Kebijakan.co.id – Liputan Investigatif
Adi Fauzanto-27 April 2022 (13.48 WIB)-#65 Paragraf

5 April 2022, hujan mengguyur Kota Bekasi. Durasinya tidak lama, tepatnya dari siang menuju sore hari. Akan tetapi hujannya cukup deras. Parahnya, hampir seluruh Kota Bekasi terdampak banjir –memang sudah dari dahulu seperti ini. Seakan, hujan membuktikan buruknya tata kota di Bekasi, salah satunya. Lainnya, kemacetan dan panas, juga seakan membuktikannya. Dari peristiwa ini, Kebijakan.co.id hadir.
***
Bekasi, Kebijakan.co.id — Melihat kondisi jalan yang sudah dibahas dalam artikel sebelumnya dalam serial liputan ini, Jalan Raya Wibawa Mukti –terdapat beberapa rumah dewan.
Kondisi jalan tersebut hanya terdapat satu jalur mobil –dua jika dua arah-, di tambah beberapa cabang pertemuan jalan yang menyebabkan tersendat, di antara cabang tersebut terdapat kantung perumahan yang banyak, serta gudang-gudang industri yang banyak di simpangi truk besar dan jalan tersebut melintasi banyak sekolah –baik dari TK, SD, SMP, SMA, hingga Pendidikan Tinggi.
Terlebih ketika pandemi sedang mengganas di bulan Juni dan Juli tahun 2021, Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sirojul Munir khusus untuk jenazah terinfeksi virus Covid-19 –melewati Jalan Raya Wibawa Mukti. Seringkali harus berhadapan dengan padatnya kendaraan di Komsen –walau sedang pandemi karena akses keluar masuk banyak perumahan.
Ditambah jalan ini merupakan jalan alternatif, dari arah cibubur menuju TOL dalam Kota dan Cikampek serta Terminal Bus dalam Kota juga antar Kota-Provinsi, dan juga tedapat terminal kecil angkutan umum Kota Bekasi.
Di sisi luar Komsen –bukan mengarah ke Jalan Raya Wibawa Mukti- merupakan lalu-lalang Truk Sampah (Jakarta-Bekasi) menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gerbang.
Lokasi tersebut (Komsen) juga merupakan tempat nongkrong, didukung dengan restoran waralaba terkenal dari Amerika, mulai dari ayam –seperti KFC dan MCD -, donat dan kue –Domino, Dunkin Donnuts, dan Holland Bakery-, hingga kopi –Starcbuck-, serta restoran waralaba lokal besar lainnya mengikuti –seperti J.CO dan Bread Talk.
Tak jarang, meski bukan jam-jam sibuk –seperti jam 7 pagi atau 5 sore. Jalan Raya Wibawa Mukti -dan Komsen tentunya- memiliki kepadatan yang merayap. Jika kondisi jam sibuk, kendaraan pribadi pun terkadang tidak bergerak.
Alhasil, beberapa kendaraan mobil atau motor harus melintasi jalan tikus –di samping Jalan Raya Wibawa Mukti- yang muat hanya satu mobil untuk dua arah.
“Ya, memang ini jalan tembus Komsen,” menurut salah satu pemilik toko klontong di jalan tersebut. “Macet nya kalau jam 6, ya, jam pulang kerja,” tambahnya ketika ditanya apakah daerah tersebut macet.
“Sebenernya tidak apa-apa, malah jadi rame (jalannya), paling-paling kalau papasan –ketika dua mobil bertemu dua arah- jadi macet,” tutupnya sambil tersenyum.
Seperti itu, gambaran sederhana dari Jalan Raya Wibawa Mukti. Gambaran sederhana lainnya, ialah ketika satu waktu perjalanan melewati banyak perumahan di Kota Bekasi -salah satunya Komplek Asabri yang juga berada di Jalan Raya Wibawa Mukti-, seringkali tertulis di depan pintu masuk atau pos satpam perumahan tersebut.
“Sebelum membeli mobil, persiapkan dulu garasinya”.
Jika masyarakat sudah memiliki kesadaran –bahkan dijadikan prinsip lalu dilaksanakan. Seharusnya pemerintah -di skala manapun- memiliki kesadaran atau prinsip seperti hal tersebut. “Persiapkan dulu segalanya,” jika bisa ditulis dalam setiap gedung pemerintahan.

Terlebih dalam dokumen Revisi RTRW Kota Bekasi tahun 2011-2031, menunjukan bahwa Jalan Raya Wibawa Mukti direncanakan menjadi kawasan perdagangan –sepadan dengan Jalan Raya Jatiwaringin yang dilebarkan menjadi 2 jalur dalam satu arah, walau tetap macet juga.
Begitu juga dalam dokumen RDTR Kota Bekasi tahun Kota Bekasi 2015-2035, Jalan Raya Wibawa Mukti menjadi kawasan atau zona perdagangan dan jasa skala kecamatan.
Untuk membuktikan keseriusan mewujudkan Jalan Raya Wibawa Mukti, kawasan perdagangan. Jurnalis Kebijakan.co.id, mengecek tender –penawaran terbuka untuk publik-pengadaan barang dan jasa –proyek atau konsultan- Kota Bekasi yang berkaitan dengan Jalan Raya Wibawa Mukti sejak tahun 2010.
Di tahun 2015, terdapat 3 proyek. Pertama, rehabilitasi –mengembalikan fungsi- saluran berjumlah satu (proyek); peningkatan jalan berjumlah satu; pengadaan jasa konsultan berjumlah satu. Di tahun 2016, terdapat 7 proyek. Pertama, rehabilitasi jalan berjumlah satu; rehabilitasi saluran berjumlah dua; pemasangan pipa berjumlah tiga; pengecatan berjumlah satu.
Terakhir di tahun 2019. Pertama rehabilitasi jalan berjumlah satu; peningkatan saluran berjumlah satu; pembangunan pagar berjumlah satu.
Dari data tersebut, praktis hanya di tahun 2015 terdapat proyek peningkatan jalan Raya Wibawa Mukti. Akan tetapi proyek tersebut, tepat berada di bundaran Komsen –tepat keluar masuk TOL dalam kota, awal mula kemacetan panjang dimulai.
Proyek tersebut memang menghasilkan dua jalur, tetapi itu juga tidak bisa terhindar dari kemacetan, utamanya sore hari. Karena setelah bundaran tersebut, jalan kembali menjadi satu jalur.
Belum ada proyek signifikan untuk mengatasi macet yang ada. Hanya ada rehabitasi jalan -4 kali dilakukan. Itu pun cepat rusak kembali, karena yang melintas di Jalan Raya Wibawa Mukti, seringkali truk dengan muatan besar.

Data lainnya dari non-tender –penunjukan langsung dari pemerintah atau yang berwenang- berkaitan dengan Jalan Raya Wibawa Mukti.
Terdapat 10 proyek non-tender. Di tahun 2019, terdapat 6 proyek. Pertama, peningkatan saluran berjumlah satu (proyek); Kedua, jasa konsultasi berjumlah tiga –satu berbentuk supervisi atau pengawasan; Ketiga, penataan dan pemeliharaan taman berjumlah satu; Keempat; perbaikan jalan berjumlah satu.
Di tahun 2020 sendiri, terdapat 4 proyek. Pertama, jasa konsultasi berjumlah satu (proyek); Kedua, peningkatan jalan berjumlah satu; Ketiga, pemeliharaan taman berjumlah satu; Keempat, drainase u–ditch berjumlah satu –bisa dikatakan peningkatan saluran.
Dari data non-tender praktis hanya satu proyek yang merupakan peningkatan jalan di Wibawa Mukti –khususnya Jatisari- akan tetapi proyek detail nya tidak jelas, dan tidak dapat diketahui hasilnya.
Selain itu, ada perbaikan jalan di tahun 2019 untuk kelurahan Jatirangga pada Jalan Raya Wibawa Mukti. Di mana perbaikan tersebut berada di ujung jalan Wibawa Mukti yang bukan merupakan daerah macet.

Untuk mengkonfirmasi kebenaran dokumen tersebut, beserta isinya. Jurnalis Kebijakan.co.id telah menghubungi Dinas Tata Ruang Kota Bekasi melalui surat elektronik resmi dan mengirimnya langsung, namun belum kunjung mendapat balasan.
Pembangunan yang Tidak Terintegrasi
Terlihat jelas, ketika rencana pembangunan pusat pertemuan atau titik temu –antara industri, kendaraan umum, jalan tol, kendaraan massa, tempat kuliner rekreasi, sekolah- tanpa membangun jalan raya yang besar dan layak, adalah sebuah kesalahan.
Jalan Raya Wibawa Mukti adalah salah satu contohnya.
Terdapat kisah yang diceritakan oleh A (informan yang tidak ingin diberitahukan identitasnya) yang tinggal di salah satu kantung perumahan di Jalan Raya Wibawa Mukti.
Berlokasi di belakang rumahnya, yang merupakan jalan kecil –hanya cukup satu mobil serta jalannya rusak- akan tetapi terdapat tanah kosong cukup besar. Secara tiba-tiba tanpa sepengetahuannya ingin dibangun satu universitas atau sekolah tinggi kesehatan serta sekolah tingkat kanak-kanak hingga menenangah.
Sebabnya tidak ada pemberitahuan, tanah tersebut berada di luar kompleknya, akan tetapi berada tepat di belakang rumahnya.
Peristiwa seperti ini, bukan berarti menolak pembangunan, akan tetapi pembangunan yang serampangan ditambah kondisi jalan nya tidak mendukung –baik jalan besar atau jalan kecil-, hanya akan menambah masalah.
Secara angka, di Jalan Raya Wibawa Mukti melintasi kurang lebih 21 Sekolah –baik itu sekolah tingkat kanak-kanak hingga tingkat universitas. Angka sekolah tersebut belum dihitung dengan sekolah yang berada di dalam kantung perumahan atau komplek-komplek –hanya yang berada di pinggir jalan yang melihatkan plangnya.
Selain itu, terdapat kantung perumahan besar –yang terdiri lebih dari satu Rukun Warga (RW)- sebanyak 6. Angka tersebut belum termasuk kantung perumahan kecil, seperti kavling-kavling atau klaster–klaster –yang terdiri dari satu Rukun Warga atau bahkan hanya satu Rukun Tetangga- yang sudah semakin menjamur –berada di mana-mana.
Serta kampung-kampung masyarakat yang konon sudah lebih lama tinggal di Jatiasih.
Setelah perumahan terdapat pabrik-pabrik -baik pabrik yang membutuhkan gudang beserta truk besar yang panjangnya memotong seluruh badan jalan ketika keluar masuk atau pabrik yang digunakan sebagai tempat produksi barang yang juga memiliki truk-truk sedang.
Tercatat terdapat 30 pabrik -dan gudang- yang berdiri sepanjang jalan Raya Wibawa Mukti, 3 di antaranya kosong atau sedang dijual gudangya –perhitungan ini masih kasar hanya berdasar kepada pintu keluar masuk pabrik. Ditambah 2 ‘gudang’ perusahaan bus, tempat parkir bus sebelum pergi berkelana.
Tak jarang, truk besar dari gudang tersebut juga membuat rusak Jalan Raya Wibawa Mukti yang memang ditunjukan untuk minibus dan kendaraan roda dua.

Di Tengah Jalan atas Nama Agama
Di tengah kemacetan, tak jarang terdapat satu kotak cukup besar –terkadang terdapat manusia nya- dihiasi serokan untuk ikan atau keranjang, untuk menjaring uang. Kondisi tersebut, dapat dilihat hampir di seluruh jalan penghubung antar kecamatan di depan masjid-masjid besar di Kota Bekasi –tidak hanya di Jalan Raya Wibawa Mukti.
Agenda tersebut bukan hanya mingguan atau terdapat kondisi tertentu –semisal bencana atau perayaan tertentu- akan tetapi berkepanjangan tahunan bahkan lebih. Tujuan nya terkadang, untuk pembangunan masjid. Sialnya, bangunan tersebut tak kunjung selesai.
Hal tersebut, terkadang membuat pengendara dalam bahaya –baik itu pengendara motor, mobil, apalagi truk besar. Tak jarang manusia yang mendapatkan giliran –bagian yang minta-minta- beresiko terserempet kendaraan –tidak apa kalau motor yang menyerempet, jika truk yang melakukan, maka akan berbahaya.

Klaster yang Berantakan
Di antara kantong perumahan yang padat di percabangan Jalan Raya Wibawa Mukti, terdapat kondisi lebih jelas bagaimana kondisi kantung perumahan itu. Tepatnya, di salah satu menuju –atau setelah- Komplek Asabri, terdapat klaster yang selesai dibangun tahun 2021 di atas perbatasan perumahan Asabri dan lahan kosong di sebelahnya. Fazza 2 nama klasternya.
Permasalahannya ialah perbatasan tersebut berada lebih tinggi dari perumahan Asabri, dan tempatnya pun masuk melalui jalan kecil –yang dipaksakan untuk dilalui mobil.

Sebelum di bangun klaster, area tersebut merupakan kebun. Dan jalan kecil tersebut, biasanya digunakan untuk memotong jalan menuju Komplek Asabri.
Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan besar? Apakah semua lahan tersisa dengan jalur masuk yang sempit masih bisa dibangun sebuah kantung perumahan –terlebih kondisi medan yang berdekatan dengan medan lebih rendah.
Kondisi tersebut, pernah dialami salah satu informan -yang tidak ingin disebutkan namanya-, RA. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Jalan Raya Wibawa Mukti. Tetapi terdapat juga di Jalan Raya Ratna –menuju Caman dan Jatibening.
Di mana pengembang mengakali untuk membeli satu rumah untuk menjadikannya pintu masuk, menuju lahan kosong untuk dibangun kantung perumahan atau klaster. Sederhananya, ada komplek di dalam komplek, di mana pintu masuk nya merupakan rumah di dalam komplek tersebut.
“Warga di sini sebenarnya menolak, tetapi mau gimana lagi, yang punya rumah ngejual untuk dibangun sebagai pintu masuk.” tutup RA.
Jika cara seperti ini terus terjadi. Ruang terbuka di Kota Bekasi semakin terancam. Atau jika sudah menjadi kebijakan dari pemerintahan daerah, akan tetapi segala persiapan yang mendukungnya tidak dibangun –misal seperti jalan raya yang masih sempit, akses yang sempit, selokan yang tidak disiapkan, ruang terbuka hijau untuk resapan, air tanah yang tidak diperkirakan jumlahnya, dsb- maka hanya akan menambah permasalahan.
Bertanya Rencana Pembangunan
Ada banyak yang seperti Jalan Raya Wibawa Mukti. Misal, Jalan Raya Pekayon yang melintasi pertigaan lurusan Komsen menuju pertigaan Jalan Raya Cut Mutia –jalan utama Kota Bekasi-, yang selalu macet.
Sebab melewati beberapa pusat keramaian seperti Pasar Jatiasih, Komplek Besar Galaxy, Kemang Pratama, dan beberapa swalayan besar, akan tetapi jalannya hanya dapat dilalui satu mobil dalam satu jalur.
Membangun daerah yang padat tanpa mempertimbangkan akses jalannya. Jika kondisi pembangunan tidak teratur tersebut, terjadi begitu saja, maka penyelesaiian adalah perencanaan kebijakan yang matang.
Jika kondisi tersebut sudah disusun dan disengaja pembangunannya tanpa melihat kondisi di sekitar atau mendata titik-titik daerah mana yang terhubung ke daerah pertemuan tersebut, adalah sebuah kesalahan.
Kondisi tersebut harus disadari masyarakat. Mau tidak mau, jika tidak, kondisi kedepan mungkin akan lebih parah.
Dalam satu kasus, banjir misalnya, dikarenakan kantung pemukiman yang padat sehingga mengikis daerah resapan atau ruang terbuka hijau.
Atau dalam keadaan darurat –ketika ada yang dilarikan ke UGD- lalu terjadi kondisi jalan yang tidak memungkinkan atau macet.
Kondisi tersebut pernah dialami beberapa tahun silam tahun 2012-an di Komplek Puri Gading –yang merupakan jalan pintas sekaligus titik pertemuan masyarakat sehingga dijadikan pasar dadakan setiap hari minggunya-, ketika ambulan ingin menjemput lalu mengantarkan pasien yang membutuhkan pertolongan cepat terhambat, hingga tidak dapat tertolong.
Menurut Dahlan, salah satu penjaga di komplek Puri Gading, “jadi itu gatau warga mana, tapi memang ada ambulan waktu itu lewat sini, kebetulan disini kondisinya rame (PKL dan pasar tumpah pinggir jalan). Karena kondisinya gawat, akhirnya dia meninggal di jalan.”
Atau kondisi ketika kebakaran terjadi –baik rumah atau tempat usaha- di mana akses pemadam untuk melakukan tindakan harus cepat dan tepat.
Tentu, jika kondisi seperti ini sudah dipikirkan secara matang, akan memudahkan pemerintah dalam melayani masyarakat. Atau setidaknya tidak menyusahkan masyarakat.
Partisipasi Membangun Kota
Terintegrasi atau keterhubungan adalah kata kuncinya. Pembangunan pusat keramaian atau titik pertemuan, harus melihat kondisi di sekitar, apakah sudah mampu menampung keramaian atau sudah mampu menampung pertemuan dari titik yang berada di sekitaran daerah tersebut.
Jika tidak, hanya akan menambah masalah. Tentu, banyak yang di korbankan. Pertama, masyarakat itu sendiri; Kedua, pelaku industri; Ketiga, petugas –Polisi, Dinas Perhubungan, atau Petugas Rumah Sakit- di lapangan; Keempat, kondisi lingkungan.
Diperlukan integrasi baik secara infrastruktur bangunan fisik atau integrasi pihak-pihak yang mendiami daerah tersebut.
Dalam buku Mewariskan Kota Layak Huni (2017) karya Nirwono Joga, telah dilakukan survei secara nasional pada tahun 2016, salah satunya topiknya ialah gambaran kota di masa depan.
Dari keempat gambaran kondisi perkotaan menurut responden, salah satu di antaranya ialah transportasi dan kemacetan. Responden mengharapkan kota di masa depan ialah kota di mana kondisi nya tidak menimbulkan kemacetan.
Dan cara mewujudkannya menurut responden survei tersebut ialah, pelibatan seluruh pemangku kepentingan dalam pembangunan kota –baik struktur secara vertikal maupun horizontal, mulai dari pemerintah hingga masyarakat tingkat bawah.
Selanjutnya, ialah diperlukan solusi teknis atau praktis dalam perencanaan dan pembangunan kota sekaligus juga manajemen lingkungan hidup di perkotaan.
Survei tersebut setidaknya membuktikan keinginan masyarakat, bahwa kepedulian akan kotanya masih ada dalam membangun gambaran kota di masa yang akan datang.
Seperti yang dikatakan oleh Gunawan Tjahjono -seorang guru besar arsitek Universitas Indonesia- dalam buku Membangun Peradaban Kota (2018) karya Nirwono Joga dan Nirawana, “Kota menentukan peradaban. Warga kota menentukan wajah kota. Membangun warga kota, maka peradaban terbangun.”

Baca Serial Liputan Investigatif "Tata (Buruk) Kota Bekasi" Lainnya: • Rusak di Sekitaran Rumah Dewan dan Petinggi Partai • Bulevar (Tapi) Sempit di Tengah Banyak Hunian • Tidak Layak Transportasi Publik • Buruk Udara, Buruk pula RTH, dan Sakit juga Manusianya



Diterbitkan: 27 April 2022 Pukul: 13.48 WIB Jurnalis: Adi Fauzanto
Daftar Bacaan: • Nirwono Joga. 2017. Mewariskan Kota Layak Huni. Penerbit Gramedia: Jakarta • Nirwono Joga. 2018. Membangun Peradaban Kota. Penerbit Gramedia: Jakarta • Laporan Pengadaan Secara Elektronik Kota Bekasi • Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 5 Tahun 2016 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Bekasi 2015-2035 • Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bekasi • Dokumen Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tahun 2017 tentang Revisi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kota Bekasi tahun 2011-2031 • Google Maps • Google Earth

