aparat dan masyarakat terhadap terwujudnya pembangunan berkelanjutan.
Untuk menkonfirmasi dan mendapatkan jawaban yang pasti atas lingkungan hidup – termasuk juga emisi gas buangan kendaraan pribadi. Jurnalis Kebijakan.co.id telah menghubungi Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Perhubungan Kota Bekasi melalui surat elektronik resmi.
Dan khusus Dinas Lingkungan Hidup melalui telefon call center Pemerintah Kota Bekasi, namun setelah diterima nomor adminnya tidak terdaftar. Namun tidak kunjung mendapatkan balasan.
***
Sederhana untuk menggambarkan relasi tugas negara sebagai penjaga lingkungan sekaligus pelayan masyarakat. Layaknya tukang parkir dalam minimarket di sekitaran kota Bekasi.
Ia menjaga dan juga mengatur motor ke luar masuk, menjaga dari maling, dari hujan, dari panas, dan mengatur agar tidak berantakan, agar akses ke luar masuk lancar, agar tidak terjadi konflik antar pengguna motor karena rebutan tempat parkir.
Setelahnya kita membayar tukang parkir tersebut -dalam konteks negara ialah dengan pajak. Hasilnya belanja kita lancar -dapat memenuhi kebutuhan- tanpa harus berkonflik dalam mengakses pasar atau minimarket -menyebabkan potensi tidak dapat memenuhi kebutuhan-, aset -kendaraan bermotor- terjaga dan berkelanjutan.
Berbeda jika, tanpa tukang tukang parkir –dianalogikan tanpa negara-, berpotensi chaos atau konflik, bisa jadi pencurian kendaraan bermotor, yang terburuk ialah pencurian atau penjarahan pasar tersebut.
Atau negara yang memonopoli atau menguasai pasar, artinya negara menyediakan bahan-bahan –yang seharusnya ada minimarket tersebut- hadir di masyarakat, dengan cuma-cuma atau murah.
Jika pengendara motor -masyarakat- dan tukang parkir -negara- telah bersepakat untuk melindungi aset motor -hak-hak dasar seperti kesehatan- dalam karcis -konstitusi atau undang-undang- maka harus dilakukan.
Baca Serial Liputan Investigatif "Tata (Buruk) Kota Bekasi" Lainnya: • Rusak di Sekitaran Rumah Dewan dan Petinggi Partai • Bulevar (Tapi) Sempit di Tengah Banyak Hunian • Tidak Layak Transportasi Publik • Buruk Udara, Buruk pula RTH, dan Sakit juga Manusianya



Diterbitkan: 27 April 2022 Pukul: 14.16 WIB Jurnalis: Adi Fauzanto
Daftar Bacaan: • Nirwono Joga dan Iwan. 2011. RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau. Penerbit Gramedia: Jakarta • Jackson G. dkk. 2018. Polluted Morality: Air Pollution Predicts Criminal Activity and Unethical Behavior. Journal Psychological Science Vol. 3 No. 3 • Matthew N. 2017. Air Pollution and Worker Productivity. IZA World of Labour Vol. 363 • Sefi Roth. 2017. Air Pollution, Educational Achievement, and Human Capital Formation. IZA World Labor Vol. 381 • Sefi Roth, dkk. 2018. Crime is in the Air: The Contemporaneous Relationship between Air Pollution and Crime. IZA Institute of Labor Economics Discussion Paper Series • Atif Khan, dkk. 2019. Environmental Pollution is Associated with Increased Risk of Psychiatric Disorders in The US and Denmark. Journal PLOS Biology Vol. 17 No. 8 • Sussana Roberts, dkk. 2019. Exploration of NO2 and PM2.5 air pollution and mental health problems using high-resolution data in London-based children from a UK longitudinal cohort study. Journal Psychiatry Research Vol. 272 • Peen J, dkk. 2010. The Current Status of Urban-Rural Differences in Psychiatric Disorders. Journal Acta Psychiatr Scand Vol. 121 No. 2 • Byeong-Jae Lee, dkk. 2014. Air Pollution Exposure and Cardiovascular Disease. Journal Toxicological Research Vol. 30 No. 2 • Physicians for Social Responsibility. 2019. How Air Pollution Contributes to Heart Disease • Agus Dwi, dkk. 2018. Dampak Polusi Udara terhadap Asma. Jurnal Kedokteran Unila, Vol. 2 No. 2 • Bayu Prasetyo dan Mangapul. 2021. Evaluasi Kesesuaian Lahan Ruang Terbuka Hijau terhadap RTRW Kota Bekasi. Jurnal Media Komunikasi Geografi Vol. 22 No. 2 • Meng Wang, dkk. 2019. Association Between Long-term Exposure to Ambient Air Pollution and Change in Quantitatively Assessed Emphysema and Lung Function. JAMA Original Investigation Vol. 322 No. 6 • Sri Aryanti. 2019. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Penyakit Hipertensi. PTM Kabupaten Pringsewu, Kementerian Kesehatan RI • Data IQAir.com • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H Ayat 1 • Peraturan Daerah Kota Bekasi No. 11 Tahun 2018 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup • Data Badan Pusat Statistik Kota Bekasi tentang Pendapatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bekasi Tahun 2019 • Adi Wira Bhre. 2019. Pemkot Bekasi Pusing, Mau Tekan Polusi Udara atau Potensi Pajak Kendaraan Bermotor?. GirdOto.com, 15 September. • Riza Wahyu Pratama. 2019. Wali Kota Tolak Klaim Udara Bekasi Lebih Buruk dari Jakarta. Republika.co.id, 06 Agustus. • Nabilla Tashandra. 2019. Jangan Remehkan Pengaruh Polusi pada Kesehatan Mental. Kompas.com, 10 Desember. • Alvin Nursalim. 2019. Hubungan Antara Polusi Udara dan Gangguan Mental. KlikDokter.com, 2 Maret. • Widia Primastika. 2019. Polusi Udara dan Efeknya terhadap Kesehatan Mental. Tirto.id, 23 Agustus. • Dian Andryanto. 2021. Waspada 5 Penyakit Akibat Pencemaran Udara Antara Lain Pneumonia. Tempo.co. 31 Maret. • CNN Indonesia. 2020. 5 Penyakit Berbahaya Akibat Polusi Udara: ISPA hingga Kanker. 29 Juli. • Cynthia Lova. 2020. Bekasi Sulit Sediakan 30 Persen RTH. Kompas.com, 21 Februari. • William Park. 2019. How City Life Affects Your Health and Happiness. BBC.com, 20 Agustus. • Ihda Fadila. 2021. Dampak Buruk Pencemaran Udara untuk Kesehatan, Bukan Cuma Kanker. Hello Sehat, 27 Desember. • Akhmad Muawal. 2017. Partikel yang Membunuh dalam Senyap itu Bernama PM2.5. Tirto.id, 26 April.

